Trima kasih mengunjungi blog kami!

Para pengunjung yth. semua isi blog ini ditulis atau disusun atas kemauan pribadi. Itu berarti blog ini berisi aneka pendapat, pemahaman, persepsi pribadi, dan pemikiran pribadi atas lingkungan kerja dan hidup sekitarnya. Harapan kami isi blog ini bermanfaat bagi pengunjung yang memerlukannya. Salam, GBU.

Senin, Desember 21, 2015

Ketua KWI, Mgr. Ignatius Suharyo: Menjaga Pancasila, Menjaga Kerukunan

Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia, Mgr. Ignatius ‎Suharyo, SJ ikut hadir dan menandatangani Deklarasi Kerukunan Umat Beragama di Jakarta (Senin, 21/12/2015). 

Ignatius Suharyo yang juga merupakan Uskup Agung Jakarta  menekankan bahwa dengan menjaga Pancasila, kita menjaga kerukunan.

Mgr. Ignatius juga menceritakankepada  umat Katolik diajak mengamalkan Pancasila selama 5 tahun ke depan. 

Acara yang dihadiri Menteri Dalam Negeri, Tjahyo Kumolo, Jaksa Agung, M. Praseto, semua majelis agama-agama yang ada di Indonesia dan ormas keagamaan  itu diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri. Para majelis agama berharap agar deklarasi bukan cuma sebuah ceremony, tapi benar-benar diwujudkan ‎dengan sinergi pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan kerukunan.  (Pormadi)

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Rabu, November 04, 2015

Tema Natal Nasional 2015: Hidup Bersama sebagai Keluarga Allah


Ilustrasi: logo PGI dan KWI

Tahun ini Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menetapkan bersama bahwa tema Natal pada tahun 2015 ini adalah “Hidup Bersama sebagai Keluarga Allah” (Kejadian 9:16).

Menurut Pendeta Gomar Gultom, seperti dikutip dari pgi.or.id, Sekretaris Umum PGI mengatakan, “Tema tersebut hendak mengajak kita lebih inklusif. Kelahiran di kandang Betlehem mengindikasikan bukan hanya komunitas manusia yang ada di sana, tapi juga hewan”. Lanjutnya, “Peristiwa Natal mengingatkan kita kembali untuk ‘hidup sebagai keluarga Allah’.

Lebih lanjut, menurut Gomar Gultom, Pesan Natal Bersama 2015 akan dirumuskan oleh PGI dan KWI pada pertengahan November 2015.

Menurut informasi yang beredar, Perayaan Natal Bersama Umat Kristiani Tingkat Nasional direncanakan di Manado pada tanggal 5 Desember. Namun tanggal tersebut masih dibahas, mengingat pada tanggal tersebut, umat Katolik masih dalam masa Advent (penantian kedatangan Yesus Kristus), belum bisa menghayati misteri Natal secara penuh. Harapan umat Katolik, sebagaimana Surat KWI menanggapi beredarnya informasi penetapan Perayaan Natal Nasional pada tanggal 5 Desember, Perayaan Natal Nasional dilaksanakan sesudah tanggal 25 Desember. Perayaan Natal Nasional biasanya dilaksanakan tanggal 27 Desember. Tahun ini, tanggal 27 Desember jatuh pada hari Minggu, maka Natal Nasional diharapkan bisa dimajukan menjadi 26 Desember atau 28 Desember. (Pormadi/pgi.or.id/berbagai sumber)

Selasa, November 03, 2015

Harapan Menag pada Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia IV Tahun 2015

Semoga acara ini bisa menghasilkan rekomendasi yang baik, sebagai kontribusi yang konstruktif bagi bangsa Indonesia tercinta," demikian salah satu harapan Menteri Agama,Lukman Hakim Saifuddin, Senin (02/11) di Cimacan, Jawa Barat, ketika memberi sambutan dan membuka Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) IV Tahun 2015

Menag berharap kegiatan ini bisa menghasilkan hal-hal yang berguna bagi pembentukan keluarga yang benar-benar menjadi tempat sukacita dan damai, keluarga yang benar-benar Katolik dan benar-benar menjadi warga Indonesia yang cinta kasih sayang di tengah masyarakat yang majemuk.
Konferensi Waligereja Indonesia menggelar Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) IV Tahun 2015 di Cimacan, Jawa Barat. Acara yang dihadiri para uskup se-Indonesia, Ketua KWIMonsiyur Ignatius Suharyo, dan Dubes Vatikan untuk Indonesia ini dibuka oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Senin (02/11).
SAGKI yang akan berlangsung dari dari tanggal 2 – 7 November 2015 ini menyoroti fungsi dan keberadaan keluarga dalam mewujudkan nilai-nilai Injili. "Keluarga adalah sekolah yang utama dan pertama," tegas Menag saat memberikan sambutan.

Menurut Menag, pengetahuan dan nilai kebajikan yang awal diperoleh oleh seorang anak dari keluarga, terutama dari ibu. Karenanya, ibu merupakan pilar utama dari rumah tangga.

Fungsi dan peran keluarga, lanjut Menag, harus ditingkatkan mengingat saat ini orang tua dihadapkan pada tantangan globalisasi. Anak-anak sekarang tidak lagi sepenuhnya mengandalkan orangtua dan guru dalam mengakses informasi, karena ada internet. Nilai-nilai kebajikan yang dahulunya didapatkan langsung dari guru, orang tua, pendeta dan lainnya, saat ini bisa didapatkan secara langsung dan instan dari internet. Nilai-nilai yang diakses dari internet tentu tidak semuanya positif, dan di sinilah yang menjadi salah satu tantangan keluarga ke depan.

Sebelumnya, Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Monsinyur Antonio Guido Filippazi menyampaikan bahwa Gereja adalah keluarga. Gereja merupakan rumah tangga dan keluarga, keduanya saling memberi dan menerima satu sama lain, yang satu berkembang maka yang lain berkembang pula.

Bagi Monsinyur Antonio, keluarga menjadi pewarta iman bagi semuanya. Keluarga Kristiani menjadi tempat pendidikan doa yang pertama. "Kita harus selalu membangun gereja yang menjadi keluarga Alah sejati, yang membuat kita satu keluarga untuk mendekatkan diri kepadanya," terangnya.

Dalam pandangan Monsinyur Antonio, era globalisasi dan modernitas dapat memudarkan peran keluarga dalam mendidi anak-anak. Selain arus informasi yang demikian hebar, kesibukan orangtua untuk mencari nafkah atau kebutuhan keluarga juga berpotensi menjadikan perkembangan anak terabaikan. Untuk hal itu, Monsinyur berharap SAGKI IV ini bisa menghasilkan rekomendasi berupa upaya-upaya strategis dalam mewujudkan nilai-nilai kebaikan, nilai-nilai Injili, cinta kasih, suka cita, melayani dan kasih sayang dalam keluarga.

Ditemui usai pembukaan, Dirjen Katolik Kementerian Agama Eusabius Binsasi menyampaikan mengangkat tema 'keluarga' pada SAGKI IV ini. Menurutnya, Gereja Katolik melihat bahwa keluarga menjadi dasar dalam kehidupan bersama. Jika keluarga baik, maka di luar keluarga juga akan baik.

"Indonesia adalah keluarga. Katolik mempunyai paham kekitaan. Persoalan bangsa persoalan kita," kata Eusabius Binsasi

Sumber: kemenag.go.id
Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Kamis, Oktober 29, 2015

Tanpa Diklat, Hasil Tidak Maksimal


Para ASN Bimas Katolik berfoto bersama. (Foto:bimaskatolik.kemenag.go.id)

Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) di bidang tertentu dalam sebuah organisasi merupakan salah satu upaya untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Hal ini juga berlaku bagi insan aparatus sipil negara (ASN) Direktorat Jenderal (Ditjen) Bimbingan Masyarakat (BIMAS) Katolik Kementerian Agama RI, ketika hendak menghasilkan sebuah Majalah, sebagai sarana mensosialisasikan kebijakanyan di bidang Program Bimbingan Masyarakat Katolik. Tanpa Diklat kompetensi di bidang seluk-beluk penulisan sesuai standar jurnalistik, sebuah Majalah Bimas Katolik yang berkualitas, menarik, dan elegan tidak akan dihasilkan.

Evaluasi Terbitan Majalah

Hal ini semakin mengemuka, ketika Pembicara, Farida Denura, seorang konsultan media, melakukan evaluasi terhadap dua terbitan Majalah Bimas Katolik edisi Januari-April dan Mei-Agustus 2015. Dalam evauasinya, Farida, panggilan akrabnya mengatakan, dua terbitan Majalah Bimas Katolik tersebut terlihat kaku, tulisan terlalu panjang, kurang menerapkan prinsip 5W dan 1H.

