Ambil contoh kritik kepada DPR. Kritik bahwa lembaga DPR atau dulu disebut Parlemen Indonesia kekanak-kanakan pernah dilontarkan oleh mantan Presiden Gus Dur (Abdurrahman Wahid).
Kritik dengan cap kekanak-kanakan oleh Gus Dur bagi anggota DPR terjadi karena anggota DPR kerap beradu jotos alias berantam di gedung tempat DPR terhormat. Karena kritik Gus Dur itu, mungkin menjadi sala satu penyebab bahwa masa pemerintahannya tidak bertahan lama.
Contoh lain, kritik senada dengan sebutan kekanak-kanakan itu juga pernah dilontarkan pers luar negeri kepada Parlemen Indonesia sebagai kritik (1953)(lih.A.S.Sudiarja,SJ, Karya Lengkap Driyarkara: Gramedia: 2006, hlm.XXX). Pers Barat (tidak disebutkan nama pers darimana) menyebut bahwa Parlemen Indonesia itu childish (kekanak-kanakan), para pemimpin dan pegawainya tidak cakap, tidak jujur, terlalu banyak korupsi dan sebagainya.
Mendengar kritik (kekanak-kanakan), terlebih lagi bila dijadikan cap bagi kita akan menyakitkan. Kritik ini semestinya menjadi permenungan semua pemimpin di negeri ini.
Sebab nyata-nyatanya dewasa ini, kritik pers luar negeri tersebut masih relevan bagi bangsa kita. Masih banyak pemimpin entah di pusat atau di daerah, demikian juga anggota DPR dan aparatur negara lainnya yang masih belum optimal mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sejumlah pegawai negeri tidak produktif, hanya datang ke kantor, duduk, nongkrong lalu menunggu absen dan pulang.
Malahan karena penegakan hukum lemah, kasus korupsi tetap merajalela. Kasus yang lain belum tuntas (kasus Bibit-Candra), kasus Gayus muncul menampar wajah penegak hukum.
Elit partai politik sibuk mempersiapkan pencitraan diri, sementara rakyat korban bencana belum pulih sepenuhnya dari penderitaannya.
Yang menjadi korban adalah rakyat kecil karena ulah yang tidak bertanggung jawab dan kekanak-kanakan oleh oknum aparatur negara.
Untuk itu, kritik semacam kritik dari pers luar negeri yang pedas tersebut perlu diterima bukan dengan emosi atau diabaikan saja.
Pada jamannya, Prof.Dr. N. Driyarkara memberi pendapat lewat tulisan di sebuah majalah "Warung Pojok": 'Orang sini mendengar berondongan kritik pedas macam itu tidak boleh marah atau juga tidak boleh tidur saja. Orang yang kalau dikritik lalu marah, membantah, tidak akan memperbaiki tindakannya. Sebaliknya, jika nekad, tidak peduli, ia akan celaka sendiri. Kritik Luar Negeri memang keras. Moga-moga saja orang sini tidak keras kepala' (Diarium Driyarkara, 20-4-1954, ibid. Sudiarja SJ).
Masukan atau pandangan Driyarkara tersebut benar-benar kena di hati jika kita membacanya dengan sepenuh hati. Namun, akan berlalu sia-sia begitu saja bila dibaca dengan setengah hati.
Mari kita peduli akan kritik dan menindaklanjutinya, bukan dengan marah atau pura-pura tidak dengar.
Powered by Telkomsel BlackBerry®