Foto: istimewa |
Judul buku : A Manual of Hermeneutics
Pengarang : Luis Alonso Schȍkel
Penerbit : Sheffield Academic Press
Cetakan : 1998
Ukuran : 16,8 x 24 cm
Halaman : sampul + 181 hlm
ISBN : 1-85075-850-6
Buku
ini di beri judul A Manual of
Hermeneutika oleh penulis, Luis Alonso Schȍkel bersama José Maria Bravo,
bukan bermaksud mengurangi nilainya tetapi untuk alasan fungsi praktis, sehingga lebih mudah digunakan. Kata
“manual” juga menunjukkan bahwa penulis menyusun buku ini berangkat dari
pengalamannya sebagai pengajar Kitab Suci yang sudah dijalaninya
bertahun-tahun.
Fokus
utama buku ini adalah hermeneutika yang bertitiktolak dari pengalaman penulis,
khususnya bidang teks sastra. Kebanyakan contoh teks sastra yang diambil berasal dari Kitab Suci. Di saat pembaca tidak
mengerti sebuah teks, terutama teks yang berbeda jaman dengan pembaca, maka
perlu penjelasan dari yang berkompeten. Namun perlu diingat, bahwa penulis
bukan mau menjelaskan suatu teks atau ayat Kitab Suci, namun memaparkan
refleksinya dalam melakukan interpretasi dan memahami teks. (Hal.10).
Definisi
Istilah
hermeneutika tidak sama dengan istilah eksegesis. Menurutnya, eksegesis adalah
praktek memahami teks (ayat-ayat) sakral dengan suatu metode eksegesis yaitu
proses penelitian teks secara sistematis dalam melakukan interpretasi teks
untuk menemukan makna original. Sedang hermeneutika adalah suatu teori memahami
dan melakukan interpretasi teks (hal.13). Oleh karena itu hermeneutika bukanlah
salah satu tipe eksegesis, bukan pula sebuah metode eksegesis. Sekali lagi,
hermeneutika adalah suatu teori refleksi memahami dan melakukan interpretasi teks.
Pada
dasarnya, ada tiga tipe interpretasi: yaitu interpretasi reproduktif,
interpretasi eksplikatif, dan interpretasi normatif. Interpretasi reproduktif
berarti kegiatan menampilkan kembali teks atau menghadirkan kembali teks. Interpretasi
eksplikatif adalah lanjutan interpretasi reproduktif dimana dengan menjelaskan
teks, suatu makna bagi kehidupan ditemukan. Kemudian, interpretasi normatif
adalah penafsiran teks berdasarkan otoritas atau kuasa menafsirkan. (Hal. 17)
Inspirasi, Bahasa dan Hermeneutika
Teori-teori hermeneutika memiliki
korelasi dengan teori hermeneutika biblis. Kedua teori ini saling
mengkondisikan satu sama lin. Dalam refleksi penulis, hermeneutika alkitabiah
memainkan bagian penting – dimana penafsiran teks-teks alkitab sudah lama berkembang
dari waktu ke waktu. Itu sebabnya penulis mengambil inspirasi dari Kitab Suci,
yang membantunya dalam bidang hermeneutika.
Karakteristik mendasar dalam Alkitab adalah bahwa penulis Kitab Suci
menyampaikan pesan yang diklaim sebagai pesan dari Tuhan (Hal. 22)
Dalam Hermeneutika yang dipaparkan
dalam buku ini, si pengarang teks tidak
disingkirkan, tetapi diintegrasikan dengan faktor-faktor lain dalam tindakan
interpretasi. Penulis teks dan konteksnya merupakan satu kesatuan tunggal dan
sangat menentukan dalam melakukan interpretasi (Hal. 26)
Risalah hermeneutika memiliki
hubungan korelasi dengan inspirasi alkitabiah. Inspirasi yang dimaksud adalah soal
bahasa dilihat dari sudut penilaian intelektual. Penulis buku ini lebih memilih
mendekati tema inspirasi dari perspektif bahasa. Seperti dalam Kitab Suci, Roh
Kudus mengilhami para penulis yang melahirkan bentuk kata-kata dari pengalaman
vital yang ingin disampaikan.
Hermeneutika Teks
Pendekatan
hermeneutika Luis Alonso Schȍkel diinspirasi dari 1 Korintus 2 tentang
pewartaan Mesias, Yesus Kristus yang disalibkan kepada orang-orang Korintus
yang dipengaruhi era Helenistis-Romawi. Dalam bagian surat Raul Paulus
tersebut, penulis buku menemukan dua skema atau mediasi penyampaian pesan. Yang
pertama, bantuan ilham/bahasa Roh Kudus, lalu yang kedua penyampaian pesan kepada
umat Korintus dengan cara cara komunikasi Paulus.
Pendekatan hermeneutika Luis Alonso Schȍkel dapat diterangkan
dengan deskripsi berikut ini. Suatu teks sastra (work) merupakan karya pengarang (author) yang disampaikan kepada pembaca (receiver). Komunikasi terjadi melalui suatu tema pokok dengan
bahasa spesifik. (Hal. 53).
Diagram Hermeneutika
Luis Alonso Schȍkel
Dalam
diagram tersebut, teks (work)
menempati posisi sentral. Teks sastra tersbut ditempatkan sebagai pembawa makna
di antara pengarang (author) dengan
pembaca (receiver). Relasi ketiganya
dimediasi bahasa (language) melalui
suatu tema atau pokok pikiran (theme/
subject). Semua faktor ini perlu dipertinbangkan dengan alasan agar tidak
jatuh ke dalam reduksionisme atau interpretasi parsial. Akan menjadi kesalahan
bila memberi posisi eksklusif pada salah satu elemen diagram di atas, semuanya
faktor tersebut sama pentingya.(Hal.53).
Relasi
elemen-elemen di atas dapat dilukiskan melalui gerak pada garis sebagai berikut
ini: (1) A-W-R : dari pengarang (author)
menuju pembaca (receiver) melalui
teks (work); (2) A-T-R : dari
pengarang (author) menuju pembaca (receiver) melalui suatu tema (theme); (3) A-L-R: bahasa (language)
bergerak dari pengarang (author) ke
pembaca (receiver); dan (4) T-W-L:
bahasa (language) bergerak dari tema (theme) ke teks (work).
(Hal. 54).
Pengarang-Teks-Pembaca
Dalam
garis dari pengarang melalui karya sastra (work)
lalu sampai ke pembaca/pendengar. Pengarang teks menyampaikan pesan ke pembaca.
Lalu pembaca mengerti atau berusaha mengertinya. Dalam tiga elemen
(pengarang-teks-pembaca) muncul pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa yang yang
ingin saya pahami? Apakah obyek dari interpretasi saya? Apa yang saya perlukan
untuk mengerti suatu teks yang ingin diinterpretasikan? Kemudian, pergerakan
dimulai dari kiri ke kanan, atau sebaliknya.
Menurut Luis Alonso Schȍkel ada kemungkinan tiga
jawaban yaitu: (1) saya tertarik dengan pengarang, atau (2) yang ingin saya
interpretasikan adalah teks, atau (3) saya bisa berfokus pada minat saya
tentang pembaca, yang mengerti diri mereka sendiri dalam tindakan interpretatif
(Hal. 55).
Terkait
dengan pengarang, yang mau disorot
adalah pengarang dan seluruh pengalamannya, dengan segala kompleksitas dan
kekayaannya. Di sini teks (work)
hanyalah sekedar membantu sebagai mediasi. Melalui teks kita dapat memahami
pengarang.
Selanjutnya,
teks (work) itu berasal dari seorang
pengarang. Teks sastra merupakan karya pengarang. Teks mengandung sistem dan
kata-kata bermakna. Teks memiliki struktur atau sistem struktur. Teks
mengundang pembaca untuk masuk ke dalamnya dan menemukan aneka tampilan dan
kemungkinan komunikasi.
Yang
terakhir, objek interpretasi adalah
soal pemahaman diri dari pembaca. Teks merangsang pembaca untuk mengetahuinya
dalam keotentikan atau kepalsuannya. Misalnya membaca Kitab Suci, berarti untuk
mengerti diri sendiri, untuk berubah dari kepalsuan menuju keotentikan diri,
sebagaimana dipraktekkan Bultman (Hal. 55)
Pengarang-Tema-Pembaca
Ketika berbicara tentang
pra-pemahaman, lingkaran hermeneutika, dan struktur pemahaman dialogis, faktor
tema atau topik merupakan bagian yang penting. Suatu topik atau pesan muncul dari konteks dan segala yang
melingkupinya. Inilah yang disebut cakrawala
(horison) yang bisa bersifat total atau parsial.
Dalam
hal ini, cakrawala atau horison bersifat atematis, berkembang, heterogen dalam
komposisinya dengan segala akumulasi unsur-unsur teoritis dan praktis. Karena
itu, tidak sama pengaruh pengondisiannya pada masing-masing aktivitas
pemahaman; karena sifatnya mediasi-kedekatan. (hal.83). Horison pengarang dan
pembaca bertemu dalam pemahaman teks.
Kemudian,
faktor penting yaitu terkait suatu pertanyaan.
Pertanyaan yang dimaksud adalah kesadaran ketiadapengetahuanan (docta ignorantia). Pertanyaan melahirkan
tematisasi horison. Meskipun horison atematis, tetapi dapat ditematisasi secara
bertahap atau parsial. Suatu teks dipahami hanya jika pertanyaan yang tepat sudah ditemukan (Hal. 84)
Faktor
lain adalah imajinasi. Imajinasi
penting dalam relasi pengarang-tema-pembaca. Apa yang ditulis dalam imajinasi
harus dibaca dalam imajinasi. Imajinasi
adalah faktor yang sangat diperlukan dalam pemahaman dan interpretasi, tetapi
tidak boleh dikacaukan oleh genre fantasi.
Apropriasi
Dalam memahami atau menginterpretasi
suatu karya sastra (teks), pembaca dapat sampai kepada suatu pemahaman. Namun
pemahaman ini bukanlah pencapaian yang tertinggi. Pencapaian tertinggi dalam
memahami atau melakukan interpretasi adalah apropriasi,
menjadikan makna atau pesan menjadi milik sendiri (Hal. 90).
Pembaca dapat sampai pada apropriasi
bila sudah memahami teks dan memunculkan
pertemuan analog pengalaman pembaca dengan teks yang dipahaminya. Bagi umat
Kristen, Mazmur merupakan contoh bentuk apropriasi yang paling mudah (Hal. 93).
Pendalamanan
Dalam bagian lain, Luis Alonso
Schȍkel memberikan pendalaman terkait dengan bahasa. Bahasa merupakan sarana komunikasi antara manusia. Bahasa
memiliki gaya dalam pengungkapannya. Bahasa juga memiliki keterbatasan.
Meskipun demikian, bahasa menjadi jembatan antara pengarang dengan pembaca.
Untuk memahami teks, pembaca harus memahami ilmu bahasa dan sastra.Dalam bahasa
sastra pembaca dapat menemukan bahasa ilmiah, simbol, konsep, istilah baik
bersifat korporal, spiritual, konkrit ataupun abstrak (Hal. 110).
Dalam buku ini, meskipun ada
perbedaan, teks kerap disamakan dengan karya (work). Yang dimaksud lebih kepada karya sastra sebagai satu
kesatuan sistem hasil karya pengarang. Karya sastra terdiri dari sistem yang
kompleks dan kosistensinya sendiri. Ia memuat makrostruktur: keseluruhan
mempengaruhi bagian-bagiannya, dan setiap bagian dapat dipahami hanya bila
memahami keseluruhannya. (Hal. 131).
Karya sastra dapat menggunakan metafora. Metafora memiliki fungsi
kognitif. Fiksi tidak sama dengan kepalsuan. Kebenaran narasi sastra dan puisi
merupakan bidang kebenaran ontologis. Pengada dihadirkan dalam karya sastra
sebagai penghadiran ulang (Hal. 138).
Hal lain yang dijelaskan adalah
peran tradisi. Tradisi merupakan
media yang dioerlukan untuk memahami teks. Tradisi memasuki proses dialektik
timbal balik dengan teks: keduanya melestarikan dan mengkondisikan
pemahamannya. Misalnya dalam teks Alkitab, Roh Kudus adalah faktor penentu
dalam tradisi. (Hal. 147).
Hal lain yang tidak boleh dilupakan
adalah kondisi sosial. Kondisi sosial, seperti politik dan ekonomi sangat
mempengaruhi cara pembaca memahami dan menjelaskan Alkitab. Para ekseget hidup
dalam lingkup sejarah tertentu (Hal. 154).
Penafsiran Normatif
Teks memiliki relasi
dengan masyarakat, sama halnya dengan relasi antara teks dan tradisi. Tanpa
masyarakat yang mentransmisikan, teks itu mati atau tidur. Masyarakat bukanlah
suatu yang amorf, tetapi lebih merupakan suatu badan terorganisir dan hirarkis,
dimana ada kelompok penafsir teks (kuasa mangajar) yang memiliki tempat khusus
dan membuat teori atau aturan dalam memahami atau interpretasi teks. Aturan
inilah yang disebut sebagai penafsiran normatif sebagaimana dapat ditemukan
dalam Yahudi, Katolik dan Islam. Berbeda
dengan Protestan yang menolak otoritas pengajaran. (Hal. 148)
Tanggapan
Buku Luis Alonso Schȍkel
ini merupakan sebuah karya penting dan mudah dipahami. Mekipun bentuk buku
bersifat manual, namun refleksi
pengarang tentang hermeneutika tetap komprehensif dan berguna. Hal ini karena
penulis sangat berpengalaman dalam bidangnya.
Dalam
menjelaskan metode hermeneutikanya, penulis buku memberikan contoh-contoh teks
dari Kitab Suci Kristiani. Pembahasan seluk-beluk hermeneutikanya sangat luas
dan mendalam baik dari sudut teologis maupun filosofis. Karena itu, ia sangat
membantu dalam melakukan interpretasi teks pada umumnya, lebih khusus pada teks
sakral (Kitab Suci) seperti dalam agama-agama.
Metode
hermeneutikanya memiliki kemiripan dengan hermeneutika
lengkung Paul Ricoeur yang berangkat tiga rangkap, yaitu membaca teks,
mengkritisinya (menjelaskan) lalu melakukan apropriasi.
.
Buku ini menjadi salah satu yang patut direkomendasikan bagi mahasiswa teologi
dan filsafat, karena sangat membantu dalam peningkatan kompetensi seni memahami
atau hermeneutika.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar