dan penyalahgunaan wewenang sebagai pejabat publik, kita patut bertanya apakah orang ini tidak mendapat pelajaran agama? Tidak bisa dipungkiri, bahwa semua pelajar Indonesia relatif pasti mendapat pelajaran agama sesuai dengan iman dan agamanya itu. Persoalannya, ada apa dengan pelajaran agama?
Selama ini pelajaran agama, kerapkali tampak sekedar pemindahan ilmu pengetahuan dari seorang guru kepada murid-muridnya, tidak ada bedanya dengan pelajaran Fisika, atau Biologi. Guru terkesan sekedar menyuruh menghafal materi pelajaran agama, menghafal ayat-ayat Kitab Suci, tanpa melihat relevansi pelajaran agama itu dalam hidupnya. Guru pun tidak memberikan teladan seperti apa yang diajarkannya.
Akhirnya, lahirlah banyak pejabat atau pengusaha yang mempelajari agama sekedar sebagai ilmu pengetahuan. Ia tahu tentang ilmu agama, namun tidak tahu bagaimana menjalaninya dalam hidup.
Sudah saatnya, pembelajaran pendidikan agama dan keagamaan benar-benar menyentuh seluruh diri pribadi seorang peserta didik secara utuh. Pelajaran agama bukan sekedar memindahkan ilmu tentang agama, namun juga menginternalisasi nilai-nilai ajran agama seperti nilai kejujuran, keadilan, toleran, demokratis, tanggung jawab, loyal, tangguh, dan lain sebagainya.
Sebab kita tahu bahwa hekekan pendidikan nasional (menurut UU Sisdiknas No 20/2003 pasal 1 butir 1) adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Mudah-mudahan metode pembelajaran agama ke depan tidak lagi sekedar pengalihan ilmu tentang agama namun benar-benar menjadi sarana pembentukan pribadi manusia yang beriman, bertakwa, budi luhur, adil, demokratis, toleran, mandiri, tangguna jawab, disiplin, solider loyal, dan lain sebagainya (Bdk. PP Nomor 55 Tahun 2007, pasal 5) . Semoga.