Di tengah publik kerapkali kata dan makna integritas diri dipermainkan
atau sekedar ucapan manis di lidah.
Publik dapat menyaksikan salah satu contoh bahwa persyaratan untuk menjadi
pemimpin, misalnya: lurah, camat, bupati, gubernur, anggota DPR, Presiden dan
lain sebagainya adalah harus memiliki integritas diri.
Satu lagi syarat penting yang resmi dan biasa dipraktekkan di lingkungan
pemerintahan untuk meneguhkan integritas seorang pemimpin adalah
mengucapkan janji atau sumpah di hadapan Tuhan, dan didampingi salah seorang
rohaniwan.
Faktanya, sebagian dari mereka yang terpilih itu selanjutnya dalam perjalanan
kepemimpinannya banyak yang tidak memiliki integritas diri.
Banyak diantara mereka ketika berpidato resmi, melarang bawahan korupsi, namun
mereka sendiri korupsi. Ketika mereka meminta bawahan disiplin, namun mereka
lebih melanggar disiplin. Mereka meminta agar bawahan menjaga etika sopan
santun, namun mereka sendiri yang tidak sopan-santun. Mereka melarang aksi
pornografi namun mereka sendiri yang menonton video pornografi saat sidang.
Integritas diri
Integritas dikatakan sebagai satu padunya antara kata-kata dengan perbuatan.
Seseorang dikatakan berintegritas bila kata-katanya terwujud di dalam
perbuatan.
Ketika kampanye, Joko Widodo berjanji, jika menang dalam pemilihan gubernur,
akan menerbitkan Kartu Jakarta sehat dan kartu Jakarta Pintar kepada
masyarakat yang membutuhkan sebagai bentuk upaya membangun kesejahteraan
masyarakat. Janji itu dipenuhi, ketika Joko Widodo (Jokowi) dan pasangannya
Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) memenangkan Pemilihan gubernur dan wakil
gubernur DKI Jakarta.
Kemunafikan
Ketiadaan integritas sama halnya dengan kemunafikan. Kemunafikan menunjukkan ke
permukaan suatu perbuatan hanya sebagai pencitraan diri, namun sebenarnya, ada
kebusukan yang ditutup-tutupi.
Sama halnya, dengan beberapa pemuka agama atau ahli agama, "iso khotbah,
ora iso ngelakoni", bisa berkhotbah, namun tidak bisa melakukannya. Ia
mengkhotbahkan agar umat hidup menjauhi larangan Allah, namun ia menyimpang
dari perintah Allah.
Tiada gunanya sambutan atau pidato seorang pemimpin, bila isinya tidak
mempunyai daya guna dan efek samping bagi pendengar. Sebagai contoh,
pidato tentang visi dan bangsa Indonesia yakni melindungi segenap warga
bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum. Pidato ini tidak akan
memiliki daya pengaruh bagi publik bila di lapangan ada sekelompok
minoritas tidak dilindungi hak asasinya. Itu namanya munafik, dan tidak
memiliki integritas.
Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi
Azra, melihat pemimpin bangsa ini mempraktekkan kemunafikan sebagai tanda
tiadanya integritas diri. Akibatnya, disorientasi nilai terjadi hampir di
berbagai aspek kehidupan. Sebagian masyarakat juga mengambil jalan menerabas,
mencari jalan mudahnya, dan tidak lagi percaya pada hukum (Kompas, 8/3).
Kemunafikan menunjukkan lemahnya integritas pemimpin tersebut. Azyumardi
mencontohkan, ketika pemimpin meminta elite politik tidak gaduh, tetapi pada
saat sama justru gaduh dengan kemelut internal di partai politik.
Dibutuhkan Satu Contoh
Masyarakat sudah jemu melihat para pemimpin yang katanya berintegritas namun
tidak memiliki integritas diri. Hal ini terlihat dari kemenangan pasangan
Jokowi dan Ahok dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta.
Bagi publik, benarlah kata-kata orang bijak ini: satu contoh jauh lebih baik
daripada 10,000 kata-kata nasehat. Bagi masyarakat, contoh pekerjaan Jokowi di Solo
dan pekerjaan Ahok di Belitung Timur cukup meyakinkan untuk mendorong mereka
memilih Jokowi-Ahok sebagai pemimpin.
Harapan ke depan, kata dan makna integritas diri dalam memilih para pemimpin
tidak boleh lagi dipermainkan. Sebentar lagi akan ada pemilihan calon
legislatif dan calon presiden dan calon wakilnya. Di sinilah kesempatan publik
melihat contoh-contoh atau teladan yang telah diperbuat para calon legislatif
maupun calon presiden dan calon wakil presiden. (Oleh Pormadi Simbolon, alumnus STFT Widya Sasana Malang)
Trima kasih mengunjungi blog kami!
Para pengunjung yth. semua isi blog ini ditulis atau disusun atas kemauan pribadi. Itu berarti blog ini berisi aneka pendapat, pemahaman, persepsi pribadi, dan pemikiran pribadi atas lingkungan kerja dan hidup sekitarnya. Harapan kami isi blog ini bermanfaat bagi pengunjung yang memerlukannya. Salam, GBU.
Senin, Maret 18, 2013
Sebuah Teladan Lebih Baik
Pormadi Paternus Simbolon lahir di Parsiroan, Kecamatan Pegagan Hilir, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Pendidikan SD berlangsung di SD Inpres Parsiroan (1982-1988), Pendidikan SMP di SMP Santo Paulus Sidikalang (1988-1991), Pendidikan SMA di SMA Seminari Menengah Pematang Siantar(1991-1995). Kemudian ia melanjutkan pendidikan tinggi di Sekolah Tinggi FIlsafat Teologi Widya Sasana Malang, Jawa Timur (1995-2000. Menikah dengan Tjuntjun pada 8 Juli 2007. Sekarang tinggal di Jakarta. Anda bisa menghubungi saya di email: pormadi.simbolon@gmail.com atau phone: +622132574808
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Pengguna:Pormadi"
Langganan:
Postingan (Atom)