Trima kasih mengunjungi blog kami!

Para pengunjung yth. semua isi blog ini ditulis atau disusun atas kemauan pribadi. Itu berarti blog ini berisi aneka pendapat, pemahaman, persepsi pribadi, dan pemikiran pribadi atas lingkungan kerja dan hidup sekitarnya. Harapan kami isi blog ini bermanfaat bagi pengunjung yang memerlukannya. Salam, GBU.

Senin, Agustus 12, 2019

Islam Moderat dan Isu-isu Demokratisasi


Judul : Islam Moderat dan Isu-isu Kontemporer
Penulis : Ayang Utriza, DEA., Ph.D
Penerbit : Kencana, 2016, Divisi dari Prenadamediamedia Group
Cetakan : ke-1, Oktober 2016
Tebal : xiv + 252 hlm
ISBN : 978-602-422-052-5

Ayang Utriza Yakin, DEA., Ph.D, lulusan S3 (doktoral) bidang Sejarah, Filologi, dan Hukum Islam pada tahun 2013 dari Ecole des Hautes en Sciences Sociales, Paris, Prancis, banyak menulis artikel di media.

Sebagian pembacanya menuduh fundamentalis atau liberal. Ayang sendiri memilih jalan tengah dalam melihat persoalan-persoalan keislam­an kontemporer, moderat. Buku Islam Moderat dan Isu-isu Kontemporer me­rupakan kumpulan artikelnya berisi tema-tema demokrasi, pluralisme, kebebasan beragama, nonmuslim, po­ligami, dan Jihad.

Demokrasi dalam konteks Piagam Madinah: Arkeologi Demokrasi dalam Islam dimuat dalam bab 1. Nilai-nilai demokrasi seperti persamaan di de­pan hukum, kebebasan beragama, hak asasi manusia, dan musyawarah dapat ditelusuri dalam sejarah keislaman, khususnya dalam piagam Madinah (hal 23).

Buku ini juga mengangkat tema HAM, demokrasi, dan peran masya­rakat madani Indonesia. Demokrasi adalah pemerintahan di tangan rakyat. Indonesia berbentuk negara republik yang demokratis, namun baru pada ta­hun 1998 memasuki pentas demokrasi sesungguhnya.

Untuk mewujudkan Indonesia yang demokratis, menghargai HAM, telah ada keterlibatan LSM, pers, dan orga­nisasi keagamaan. Demokratisasi ada­lah jalan terbaik untuk memelihara, melestarikan, dan mengukuhkan aset nasional, seperti stabilitas, keamanan, persatuan, atau kesatuan (hal 49), bu­kan sistem yang lain.

Dalam sejarahnya, Islam memben­tuk dan menyakralkan pluralisme (ke­majemukan). Pluralisme bukan rin­tangan, tapi potensi. Rakyat dituntut mampu melestarikan nilai berharga itu di masa depan (hal 103).

Islam memberi kebebasan sepe­nuhnya dalam beragama. Pandangan tentang kebebasan beragama dan kebebasan berpikir kritis atas teks agama ini menimbulkan kontroversi dan ancaman murtad dalam masyara­kat Islam, tidak kebenaran tunggal dan pasti. Allah adalah akhir dari sebuah kebenaran (hal 105–120).

Dalam wilayah Islam, status hu­kum nonmuslim dalam kitab-kitab fikih berada pada posisi terbatas, tidak sama di depan hukum, atau diskriminatif. Hal ini terjadi karena status dzimmi (berdasarkan perjanjian di daerah Islam) yang disandang non­muslim dan status tersebut bernuansa politis. Para fakih klasik sudah apriori terhadap nonmuslim sebelum pem­buktian lebih dulu. Penilaian seperti itu tergesa-gesa dan mengada-ada.

Poligami termasuk tema yang banyak diperdebatkan masyarakat. Pada masa Nabi, poligami dibolehkan untuk menolak kemadaratan anak yatim piatu yang dinikahi, lalu diambil hartanya oleh suami mereka. “Ka­rena keburukan yang ditimbulkannya lebih besar dari kebaikannya, maka poligami sudah seharusnya dilarang” (hal 171)

Masih terkait poligami, pada bab 7 dengan judul Tafsir dan Sejarah Ayat Poligami dan Praktik Poligami Rasulullah SAW (hal 173–201) disim­pulkan, berdasarkan sumber-sumber utama sejarah Islam, ternyata poli­gami hak khusus Nabi Muhammad Saw (beristri 24). Umat Islam tidak boleh mengikutinya.

Terkait isu jihad dijelaskan sebagai perjuangan awal kemunculan Islam untuk penyebaran dan kekuasaan Is­lam. Namun, jihad kerap kali disalah­gunakan ketika diri atau kelompoknya tidak mendapat kekuasaan. “Siapa pun yang mengatasnamakan Islam dan mengaku berjihad, tetapi mem­bunuh mereka yang tidak bersalah, maka mereka bukanlah muslim. Me­reka hanyalah pembunuh dan teroris (hal 244).

Secara umum, buku Islam Moderat dan Isu-isu Kontemporer dapat dika­takan mengarah pada sebuah gagasan untuk mengarusutamakan moderasi beragama. Hakikat agama adalah me­manusiakan manusia, membawa misi damai dan keselamatan, kemudian mengakui dan menghargai kemaje­mukan masyarakat. Diresensi Pormadi Simbolon, Mahasiswa Pascasarjana STF Dri­yarkara Jakarta

Sumber: Koran Jakarta, 18 Juli 2019

Link:  http://www.koran-jakarta.com/islam-moderat-dan-isu-isu-demokratisasi/

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger