Gereja Katolik sesungguhnya adalah bagian integral dan tidak terpisahkan dari seluruh masayarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, segala kemajuan, kebaikan dan kemakmuran dicapai oleh pemerintah bersama masyarakat juga merupakan kemajuan, kebaikan dan kemakmuran masyarakat Katolik. Sebaliknya, kedamaian dan cinta kasih serta nilai-nilai luhur yang ada dalam Gereja Katolik adalah juga kekayaan yang mesti dirasakan dan dialami juga oleh masyarakat dan pemerintah.
Demikian pernyataan Uskup Agung Samarinda, Mgr. Sului Florentinus, MSF dalam sambutannya pada pembukaan pertemuan Forum Konsultatif Tokoh Masyarakat Katolik Provinsi Gerejawi Samarinda yang berlangsung pada 11-13 September 2009 di Hotel Grand Tiga Mustika, Balikpapan, Kalimantan Timur.
Sementara Gubernur Kalimantan Timur yang diwakili oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kalimantan Timur, Ambransyah Mukrie menyambut baik pertemuan ini. Sebelum membuka pertemuan ini secara resmi, ia mengharapkan pertemuan konsultatif ini memberikan masukan berupa pemikiran yang konstruktif untuk kebaikan umat dan berdampak positif terhadap hubungan antar umat beragama sehingga terjalin harmonis.
Pertemuan ini diselenggarakan atas kerja sama Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Departemen Agama RI dengan Keuskupan Agung Samarinda. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Drs. Stef Agus, memandang perlunya saat ini, para tokoh, pemuka, cendekiawan, pelaku organisasi politik dan kemasyarakatan, instansi/lembaga karya sosial karitatif untuk sering berkumpul, duduk bersama membicarakan dan memahami bersama realitas sosio-politik dan sosio-ekonomi di wilayah provinsi Gerejawi Samarinda dan merumuskan kerangka pemberdayaan kader Katolik di bidang politik dan ekonomi sebagai upaya menanggapi keprihatinan sosial Gereja.
Pertemuan Forum Konsultatif semacam ini sudah 6 kali dilaksanakan di berbagai provinsi gerejawi di Indonesia (antara lain di Timika, Pontianak, Ledalero, Hokeng, Palembang, dan Medan). Pada kesempatan kali ini pertemuan forum konsultatif tokoh masyarakat Katolik dilaksanakan di Provinsi Gerejawi Samarinda. Direktur Jenderal Bimas Katolik memperkenalkan tokoh-tokoh masyarakat Katolik berskala nasional yaitu Dr. Cosmas Batubara, Dr. J. Riberu, Drs. Frans Meak Parera, dan Mayjen (Purn.) Herman Musakabe, yang akan memberikan masukan-masukan penting di bidang kaderisasi di bidang politik dan ekonomi. Pada kesempatan ini sedianya, Prof. Dr. J.B. Sumarlin hadir, namun karena ada halangan yang tidak bisa ditinggalkan, beliau tidak hadir.
Hadir para pimpinan Gereja Katolik dan tokoh masyarakat Katolik yang berkarya di pemerintahan. Para pimpinan Gereja Katolik dari wilayah Provinsi Gerejawi Samarinda atau perwakilannya: selain Uskup Agung Samarinda, juga ada Uskup Keuskupan Tanjung Selor, Mgr. Yustinus Harjosusanto,MSF; Vikjen keuskupan Banjarmasin, Pastor Th. Yuliono Prasetyo Adi, MSC; Vikjen Keuskupan Palangka Raya, Pastor Silvanus Subandi,Pr. Turut diundang para tokoh masyarakat Katolik, antara lain, Ibu Veridiana Huraq Wang, S.Pd, Petrus B. Kolin, Dr. Petrus Purwadi,MS, dan tokoh lainnya.
Keadaan Riil Lapangan
Berangkat dari situasi politik di lapangan, Uskup Agung Samarinda menengaskan umat Katolik harus terlibat aktif dalam politik. Terlebih lagi, awamlah yang paling dituntut untuk berperan politik praktis dengan memperjuangkan kesejahteraan umum dan kepemimpinan berwawasan nasional. Sementara peran Gereja, dalam hal ini hirarki, penting dalam menyuarakan firman Tuhan. Gereja harus menjadi nabi, meskipun tidak didengarkan, namun tidak jemu-jemu mewartakan kebenaran.
Di bidang ekonomi, masih ditemukan keadaan dimana terjadi pengeksploitasian sumber daya alam secara ngawur dan membabi buta. Peraturan pemerintah terlalu longgar, sangsi terhapus oleh uang pelicin. Oleh sebab itu penduduk yang terdiri dari kaum kecil terus mengalami penderitaan dan kemiskinan.
Sementara itu, Uskup Tanjung Selor menyampaikan keadaan riil di lapangan, masih ditemukan tantangan berat di tengah masyarakat, antara lain, mentalitas dan budaya orientasi uang, rendahnya mutu pendidikan, motivasi perjuangan yang rendah serta adanya kesenjangan peran dalam bidang ekonomi antara pendatang dan penduduk asli. Yang menarik, “mentalitas fee” yaitu berorientasi pada uang, mendorong umat menjual tanahnya. Dengan cepat pula uang habis. Banyak umat melepaskan tanahnya untuk perkebunan besar, bahkan ada umat rela tanahnya habis dijual demi uang yang cepat di dapat. Bila ini dibiarkan, masalah ekonomi bisa menjadi masalah serius, tegas uskup Tanjung Selor ini.
Sementara di Keuskupan Palangka Raya, umat merasakan kekurangan tenaga-tenaga handal di bidang politik dan ekonomi. Tenaga di bidang pastoral dan pendidikan saja amat kurang, apalagi tenaga di bidang politik dan ekonomi. Sekarang ini yang paling hangat digalakkan di Keuskupan Palangka Raya adalah soal kemandirian umat secara pribadi dalam beriman atas kesadaran dan inisiatif dari diri sendiri. Demikian rangkuman paparan Pastor Silvanus Subandi,Pr, Vikjen Keuskupan Palangka Raya.
Yang tidak kalah menarik juga adalah situasi dan keadaan di Keuskupan Banjarmasin dimana umat Katoliknya minoritas. Menurut Vikjen Keuskupan Banjarmasin, Pastor Th. Yuliono Prasetyo Adi, MSC, keadaan umat Katolik di Kalimantan Selatan, tidak jauh beda dengan dengan di daerah Kalimantan lain. Dalam tataran politik, umat Katolik tidak mempunyai pengaruh. Namun di bidang ekonomi, umat Katolik berpengaruh sebagai pelaku ekonomi. Banyak pengusaha di kota Banjarmasin beragama Katolik. Melalui bidang ekonomi, Gereja Katolik di Keuskupan Banjarmasin merangkul para pengusaha dalam mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat umum.
Masukan Inspiratif Tokoh-tokoh Masyarakat Katolik
Menurut Cosmas Batubara, semua peserta pertemuan ini sepakat bahwa kita harus berpartisipasi dalam politik. “Kita harus berpolitik, kalau kita tidak mau dipermainkan”, tegasnya. Dalam berpolitik, kita harus melihat kerangka politik nasional, sehingga kita bisa melihat kerangka politik lokal. Dalam berpolitik kita harus memperjuangkan kepentingan nasional. Dengan demikian, kepentingan kita juga ikut terselamatkan. “Orang Katolik tak usah berkecil hati. Mereka (kelompok lain, red.) akan mendukung kita kalau kita berprestasi dan menonjol serta memperjuangkan kepentingan nasional. Kita harus pandai berkomunikasi dan berargumentasi. Kita harus rajin dan mendalami masalah”, tegasnya.
Sementara itu, Dr. Jan Riberu melihat bahwa pembangunan umat Katolik di Provinsi Gerejawi Samarinda di bidang pendidikan adalah penting dan mendesak dilakukan. Selain sebagai sarana menghadirkan karya keselamatan Kristus, kita menciptakan kader-kader bangsa. Menurut Riberu, tanpa pendidikan, orang Katolik tidak bisa menjadi kader di bidang politik dan ekonomi yang profesional. Tujuan pendidikan adalah profesionalisme. Seseorang baru bisa disebut profesional kalau ia memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap profesional, dan moralitas.
Di bidang media, Drs. Frans Meak parera mengungkapkan bahwa orang-orang Katolik juga bisa berperan di luar pemerintahan yaitu lewat pengembangan sarana dan prasarana media komunikasi. Di jaman sekarang ini berkembang kepemimpinan techno-culture dalam dunia global-teknokratif yaitu trend kepemimpinan masa depan melalui pendidikan. Hasilnya: orang semakin mampu berbicara, membaca, menulis, me-mange dengan baik. “Berdirinya Universitas Media Nusantara Kompas-Gramedia dan Politeknik Negeri Media Kreatif di Jakarta hendaknya menjadi inspirasi untuk memajukan kepemimpinan techno-culture di Kalimantan Timur”, demikian harapan Bapak Frans Meak Parera yang merupakan Mantan Kepala Bank Naskah Kompas-Gramedia Jakarta.
Di bidang pemerintahan, Mayjen (Purn.) Herman Musakabe, mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur, menekankan pemberdayaan sumber daya manusia Katolik di bidang pemerintahan. Upaya yang pertama dan utama yang perlu ditempuh adalah menciptakan kerja sama sinergis antara tokoh-tokoh Katolik di pemerintahan daerah, baik eksekutif maupun legislatif, dengan pimpinan Gereja lokal untuk meningkatkan peran umat Katolik dalam pembangunan ekonomi dan politik.
Kesepakatan Bersama
Pertemuan forum konsultatif tokoh masyarakat Katolik Provinsi Gerejawi Samarinda ini pada hari terakhir menghasilkan 7 butir kesepakatan bersama. Para peserta pertemuan yang terdiri dari pimpinan Gereja/ hirarki dan tokoh-tokoh masyarakat bersepakat melakukan beberapa hal, antara lain: mendorong setiap Keuskupan untuk membentuk Forum Konsultatif Tokoh Masyarakat Katolik sebagai sarana sharing informasi dan dan kaderisasi politik dan ekonomi di wilayah propinsi.
Kemudian, disepakati adanya peningkatan komunikasi dan kerjasama sinergis antara tokoh masyarakat Katolik di lembaga eksekutif dan legislatif dengan pimpinan Gereja Katolik sebagai upaya mengembangkan peranserta umat Katolik dalam membangun tatanan sosial ekonomi-politik yang lebih mengutamakan kesejahteraan umum (bonum commune).
Demikian pernyataan Uskup Agung Samarinda, Mgr. Sului Florentinus, MSF dalam sambutannya pada pembukaan pertemuan Forum Konsultatif Tokoh Masyarakat Katolik Provinsi Gerejawi Samarinda yang berlangsung pada 11-13 September 2009 di Hotel Grand Tiga Mustika, Balikpapan, Kalimantan Timur.
Sementara Gubernur Kalimantan Timur yang diwakili oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kalimantan Timur, Ambransyah Mukrie menyambut baik pertemuan ini. Sebelum membuka pertemuan ini secara resmi, ia mengharapkan pertemuan konsultatif ini memberikan masukan berupa pemikiran yang konstruktif untuk kebaikan umat dan berdampak positif terhadap hubungan antar umat beragama sehingga terjalin harmonis.
Pertemuan ini diselenggarakan atas kerja sama Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Departemen Agama RI dengan Keuskupan Agung Samarinda. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Drs. Stef Agus, memandang perlunya saat ini, para tokoh, pemuka, cendekiawan, pelaku organisasi politik dan kemasyarakatan, instansi/lembaga karya sosial karitatif untuk sering berkumpul, duduk bersama membicarakan dan memahami bersama realitas sosio-politik dan sosio-ekonomi di wilayah provinsi Gerejawi Samarinda dan merumuskan kerangka pemberdayaan kader Katolik di bidang politik dan ekonomi sebagai upaya menanggapi keprihatinan sosial Gereja.
Pertemuan Forum Konsultatif semacam ini sudah 6 kali dilaksanakan di berbagai provinsi gerejawi di Indonesia (antara lain di Timika, Pontianak, Ledalero, Hokeng, Palembang, dan Medan). Pada kesempatan kali ini pertemuan forum konsultatif tokoh masyarakat Katolik dilaksanakan di Provinsi Gerejawi Samarinda. Direktur Jenderal Bimas Katolik memperkenalkan tokoh-tokoh masyarakat Katolik berskala nasional yaitu Dr. Cosmas Batubara, Dr. J. Riberu, Drs. Frans Meak Parera, dan Mayjen (Purn.) Herman Musakabe, yang akan memberikan masukan-masukan penting di bidang kaderisasi di bidang politik dan ekonomi. Pada kesempatan ini sedianya, Prof. Dr. J.B. Sumarlin hadir, namun karena ada halangan yang tidak bisa ditinggalkan, beliau tidak hadir.
Hadir para pimpinan Gereja Katolik dan tokoh masyarakat Katolik yang berkarya di pemerintahan. Para pimpinan Gereja Katolik dari wilayah Provinsi Gerejawi Samarinda atau perwakilannya: selain Uskup Agung Samarinda, juga ada Uskup Keuskupan Tanjung Selor, Mgr. Yustinus Harjosusanto,MSF; Vikjen keuskupan Banjarmasin, Pastor Th. Yuliono Prasetyo Adi, MSC; Vikjen Keuskupan Palangka Raya, Pastor Silvanus Subandi,Pr. Turut diundang para tokoh masyarakat Katolik, antara lain, Ibu Veridiana Huraq Wang, S.Pd, Petrus B. Kolin, Dr. Petrus Purwadi,MS, dan tokoh lainnya.
Keadaan Riil Lapangan
Berangkat dari situasi politik di lapangan, Uskup Agung Samarinda menengaskan umat Katolik harus terlibat aktif dalam politik. Terlebih lagi, awamlah yang paling dituntut untuk berperan politik praktis dengan memperjuangkan kesejahteraan umum dan kepemimpinan berwawasan nasional. Sementara peran Gereja, dalam hal ini hirarki, penting dalam menyuarakan firman Tuhan. Gereja harus menjadi nabi, meskipun tidak didengarkan, namun tidak jemu-jemu mewartakan kebenaran.
Di bidang ekonomi, masih ditemukan keadaan dimana terjadi pengeksploitasian sumber daya alam secara ngawur dan membabi buta. Peraturan pemerintah terlalu longgar, sangsi terhapus oleh uang pelicin. Oleh sebab itu penduduk yang terdiri dari kaum kecil terus mengalami penderitaan dan kemiskinan.
Sementara itu, Uskup Tanjung Selor menyampaikan keadaan riil di lapangan, masih ditemukan tantangan berat di tengah masyarakat, antara lain, mentalitas dan budaya orientasi uang, rendahnya mutu pendidikan, motivasi perjuangan yang rendah serta adanya kesenjangan peran dalam bidang ekonomi antara pendatang dan penduduk asli. Yang menarik, “mentalitas fee” yaitu berorientasi pada uang, mendorong umat menjual tanahnya. Dengan cepat pula uang habis. Banyak umat melepaskan tanahnya untuk perkebunan besar, bahkan ada umat rela tanahnya habis dijual demi uang yang cepat di dapat. Bila ini dibiarkan, masalah ekonomi bisa menjadi masalah serius, tegas uskup Tanjung Selor ini.
Sementara di Keuskupan Palangka Raya, umat merasakan kekurangan tenaga-tenaga handal di bidang politik dan ekonomi. Tenaga di bidang pastoral dan pendidikan saja amat kurang, apalagi tenaga di bidang politik dan ekonomi. Sekarang ini yang paling hangat digalakkan di Keuskupan Palangka Raya adalah soal kemandirian umat secara pribadi dalam beriman atas kesadaran dan inisiatif dari diri sendiri. Demikian rangkuman paparan Pastor Silvanus Subandi,Pr, Vikjen Keuskupan Palangka Raya.
Yang tidak kalah menarik juga adalah situasi dan keadaan di Keuskupan Banjarmasin dimana umat Katoliknya minoritas. Menurut Vikjen Keuskupan Banjarmasin, Pastor Th. Yuliono Prasetyo Adi, MSC, keadaan umat Katolik di Kalimantan Selatan, tidak jauh beda dengan dengan di daerah Kalimantan lain. Dalam tataran politik, umat Katolik tidak mempunyai pengaruh. Namun di bidang ekonomi, umat Katolik berpengaruh sebagai pelaku ekonomi. Banyak pengusaha di kota Banjarmasin beragama Katolik. Melalui bidang ekonomi, Gereja Katolik di Keuskupan Banjarmasin merangkul para pengusaha dalam mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat umum.
Masukan Inspiratif Tokoh-tokoh Masyarakat Katolik
Menurut Cosmas Batubara, semua peserta pertemuan ini sepakat bahwa kita harus berpartisipasi dalam politik. “Kita harus berpolitik, kalau kita tidak mau dipermainkan”, tegasnya. Dalam berpolitik, kita harus melihat kerangka politik nasional, sehingga kita bisa melihat kerangka politik lokal. Dalam berpolitik kita harus memperjuangkan kepentingan nasional. Dengan demikian, kepentingan kita juga ikut terselamatkan. “Orang Katolik tak usah berkecil hati. Mereka (kelompok lain, red.) akan mendukung kita kalau kita berprestasi dan menonjol serta memperjuangkan kepentingan nasional. Kita harus pandai berkomunikasi dan berargumentasi. Kita harus rajin dan mendalami masalah”, tegasnya.
Sementara itu, Dr. Jan Riberu melihat bahwa pembangunan umat Katolik di Provinsi Gerejawi Samarinda di bidang pendidikan adalah penting dan mendesak dilakukan. Selain sebagai sarana menghadirkan karya keselamatan Kristus, kita menciptakan kader-kader bangsa. Menurut Riberu, tanpa pendidikan, orang Katolik tidak bisa menjadi kader di bidang politik dan ekonomi yang profesional. Tujuan pendidikan adalah profesionalisme. Seseorang baru bisa disebut profesional kalau ia memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap profesional, dan moralitas.
Di bidang media, Drs. Frans Meak parera mengungkapkan bahwa orang-orang Katolik juga bisa berperan di luar pemerintahan yaitu lewat pengembangan sarana dan prasarana media komunikasi. Di jaman sekarang ini berkembang kepemimpinan techno-culture dalam dunia global-teknokratif yaitu trend kepemimpinan masa depan melalui pendidikan. Hasilnya: orang semakin mampu berbicara, membaca, menulis, me-mange dengan baik. “Berdirinya Universitas Media Nusantara Kompas-Gramedia dan Politeknik Negeri Media Kreatif di Jakarta hendaknya menjadi inspirasi untuk memajukan kepemimpinan techno-culture di Kalimantan Timur”, demikian harapan Bapak Frans Meak Parera yang merupakan Mantan Kepala Bank Naskah Kompas-Gramedia Jakarta.
Di bidang pemerintahan, Mayjen (Purn.) Herman Musakabe, mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur, menekankan pemberdayaan sumber daya manusia Katolik di bidang pemerintahan. Upaya yang pertama dan utama yang perlu ditempuh adalah menciptakan kerja sama sinergis antara tokoh-tokoh Katolik di pemerintahan daerah, baik eksekutif maupun legislatif, dengan pimpinan Gereja lokal untuk meningkatkan peran umat Katolik dalam pembangunan ekonomi dan politik.
Kesepakatan Bersama
Pertemuan forum konsultatif tokoh masyarakat Katolik Provinsi Gerejawi Samarinda ini pada hari terakhir menghasilkan 7 butir kesepakatan bersama. Para peserta pertemuan yang terdiri dari pimpinan Gereja/ hirarki dan tokoh-tokoh masyarakat bersepakat melakukan beberapa hal, antara lain: mendorong setiap Keuskupan untuk membentuk Forum Konsultatif Tokoh Masyarakat Katolik sebagai sarana sharing informasi dan dan kaderisasi politik dan ekonomi di wilayah propinsi.
Kemudian, disepakati adanya peningkatan komunikasi dan kerjasama sinergis antara tokoh masyarakat Katolik di lembaga eksekutif dan legislatif dengan pimpinan Gereja Katolik sebagai upaya mengembangkan peranserta umat Katolik dalam membangun tatanan sosial ekonomi-politik yang lebih mengutamakan kesejahteraan umum (bonum commune).
Kesepakatan lain: peningkatan komunikasi dan kerjasama antara Gereja Katolik dengan Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota berdasarkan prinsip kesetaraan; dibentuknya jejaring di antara para aktivis politik, birokrat dan politisi sebagai upaya memperkuat eksistensi umat Katolik di bidang politik dan ekonomi; dukungan kepada karya umat Katolik dalam mengembangkan lembaga keuangan mikro seperti credit union (CU); peningkatan kualitas SDM melalui pelayanan kesehatan dan pendidikan Katolik yang relevan dan bermutu untuk mengembangkan profesionalisme dan moralitas; dan upaya peningkatan kesadaran berpolitik melalui Catholic Centre yang sudah ada atau lembaga-lembaga lain di Kalimantan Timur sebagai sarana pendidikan politik dan wadah dialog-komunikasi antargenerasi muda dengan tokoh Katolik senior dan hirarki Gereja Katolik. (Sumber: dari Majalah HIDUP dan Buletin Bimas Katolik)