NKRI, KONFLIK AGAMA
DAN SUMPAH SETIA PADA PANCASILA DAN UUD 1945
Oleh Pormadi Simbolon*
Konflik antar pemeluk agama, khususnya antar pemeluk agama Islam – Kristen dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seyogiyanya tidak berlarut-larut terjadi hingga dewasa ini bila aparatur negara dan masyarakat sungguh-sungguh setia dan taat sepenuhnya pada Pancasila dan UUD 1945. Sebab Pancasila dan UUD 1945 memang dimaksudkan para pendiri bangsa (the founding fathers) untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia dari aneka ancaman dan gangguan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Para pendiri bangsa kita yang telah melahirkan dan membentuk negara ini dengan pemikiran arif dan bijaksana, dan dengan pandangan yang jauh ke depan telah meletakkan dasar-dasar yang kuat dan teguh di atas nama negara ini dapat tumbuh dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berbhinneka tunggal ika.
NKRI
Adapun prinsip dasar yang diletakkan adalah negara kesatuan yang bersifat integralistik dengan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan yang ditetapkan dalam rumusan UUD 1945 dan Pancasila. Itu berarti hakekat kebangsaan kita adalah memberikan ruang dan kesempatan kewilayaan/ kedaerahan, golongan, keagamaan yang semakin dewasa dan mandiri dan tidak bisa tidak harus bertolak dari fakta bahwa memang wilayah negara ini sangat luas, yang di dalamnya hidup masyarakat yang terdiri berbagai suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat dan lain sebagainya.
Berangkat dari prinsip dasar NKRI tersebut, the founding fathers menetapkan tujuan-tujuan yang harus dijalankan oleh negara, dalam hal ini pemerintah. Salah satu tujuan tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia yang beraneka ragam termasuk melindungi dari ancaman dan gangguan terhadap para pemeluk agama.
Tujuan tersebut merupakan hasil konsensus nasional dan pemikiran inklusif dan cerdas para pendiri bangsa. Segenap bangsa Indonesia harus dilindungi. Artinya negara menaungi (agar tidak kepanasan), mengalangi (agar tidak dikenai tembakan dan pengrusakan) dan menjaga (agar selamat). Tentu semua itu dalam korridor hukum.
Pelaksana utama dan terutama dalam melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia tersebut adalah aparat negara yaitu pelaksana tugas pemerintahan. Aparatur negara adalah perangkat pemerintahan meliputi lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Semua lembaga tersebut saling terkait dan bekerja bersama-sama sesuai dengan bidangnya dalam menggapai tujuan NKRI yaitu melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia termasuk melindungi pemeluk agama-agama yang ada di dalamnya.
Konflik Agama Islam-Kristen
Konflik antar pemeluk agama khususnya Islam – Kristen terjadi tidak hanya di Indonesia. Namun dalam konteks NKRI, negara dalam hal ini pemerintah merupakan tameng perlindungan bagi segenap bangsa terutama warga pemeluk agama yang tertindas dan teraniaya.
Kenyataan menunjukkan, negara yang diwakili oleh pemerintah NKRI, relatif belum berhasil melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia. Hal ini terlihat dari perjalanan bangsa dimana konflik antara agama Islam – Kristen menimbulkan korban ketidakadilan.
Pada masa Orde Lama, konflik Islam – Kristen ditandai dengan pemberontakan DI/ TII/ NII, perdebatan konstituante, dan masalah penyiaran agama. Ada keinginan sebagian pemeluk agama untuk membentuk nusantara menjadi negara agama.
Pada masa Orde Baru, konflik agama diindikasikan dengan kebijakan pemerintah yang memutuskan SKB No 1/ 1969 tentang pembangunan rumah ibadah, RUU Perkawinan 1973, perkawinan beda agama, RUU Pendidikan Nasional, RUU Peradilan Agama, serta rangkaian kerusuhan dan pengrusakan gereja. Konflik tersebut menimbulkan korban baik secara fisik maupun batiniah bagi pemeluk agama yang tertindas.
Dewasa ini, di era “reformasi” konflik agama Islam – Kristen ditandai dengan rangkaian kerusuhan di Kupang, Poso, Ambon-Maluku, Kalimantan, rangkaian ledakan bom di beberapa gereja, isu Piagam Jakarta dan amandemen UUD 1945, UU Pendidikan Nasional 2003, Fatwa MUI yang mengharamkan pluralisme, liberalisme dan sekularisme dan terakhir penutupan paksa sejumlah bangunan gereja dan perumahan yang digunakan sebagai tempat ibadah. Konflik Islam – Kristen tetap terjadi secara terselubung dan bahkan secara terang-terangan dengan berbagai jalur yang memungkinkan.
Barangkali konflik agama antara pemeluk agama Islam dan Kristen tidak akan pernah berakhir (?), namun tugas negara tetap melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia terlepas dari apapun agama atau kepercayaannya.
Sepanjang sejarah, penanganan konflik antar pemeluk agama Islam – Kristen berada di tangan negara. Seturut era “reformasi”, kewenangan pembangunan bangsa di bidang agama tetap berada di tangan pemerintah pusat. Sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan pemerintah provinsi sebagai daerah otonom. Pemerintah Pusat disebutkan mempunyai kewenangan di bidang agama dan kewenangan itu tidak diserahkan ke pemerintah daerah. Tentu kebijakan ini bertujuan untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia.
Juga jelas sekali kalau kita mengacu pada Pancasila dan UUD 1945, aparatur pemerintah pusat lewat kantor wilayah dan bawahannya seyogiyanya melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia dari segala bentuk penganiayaan dan penindasan. Sebab perlindungan tersebut adalah panggilan pemerintah sebagai aparat negara NKRI.
Sumpah Setia
Kita semua tahu, bahwa semua warga masyarakat NKRI harus setia dan taat dan teristimewa aparat negara (pegawai negeri sipil, TNI dan Polisi RI) harus mengangkat sumpah setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan UUD 1945. Juga mereka bersumpah bahwa mereka mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan dan diri sendiri (PP No 32 Tahun 1980).
NKRI sudah 60 tahun merdeka. Enam puluh tahun pula kita semua membacakan dan mendengarkan Pancasila dan UUD 1945 ketika Upacara Bendera pada hari-hari besar negara. Yang lebih istimewa adalah aparat negara selalu diangkat sumpah untuk setia pada Pancasila dan UUD 1945. Sayangnya banyak aparatur negara masih berada pada tataran bersumpah setia “tentang” Pancasila dan UUD 1945 di mulut, namun belum “benar-benar” bersumpah setia dalam pelaksanaan tugas.
Ketidaksetiaan pada Pancasila dan UUD 1945dalam hidup bernegara, berbangsa dan bernegara terlihat dari adanya pemeluk agama yang tertindas, dan rumah ibadahnya dirusak dan dibakar, merajalelanya korupsi, kolusi dan nepotisme, ketidakadilan pemerataan pendapatan negara dan penegakan hukum yang relatif belum berjalan.
Jika kita tetap demikian maka tantangan terbesar adalah kelangsungan dan keutuhan negeri ini sebagai NKRI. Ancaman disintegrasi, dan terpecah-belah oleh konflik karena latar belakang perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan akan selalu mengerogoti kita.
Namun bila kita masih menghendaki kelangsungan dan keutuhan NKRI maka tidak bisa tidak pemerintah harus melindungi segenap bangsa dan taumpah darah Indonesia dari ancaman kekerasan, penganiayaan, pengrusakan, pembakaran, pemanipulasian, pembodohan dan ancaman-ancaman lainnya. Untuk itu pewujudnyataan sumpah setia pada Pancasila dan UUD 1945 masih harus tetap diusahakan bersama. Semoga.
*Penulis adalah pemerhati NKRI
DAN SUMPAH SETIA PADA PANCASILA DAN UUD 1945
Oleh Pormadi Simbolon*
Konflik antar pemeluk agama, khususnya antar pemeluk agama Islam – Kristen dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seyogiyanya tidak berlarut-larut terjadi hingga dewasa ini bila aparatur negara dan masyarakat sungguh-sungguh setia dan taat sepenuhnya pada Pancasila dan UUD 1945. Sebab Pancasila dan UUD 1945 memang dimaksudkan para pendiri bangsa (the founding fathers) untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia dari aneka ancaman dan gangguan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Para pendiri bangsa kita yang telah melahirkan dan membentuk negara ini dengan pemikiran arif dan bijaksana, dan dengan pandangan yang jauh ke depan telah meletakkan dasar-dasar yang kuat dan teguh di atas nama negara ini dapat tumbuh dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berbhinneka tunggal ika.
NKRI
Adapun prinsip dasar yang diletakkan adalah negara kesatuan yang bersifat integralistik dengan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan yang ditetapkan dalam rumusan UUD 1945 dan Pancasila. Itu berarti hakekat kebangsaan kita adalah memberikan ruang dan kesempatan kewilayaan/ kedaerahan, golongan, keagamaan yang semakin dewasa dan mandiri dan tidak bisa tidak harus bertolak dari fakta bahwa memang wilayah negara ini sangat luas, yang di dalamnya hidup masyarakat yang terdiri berbagai suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat dan lain sebagainya.
Berangkat dari prinsip dasar NKRI tersebut, the founding fathers menetapkan tujuan-tujuan yang harus dijalankan oleh negara, dalam hal ini pemerintah. Salah satu tujuan tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia yang beraneka ragam termasuk melindungi dari ancaman dan gangguan terhadap para pemeluk agama.
Tujuan tersebut merupakan hasil konsensus nasional dan pemikiran inklusif dan cerdas para pendiri bangsa. Segenap bangsa Indonesia harus dilindungi. Artinya negara menaungi (agar tidak kepanasan), mengalangi (agar tidak dikenai tembakan dan pengrusakan) dan menjaga (agar selamat). Tentu semua itu dalam korridor hukum.
Pelaksana utama dan terutama dalam melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia tersebut adalah aparat negara yaitu pelaksana tugas pemerintahan. Aparatur negara adalah perangkat pemerintahan meliputi lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Semua lembaga tersebut saling terkait dan bekerja bersama-sama sesuai dengan bidangnya dalam menggapai tujuan NKRI yaitu melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia termasuk melindungi pemeluk agama-agama yang ada di dalamnya.
Konflik Agama Islam-Kristen
Konflik antar pemeluk agama khususnya Islam – Kristen terjadi tidak hanya di Indonesia. Namun dalam konteks NKRI, negara dalam hal ini pemerintah merupakan tameng perlindungan bagi segenap bangsa terutama warga pemeluk agama yang tertindas dan teraniaya.
Kenyataan menunjukkan, negara yang diwakili oleh pemerintah NKRI, relatif belum berhasil melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia. Hal ini terlihat dari perjalanan bangsa dimana konflik antara agama Islam – Kristen menimbulkan korban ketidakadilan.
Pada masa Orde Lama, konflik Islam – Kristen ditandai dengan pemberontakan DI/ TII/ NII, perdebatan konstituante, dan masalah penyiaran agama. Ada keinginan sebagian pemeluk agama untuk membentuk nusantara menjadi negara agama.
Pada masa Orde Baru, konflik agama diindikasikan dengan kebijakan pemerintah yang memutuskan SKB No 1/ 1969 tentang pembangunan rumah ibadah, RUU Perkawinan 1973, perkawinan beda agama, RUU Pendidikan Nasional, RUU Peradilan Agama, serta rangkaian kerusuhan dan pengrusakan gereja. Konflik tersebut menimbulkan korban baik secara fisik maupun batiniah bagi pemeluk agama yang tertindas.