Berangkat dari evaluasi tersebut, dan menurut Tim Majalah, bahwa Majalah Bimas Katolik dikelola oleh insan-insan relawan dan otodidak. Artinya, mereka mengelola Majalah tersebut tanpa latar belakang pendidikan jurnalistik dan belum pernah mendapat Diklat jurnalistik. Tentu hasilnya juga, merupakan hasil otodidak, dan kaku, sebagaimana kekakuan pelayanan birokrasi.

Pentingnya Diklat
Untuk itu, penulis berpendapat Diklat yang digagas oleh , Y. Dwimbo Kamil, Kepala Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi dan Johanes Koesmantoro, Kepala Sub Bagian Informasi ini merupakan sebuah terobosan, kreatif dan inovatif. Diklat dalam rangka peningkatan kompetensi seperti ini amat penting dan berharga guna menghasilkan sebuah produk yang berkualitas dan menarik. Sebanyak 20 orang ASN Ditjen Bimas Katolik mendapat pendidikan dan pelatihan penulisan di media sesuai standar jurnalitik, yang berlangsung selama 4 hari (20-23/10) di Jakarta.

Diklat penulisan di Media ini semakin penting di era digital sekarang. Hal ini sudah menjadi tuntutan jaman dan tuntutan publik. Setiap organisasi, apalagi organisasi seperti instansi Kementerian Agama harus menginformasikan segala produk layanan, kebijakannya yang menyangkut dengan kehidupan dan kerukunan hidup beragama. Diharapkan sesudah pendidikan dan pelatihan ini Majalah Bimas Katolik akan menjadi lebih baik, menarik dan semakin efektif dalam mensosialisasikan semua Program Bimbingan Masyarakat Katolik. Sebab dalam pendidikan dan pelatihan ini, pembicara atau narasumber sudah membekali peserta berbagai masukan terkait peran media sebagai pembentuk opini publik dan pencitraan positif, teknik penulisan berita keagamaan, berbagai hal terkait “rahasia” penerbitan sebuah majalah, dan 10 prinsip dalam penulisan berita keagamaan. Harapannya begitu. Namun itu tergantung pada pribadi ASN Ditjen Bimas Katolik, apakah menggunakan Diklat ini dengan sebaik-baiknya atau sekedar ikutan? (Pormadi Simbolon)

Rabu, Oktober 28, 2015

Terobosan baru, Bimas Katolik dan Pusdiklat Kerjasama Adakan Diklat Penyuluh


Dari ki-ka: Agustinus T. Gempa, Sekretaris, Eusabius Binsasi, Dirjen, Abdurrahman Mas’ud, kepala Balitbang dan Diklat, M. Kusasi, Kepala Pusdiklat Teknis Keagamaan Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI pada acara pembukaan Diklat di Ciputat, Senin (15/06/2015) .Foto: koleksi pribadi
Ciputat -  Sebuah terobosan baru, Bimas Katolik dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI adakan kerjasama dalam melaksanakan Diklat penyuluh Katolik. Demikian salah satu benang merah sambutan Eusabius Binsasi, Direktur Jenderal Bimas Katolik, dalam acara Pembukaan di Ciputat, pada Senin (15/6).

Dalam sambutannya, Dirjen Bimas Katolik mengatakan akan menjadikan Diklat ini sebagai program tahunan, agar semua penyuluh mendapat pembinaan melalui diklat. Melihat data yang ada, masih begitu banyak penyuluh yang belum pernah mengikuti Diklat semacam ini. “Diklat harus kita upayakan, tiap tahun”, tegas Eusabius

Hal senada juga disampaikan oleh Abdurrahman Mas’ud, Kepala Balitbang dan Diklat Kementerian Agama dalam sambutannya. Ini merupakan terobosan baru. Terobosan ini memang harus dilaksanakan, karena Balitbang dan Diklat Kementerian Agama memiliki dana terbatas untuk melaksanakan Diklat bagi semua penyuluh Agama di lingkungan Kementerian Agama. Kerjasama dengan Bimas Katolik ini merupakan kerjasama kedua dalam mendiklat tenaga teknis keagamaan. Kerjasama terdahulu adalah pendiklatan pengawas pendidikan agama Katolik. Dengan unit lain, seperti Bimas Kristen, Hindu, Buddha, kita juga akan menjajaki kerjasama melaksanakan Diklat, tegas Abdurrahman Mas’ud

Ketua Panitia, Basuki Sigit Taruno, mengatakan bahwa Diklat ini merupakan terobosan dalam rangka memberikan kesempatan Diklat bagi semua penyuluh sehingga kompetensinya meningkat dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat. Ke depan, sebagaimana disampaikan Dirjen, ini menjadi program rutin.

Basuki Sigit Taruno, dalam laporannya juga mengatakan bahwa Diklat ini bertujuan untuk Mengembangkan keprofesian berkelanjutan, yaitu mengembangkan kompetensi Penyuluh Agama Katolik yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitas penyuluh agama. Acara diawali dengan Pembukaan, masukan Narasumber dan Widyaiswara (dari unsur Pemerintah dan Lembaga Gereja Katolik), praktek/simulasi, studi lapangan, ujian, evaluasi dan pembagian sertifikat.

Diklat ini diikuti oleh 40 orang penyuluh dari berbagai provinsi di Indonesia. Mereka sangat antusias mengikuti Diklat ini, karena merupakan kesempatan berharga dalam rangka perjalanankarir mereka. Pelaksanaan Diklat berlangsung selama 12 hari, mulai dari 15 hingga 26 Juni 2015. Selama pembinaan, para penyuluh dibekali berbagai pendidikan dan pelatihan berbagai materi terkait

Diklat ini terselenggara berkat kerjasama dan Koordinasi antara Direktorat Urusan Agama Katolik Ditjen Bimas Katolik dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. Pertemuan dibuka oleh Direktur Jenderal Bimas Katolik, Drs. Eusabius Binsasi. Acara pembukaan dihadiri selain Prof.Dr. Abdurrahman Mas’ud,MA., Ph.D, kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, juga dihadiri oleh Dr. H.M. Kusasi, M.Pd, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan, Drs. Agustinus Tungga Gempa, MM, Sekretaris Ditjen Bimas Katolik. Selain itu, acara pembukaan juga dihadiri pejabat Eselon III dan IV baik dari lingkungan Ditjen Bimas Katolik maupun Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. (Pormadi)

Jumat, Oktober 23, 2015

Bertemu Wakil Seskab

Bertemu dengan Wakil Sekretaris Kabinet Bapak Bistok Simbolon, Selasa (20/10) di Kantor Sekretariat Kabinet, Jalan Veteran Jakarta ketika mendampingi Bapak Direktur Urusan Agama Katolik, Sihar Petrus Simbolon‎ menyampaikan surat rencana Persiapan Natal Bersama Umat Kristiani tingkat nasional. Diwacanakan, Natal Nasional bisa Manado, Sulawesi Utara atau di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Rabu, Maret 04, 2015

Breaking News: Menteri Agama Lantik Pejabat Eselon II Pusat Bimas Katolik

Fransiskus Endang,Direktur Pendidikan(kiri) dan S.P. Simbolon, Direktur Urusan Agama Katolik
Menteri Agama Lukman Hakim Sayifuddin hari ini, Rabu (4/3) melantik sejumlah pejabat Eselon II Pusat dan Daerah serta sejumlah Rektor.

Dua diantara pejabat tersebut adalah pejabat pada lingkungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama RI. Salah satu diantaranya adalah Fransiskus Endang, SH,MM dilantik menjadi Direktur Pendidikan Katolik, sebelumnya menjabat sebagai Direktur Urusan Agama Katolik.

Pejabat lainnya adalah Sihar Petrus Simbolon, S.Th,MM dilantik menjadi Direktur Urusan Agama Katolik, sebelumnya menjabat Direktur Pendidikan Katolik. Pelantikan ini menunjukkan terjadinya pertukaran tempat antara dua eselon II Pusat Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik.

Salah seorang pegawai berkomentar, siapapaun pimpinannya, yang penting pelayanan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama RI, semakin baik dan dirasakan oleh masyarakat Katolik yang dilayaninya di tanah air seirama dengan semagat pelayanan yang digemakan oleh Menteri agama dan pemerintahan Jokowi-JK saat ini. Semoga. (pormadi)

Selasa, Januari 13, 2015

Refleksi dan Perayaan 80 Tahun Kardinal: "...Memuliakan Manusia"


Ada harapan Kardinal untuk bangsa, “semoga kita semua umat beragama, bersama tokoh-tokoh mampu meluhurkan dan memuliakan Tuhan dengan cara jujur, dan dengan syarat untuk memuliakan manusia”.

Harapan tersebut disampaikan oleh Julius Riyadi Darmaatmadja yang pada 20 Desember 2014 lalu, menginjak usia 80 tahun. Perayaan ulang tahun Kardinal tersebut dirayakan dan diisi dengan peluncuran Buku, Refleksi: Agama, Moral, dan Masa Depan Bangsa, dilanjutkan dengan Perayaan Syukuran dengan santap siang bersama, pada Sabtu (10/1), di Jakarta. 

Acara dibuka dimulai pada pukul 10.00 WIB pada Sabtu (12/01). Kegiatan dihadiri para Undangan dari berbagai lembaga dan tokoh masyarakat seperti: sejumlah Uskup, para pastor (seperti Rm. Magnis Suseno, dan lain-lain), suster, tokoh agama (seperti Din Samsudin, Ketua MUI) dan tokoh Masyarakat (Jakob Utama, CEO, Kompas, JB Sumarlin, mantan Menteri pada masa Orde Baru). 



Peluncuran Buku
Diawali dengan Kata pengantar dari Direktur Obor, Romo Agustinus Surianto, H. Dia mengatakan bahwa Buku dengan 3 judul ini diselesaikan kurang lebih (5) lima tahun. Ide tersebut muncul dari inspirasi dan keprihatinan perlunya “Buku” yang merangkum warisan nilai-nilai dan keteladanan dari Kardinal dibagikan kepada umat dan masyarakat umum.Ketiga judul buku tersebut: (a) Terlahir untuk Mengabdi, (b) Di Mata pasa Sahabat dan (c) Alam Pikiran dan Kharisma. 




Selanjutnya ada Sambutan Mgr Agustinus Agus, Ketua Perkumpulan Rohani, Penerbit Obor. Mgr Agus, panggilan akrab Uskup Agung Pontianak ini menyampaikan ucapan terimakasih sehingga buku ini selesai dengan baik dan dapat diluncurkan.

Peluncuran Buku, diawali dengan pemberian ketiga buku tersebut kepada dan Kardinal, JB Sumarlin, Buya Ahmad Syafii Maarif kemudian kepada berbagai tokoh lainnya oleh Penerbit Obor. Terakhir, pemberian buku kepada semua tamu undangan yang hadir. 



Refleksi: Agama, Moral, dan Masa Depan Bangsa
Acara Refleksi dalam syukuran atas 80 tahun Kardinal ini, diisi dengan pemaparan pemikiran dari para Narasumber, yang juga tokoh bangsa dan nasional, yaitu: Pdt. Andreas Yewangoe, Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera, Buya Ahmad Syafii Maarif,dan dimoderatori oleh Rikard Bagun (Kompas).

Moderator dan Para Narasumber (foto: Pormadi)

Pendeta Andreas Yewangoe, tokoh agama Kristen dan Tokoh Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, menyampaikan keprihatinannya tentang kehidupan beragama di Indonesia. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa beragama. Benarkah Indonesia sudah beragama? Beragama dan mempunyai agama merupakan 2 (dua) hal yang berbeda. Mempunyai agama bisa saja hanya di KTP, dan di kulitnya saja, credentia tanpa agenda.. Sedangkan beragama adala soal substansi terkait dengan sikap dan perbuatan, selalu mengarah kepada semua orang.

Kemudian bermoral tidak sama dengan bermoral. Ada orang bermoral, tapi belum tentu beragama. Maka untu membangun masa depan bangsa Indonesia adalah mewujudkan orang beragama, mewujudkan substansi beragama yang benar.

Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera juga menyampaikan keprihatinnya atas persoalan bangsa. Senada dengan Pendeta Yewangoe, mengatakan bahwa orang yang belum jelas identitas agamanya, belum tentu tidak bermoral, belum tentu jahat. Sebaliknya, janganlah mengangga orang beragama itu sudah pasti adalah orang yang memiliki cinta kasih, suka menolong dan lain-lain.

Kejujuran semakin lama semakin langka. Banyak kantin kejujuran yang didirikan 2 tahun lalu sekarang sudah mulai hilang, barang habis, uang hilang. Yang bertahan, Cuma kantin kejujuran di KPK. Mungkin lebih baik Kantin Kejujuran didirikan di Kementerian Agama (audiens tertawa. Red. Sindiran?).

Pendidikan merupakan satu-satunya cara membangun bangsa ini. Mendidik diri sendiri, memulai dari diri sendiri, mendidik anak-anak. Orang tua adalah guru bagi anak-anak di rumah. Guru di sekolah adalah orang tua bagi murid-murid. Penting peran pendidikan, Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera mengangkat ucapan Kaisar Jepang, ketika bangsa Jepang sudah kalah dari Sekutu, “Kita masih punya guru-guru”.

Buya Ahmad Syafii Maarif membacakan presentasinya dalam sebuah tulisan puitis untuk menunjukkan bahwa persahabatannya dengan Kardinal Julius Darmaatmadja sudah berlangsung cukup lama. Sejak tragedi 11 September 2001, tuduhan Islam sebagai sumber terorisme menyebar. Oleh sebab itu, atas prakarsa Deplu, tokoh lintas agama pada bulan Februari 2003 berangkat ke Vatikan dipimpin oleh Kardinal Julius Riyadi Darmaatmadja, SJ, untuk meluruskan bahwa sayap utama umat Islam Indonesia bersikap damai, moderat dan toleran. Hubungan antara pemeluk agama di Indonesia cukup baik. Misi yang dipimpin berhasil dan berjalan dengan baik.

Menjelang Pilpres tahun 2014, Buya Syafii Maarif berbicara melalui telepon bahwa sikap umat Katolik Indonesia kompak dalam pilihannya. Pembicaraan kami lebih banyak tentang masalah moral bangsa yang masih memprihatinkan. Bagi Kardinal, kemanusiaan adlah tunggal tak dapat dipecah. Siapapun yang ditimpa malapetaka, perlu ditolong tanpa melihat latar belakang, agama, suku, dan warna kulitnya. Dia juga satu suara dengan Kardinal bahwa agama yang tidak hirau dengan persoalan kemanusiaan, lambat atau cepat akan ditinggalkan pengikutnya. Agama juga di tangan pengikut yang terlepas dari kawalan moral dan keadaban bisa menjadi sumber kegaduhan dan konflik yang banyak membawa korban sia-sia.

Rikard Bagun, selaku moderator, berkomentar bahwa kita semua berada dalam perahau yang sama dalam memperjuangkan revolusi mental. Kita bergerak dan hidup menumpang di tempat yang sama.

Untuk menambah pandangan terkait refleksi ini, moderator meminta pandangan Mgr. Ignatius Suharyo, SJ, Uskup Agung Jakarta atas pemaparan para narasumber.

Uskup Agung Jakarta, Mgr. Suharyo terkesan dengan dua istilah yang disebut-sebut dalam Refleksi ini. Istilah tersebut adalah Artikulasi dan personifikasi. Artikulasi maksudnya ide-ide dapat dirumuskan dengan baik dan mengena. Personifikasi maksudnya masih ada harapan dari tokoh-tokoh yang telada-teladan bagi perbaikan masa depan bangsa. Kita masih mempunyai terang-terang kecil yang membawa harapan untuk masa depan bangsa. 

Perayaan Syukur 80 Tahun Kardinal Julius Darmaatmadja, SJ

Perayaan syukur 80 ulang tahun Kardinal Julius Darmaatmadja, SJ diawali dengan sambutan singkat dari Kardinal sendiri. Dalam sambutannya, Kardinal berharap, “semoga kita semua umat beragama, bersama tokoh-tokoh mampu meluhurkan dan memuliakan Tuhan dengan cara jujur, dan dengan syarat untuk memuliakan manusia”
Kemudian dialnjutkan acara pemotongan tumpeng, yang pertama-tama diberikan kepada Jakob Utama, CEOP Kompas, dan kemudian kepada kakak Kardinal yang mewakili besar Kardinal. Acara diakhiri dengan santap siang bersama Kardinal dan semua tamu undangan.

Refleksi para tokoh dan teladan bangsa di atas mengajak agar semua orang yang berkehendak baik dan hidup dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, tanpa kenal agama, etnis, warna kulit, mengedepankan kehidupan beragama yang substansial, kehidupan yang dikawal moralitas dan bersama-sama mewujudkan masa depan bangsa yang lebih baik ke depan. (Pormadi Simbolon, dari Gedung Bentara Budaya, Jakarta) 

Powered By Blogger