foto: pormadi |
Oleh: Pormadi Simbolon
Paus Fransiskus telah menunjuk dan mengangkat Monsignor (Mgr) Ignatius Suharyo yang sekarang sedang mengabdi sebagai Uskup Agung Jakarta menjadi Kardinal (Minggu, 1 September 2019) bagi bangsa Indonesia. Figur Ignatius Suharyo, yang kerap disebut "uskup Pancasila" sekarang sudah dipilih menjadi Kardinal.
Dalam tradisi Katolik, kardinal adalah sebuah gelar rohani sangat tua yang secara hirarkis berada langsung dalam lingkaran Paus sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia. Para kardinal dipilih dan diangkat oleh Paus. Ini merupakan hak prerogatif Paus. Tujuannya mendukung Paus dalam menjalankan tugas kepausannya memimpin Gereja Katolik, baik secara individu, maupun secara kollegium.
Dilihat dari tugasnya, para kardinal menjalankan tugas dari memimpin perkantoran-perkantoran kuria di Vatikan, hingga pemimpin gereja lokal negara masing-masing dan penasihat gereja lokal. Tugas utama paling menonjol para kardinal adalah memilih paus yang baru. Ketika terjadi kekosongan jabatan paus di Roma, para kardinal sebagai kollegium memimpin roda pemerintahan Gereja Katolik. Para kardinal juga memiliki hak dipilih menjadi Paus.
Kardinal ketiga Indonesia
Mgr Ignatius Suharyo yang juga menjabat sebagai Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia merupakan kardinal ketiga Indonesia. Kardinal kedua adalah Mgr Julius Darmaatmadja yang ditunjuk pada tahun 1994 saat menjabat Uskup Agung Semarang. Kardinal pertama adalah Mgr Justinus Darmojuwono yang dilantik pada 1967 di sela tugasnya tugasnya sebagai Uskup Agung Semarang pada 1963-1981.
Bangsa Indonesia sangat bersyukur atas terpilihnya Ignatius Suharyo menjadi kardinal. Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin mengucapkan selamat atas pengangkatan Ignatius Suharyo sebagai kardinal dan berharap menjadi berkah bagi bangsa Indonesia. Ucapan selamat juga datang dari tokoh nasional, H Ahmad Syafii Maarif.
Semangat Menjaga Pancasila
Menurut Adi Prasojo, Sekretaris Keuskupn Agung Jakarta, keterpilihan Mgr Ignasius Suharyo merupakan buah dari kepemimpinannya selama ini (Jawa Pos,3/9). Bagi umat Katolik Keuskupan Agung Jakarta, Uskup Suharyo sering digelari “Sang Uskup Pancasila”. Mengapa tidak, dialah yang menggagas agar umat Katolik Keuskupan Agung Jakarta menjadi persekutuan dan gerakan umat Allah, bercita-cita menjadi pembawa sukacita injil dalam mewujudkan Kerajaan Allah yang Maharahim dengan mengamalkan Pancasila demi keselamatan manusia dan keutuhan ciptaan (Arah Dasar KAJ 2016-2020)
Penulis, merupakan salah satu umat Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) sangat merasakan betapa Mgr Suharyo mencintai tanah air Indonesia dan menjaga Pancasila. Uskup yang rendah hati ini dengan penuh semangat mengajak umat Keuskupan Agung Jakarta yang berjumlah 499.485 jiwa (2014) mengamalkan Pancasila mulai sari sila pertama sampai dengan sila kelima dari tahun 2016 sampai dengan 2020.
Tahun 2016 umat Katolik KAJ diajak merefleksikan dan mengamalkan sila Pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Tema yang menjadi bahan permenungan umat mulai dari tingkat keuskupan, paroki hingga lingkungan (komunitas basis) adalah Amalkan Pancasila: Kerahiman Allah Memerdekakan”.
Kemudian tahun 2017 umat Katolik KAJ bersama-sama mendalami sila kedua Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab. Harapannya, dengan menghayati sila kedua tersebut, umat makin adil terhadap sesama, makin beradab. Semboyannya, Makin Adil, Makin Beradab.
Sila ketiga, yaitu Persatuan Indonesia dihayati pada 2018. Persatuan Indonesia adalah cita-cita bersama karena realitasnya bangsa Indonesia adalah majemuk. Umat diajak agar menghayati persatuan Indonesia dengan semboyan: Amalkan Pancasila, Kita Bhinneka, Kita Indonesia.
Pada tahun 2019 yang juga merupakan tahun pemilihan umum di Indonesia, Uskup Suharyo mengajak umat Katolik KAJ untuk mengamalkan sila keempat yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Tema yang ditetapkan adalah Amalkan Pancasila, Kita Berhikmat, Bangsa Bermartabat. Menurut Suharyo, berhikmat dalam bahasa Pancasila, sama dengan menjadi semakin sempurna dalam kesucian dalam bahasa Gereja Katolik.
Bagi Mgr Suharyo, sila pertama, kedua dan ketiga merupakan nilai-nilai yang menjiwai demokrasi di Indonesia. Sila keempat merupakan prosedur demokrasi, dan sila kelima merupakan tujuan demokrasi, yaitu mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tidak berlebihan karena gagasan dan cintanya pada Pancasila dan Indonesia, Mgr Suharyo kerapkali digelari “Sang Uskup Pancasila”. Bagi Mgr Suharyo, dalam sejarah perjalanan bangsa ini, Pancasila sudah teruji dan ampuh dalam menjaga persatuan dan kerukunan nasional.
Anugerah bagi Indonesia
Dalam konteks Indonesia yang sudah 74 tahun merdeka, figur penjaga dan penegak Pancasila seperti Mgr Suharyo merupakan anugerah besar dan teladan. Indonesia dewasa ini butuh figur-figur penjaga Pancasila. Dewasa ini, gagasan mengamalkan dan menjaga Pancasila sangat relevan dan aktual digemakan di tengah situasi terjadinya kemerosotan dalam pengetahuan, pengamalan dan penghayatan Pancasila hingga dewasa ini. Maraknya berita hoaks, ujaran kebencian, fitnah, intoleransi ujaran rasisme dan perpecahan di tengah masyarakat merupakan hal yang sepatutnya tidak terjadi jika Pancasila sudah diamalkan.
Karena kecintaannya pada tanah air dan Indonesia yang pancasilais, Uskup Suharyo sebagai Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia ikut hadir menandatangani Deklarasi Umat Beragama di Jakarta (Senin, 21/2015). Dalam kesempatan itu, Uskup Suharyo mengatakan bahwa “dengan menjaga Pancasila, kita ikut menjaga kerukunan. Pancasila adalah landasan kuat dan mendasar dalam menjaga harmoni dalam NKRI”.
Penulis ikut menyaksikan penandatanganan deklarasi tersebut pada acara yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri empat tahun lalu dengan maksud sebagai upaya sinergi pemerintah dan majelis-majelis agama dalam mewujudkan kerukunan umat beragama.
Bangsa Indonesia bersyukur dan bergembira memiliki salah satu putera terbaik bangsa, Mgr Ignatius Suharyo, “Sang Uskup Pancasila” diangkat menjadi kardinal. Kardinal bertugas bagi bangsa dan Gereja Katolik Indonesia dalam menghadirkan keselamatan semua orang dan keutuhan ciptaan-Nya. Semoga kehadiran Kardinal menjadi berkah bagi Indonesia.***
Penulis adalah umat KAJ dan mahasiswa pascasarjana STF Driyarkara Jakarta
Sumber: Harian Analisa