Dewasa ini, di era “reformasi” konflik agama Islam – Kristen ditandai dengan rangkaian kerusuhan di Kupang, Poso, Ambon-Maluku, Kalimantan, rangkaian ledakan bom di beberapa gereja, isu Piagam Jakarta dan amandemen UUD 1945, UU Pendidikan Nasional 2003, Fatwa MUI yang mengharamkan pluralisme, liberalisme dan sekularisme dan terakhir penutupan paksa sejumlah bangunan gereja dan perumahan yang digunakan sebagai tempat ibadah. Konflik Islam – Kristen tetap terjadi secara terselubung dan bahkan secara terang-terangan dengan berbagai jalur yang memungkinkan.
Barangkali konflik agama antara pemeluk agama Islam dan Kristen tidak akan pernah berakhir (?), namun tugas negara tetap melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia terlepas dari apapun agama atau kepercayaannya.
Sepanjang sejarah, penanganan konflik antar pemeluk agama Islam – Kristen berada di tangan negara. Seturut era “reformasi”, kewenangan pembangunan bangsa di bidang agama tetap berada di tangan pemerintah pusat. Sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan pemerintah provinsi sebagai daerah otonom. Pemerintah Pusat disebutkan mempunyai kewenangan di bidang agama dan kewenangan itu tidak diserahkan ke pemerintah daerah. Tentu kebijakan ini bertujuan untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia.
Juga jelas sekali kalau kita mengacu pada Pancasila dan UUD 1945, aparatur pemerintah pusat lewat kantor wilayah dan bawahannya seyogiyanya melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia dari segala bentuk penganiayaan dan penindasan. Sebab perlindungan tersebut adalah panggilan pemerintah sebagai aparat negara NKRI.
Sumpah Setia
Kita semua tahu, bahwa semua warga masyarakat NKRI harus setia dan taat dan teristimewa aparat negara (pegawai negeri sipil, TNI dan Polisi RI) harus mengangkat sumpah setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan UUD 1945. Juga mereka bersumpah bahwa mereka mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan dan diri sendiri (PP No 32 Tahun 1980).
NKRI sudah 60 tahun merdeka. Enam puluh tahun pula kita semua membacakan dan mendengarkan Pancasila dan UUD 1945 ketika Upacara Bendera pada hari-hari besar negara. Yang lebih istimewa adalah aparat negara selalu diangkat sumpah untuk setia pada Pancasila dan UUD 1945. Sayangnya banyak aparatur negara masih berada pada tataran bersumpah setia “tentang” Pancasila dan UUD 1945 di mulut, namun belum “benar-benar” bersumpah setia dalam pelaksanaan tugas.
Ketidaksetiaan pada Pancasila dan UUD 1945dalam hidup bernegara, berbangsa dan bernegara terlihat dari adanya pemeluk agama yang tertindas, dan rumah ibadahnya dirusak dan dibakar, merajalelanya korupsi, kolusi dan nepotisme, ketidakadilan pemerataan pendapatan negara dan penegakan hukum yang relatif belum berjalan.
Jika kita tetap demikian maka tantangan terbesar adalah kelangsungan dan keutuhan negeri ini sebagai NKRI. Ancaman disintegrasi, dan terpecah-belah oleh konflik karena latar belakang perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan akan selalu mengerogoti kita.
Namun bila kita masih menghendaki kelangsungan dan keutuhan NKRI maka tidak bisa tidak pemerintah harus melindungi segenap bangsa dan taumpah darah Indonesia dari ancaman kekerasan, penganiayaan, pengrusakan, pembakaran, pemanipulasian, pembodohan dan ancaman-ancaman lainnya. Untuk itu pewujudnyataan sumpah setia pada Pancasila dan UUD 1945 masih harus tetap diusahakan bersama. Semoga.
*Penulis adalah pemerhati NKRI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar