Para ASN Bimas Katolik berfoto bersama. (Foto:bimaskatolik.kemenag.go.id) |
Hal ini juga berlaku bagi insan aparatus sipil negara (ASN) Direktorat Jenderal (Ditjen) Bimbingan Masyarakat (BIMAS) Katolik Kementerian Agama RI, ketika hendak menghasilkan sebuah Majalah, sebagai sarana mensosialisasikan kebijakanyan di bidang Program Bimbingan Masyarakat Katolik. Tanpa Diklat kompetensi di bidang seluk-beluk penulisan sesuai standar jurnalistik, sebuah Majalah Bimas Katolik yang berkualitas, menarik, dan elegan tidak akan dihasilkan.
Evaluasi Terbitan Majalah
Hal ini semakin mengemuka, ketika Pembicara, Farida Denura, seorang konsultan media, melakukan evaluasi terhadap dua terbitan Majalah Bimas Katolik edisi Januari-April dan Mei-Agustus 2015. Dalam evauasinya, Farida, panggilan akrabnya mengatakan, dua terbitan Majalah Bimas Katolik tersebut terlihat kaku, tulisan terlalu panjang, kurang menerapkan prinsip 5W dan 1H.
Berangkat dari evaluasi tersebut, dan menurut Tim Majalah, bahwa Majalah Bimas Katolik dikelola oleh insan-insan relawan dan otodidak. Artinya, mereka mengelola Majalah tersebut tanpa latar belakang pendidikan jurnalistik dan belum pernah mendapat Diklat jurnalistik. Tentu hasilnya juga, merupakan hasil otodidak, dan kaku, sebagaimana kekakuan pelayanan birokrasi.
Pentingnya Diklat
Untuk itu, penulis berpendapat Diklat yang digagas oleh , Y. Dwimbo Kamil, Kepala Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi dan Johanes Koesmantoro, Kepala Sub Bagian Informasi ini merupakan sebuah terobosan, kreatif dan inovatif. Diklat dalam rangka peningkatan kompetensi seperti ini amat penting dan berharga guna menghasilkan sebuah produk yang berkualitas dan menarik. Sebanyak 20 orang ASN Ditjen Bimas Katolik mendapat pendidikan dan pelatihan penulisan di media sesuai standar jurnalitik, yang berlangsung selama 4 hari (20-23/10) di Jakarta.
Diklat penulisan di Media ini semakin penting di era digital sekarang. Hal ini sudah menjadi tuntutan jaman dan tuntutan publik. Setiap organisasi, apalagi organisasi seperti instansi Kementerian Agama harus menginformasikan segala produk layanan, kebijakannya yang menyangkut dengan kehidupan dan kerukunan hidup beragama. Diharapkan sesudah pendidikan dan pelatihan ini Majalah Bimas Katolik akan menjadi lebih baik, menarik dan semakin efektif dalam mensosialisasikan semua Program Bimbingan Masyarakat Katolik. Sebab dalam pendidikan dan pelatihan ini, pembicara atau narasumber sudah membekali peserta berbagai masukan terkait peran media sebagai pembentuk opini publik dan pencitraan positif, teknik penulisan berita keagamaan, berbagai hal terkait “rahasia” penerbitan sebuah majalah, dan 10 prinsip dalam penulisan berita keagamaan. Harapannya begitu. Namun itu tergantung pada pribadi ASN Ditjen Bimas Katolik, apakah menggunakan Diklat ini dengan sebaik-baiknya atau sekedar ikutan? (Pormadi Simbolon)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar