Trima kasih mengunjungi blog kami!

Para pengunjung yth. semua isi blog ini ditulis atau disusun atas kemauan pribadi. Itu berarti blog ini berisi aneka pendapat, pemahaman, persepsi pribadi, dan pemikiran pribadi atas lingkungan kerja dan hidup sekitarnya. Harapan kami isi blog ini bermanfaat bagi pengunjung yang memerlukannya. Salam, GBU.

Senin, Mei 08, 2017

Berharap pada Pemerintahan Anies-Sandi

Oleh Pormadi Simbolon

Pasangan Cagub dan Cawagub DKI Jakarta, Anis-Sandi sudah terpilih menjadi Gubernur dan wakil gubernur periode 2017-2022. Suasana panas sebelum Pilkada sedikit mereda, kini suasana lebih sejuk, terlebih setelah pasangan yang kalah,  Ahok-Djarot bisa menerima hasil Pilkada Versi Quick Count. Ahok-Djarrot sudah menyampaikan ucapan selamat

Sebelum pencoblosan pilkada DKI Jakarta putaran 2, pada 19 April lalu, kesan nuansa SARA selama kampanye sangat terasa. Sampai ada elit politik menyuarakan bahwa kita ini sedang mencari pemimpin pemerintahan, bukan mencari pemimpin agama dengan harapan  tidak  mempergunakan isu SARA dalam pemilihan kepala daerah putaran kedua di Provinsi DKI Jakarta. 

Sejatinya kemenangan pasangan Anis-Sandi adalah kemenangan rakyat yang beraneka ragam suku, agama, ras dan antar golongan, yang menghendaki pemimpin pemerintahan bukan pemimpin agama. Hal ini sangat relevan dalam konteks Negara Indonesia yang memiliki Lambang Negara yaitu Garuda Pancasila dan semboyannya adalah Bhinneka Tunggal Ika (Pasal 36A UUD 1945). Itulah sebabnya, pasca Pilkada, baik pendukung Anis-Sandi maupun pendukung Ahok-Djarot  seyogiyanya kembali menjadi satu, melakukan rekonsiliasi mendukung pemimpin pemerintahan terpilih secara demokratis.

Pemimpin pemerintahan pada hakekatnya melaksanakan tugasnya sesuai dengan Konstitusi yang disepakati para pendahulu atau pendiri bangsa, berdasarkan fakta kemajemukan dan nilai-nilai kearifan lokal warga bangsa Indonesia. Nilai-nilai kearifan lokal (termasuk nilai-nilai agama) sudah dipadatkan dalam nilai-nilai yang terdapat dalam lima sila Pancasila. 

Hal senada disampaikan Marshal, pakar politik bahwa Pemimpin pemerintahan dalam negara demokrasi dipilih oleh warga negara yang beranekaragam suku, agama, ras dan golongan. Sebagai warga negara yang memiliki hak yang sama maka pemimpin pemerintahan sejatinya melayani semua warga negara tanpa memandang ras dan agama (Marshall, 1950). 

Gambaran seorang pemimpin pemerintahan "tidak mengenal" agama mirip dengan gambaran pemimpin yang digambarkan oleh Sokrates. Dalam dialog antara Socrates dengan Thrasymacus dalam buku Republic dilustrasikan bahwa pemimpin yang baik sebagai berikut: "Orang-orang baik tidak akan mau memerintah demi uang atau kehormatan. Karena mereka tidak ingin secara terbuka menentukan upah untuk memerintah demi uang atau kehormatan. Karena mereka tidak ingin secara terbuka menentukan upah untuk memerintah dan disebut bekerja demi uang, juga tidak ingin secara rahasia memetik manfaat saat memerintah dan disebut sebagai para pencuri. Demikian pula, mereka tidak ingin memerintah demi kehormatan karena mereka bukanlah pecinta kehormatan" dikutip dari buku,"Political Theory: Kajian klasik dan Kontemporer: Edisi Kedua karya Joseph Losco & Leonard Williams (2005).  Pemimpin pemerintahan ideal adalah orang yang bijaksana, yang melayani secara jujur, tulus, bersih dan sungguh-sunguh sesuai dengan hakekat tugas pemimpin, bukan pencuri, bukan demi uang dan kehormatan. 

Pasca Pilkada semua unsur masyarakat baik pendukung pemenang Pilkada maupun pihak yang kalah dipanggil menciptakan suasana kpndusif dan damai. Sejak masa kampanye putaran pertama hingga putaran kedua ini, tidak jarang isu suku, agama, ras dan antar golongan ditampilkan ke publik melalui spanduk yang beredar di ranah umum. Isu SARA melahirkan tensi politik tinggi dan menghabiskan energi dan tenaga yang tidak sedikit.

Paling tidak ada 2 alasan bahwa kepemimpinan Anis-Sandi adalah kepemimpinan pemerintahan, dan bukan pemimpin agama, sebagaimana selama ini pasangan Anis-Sandi, lebih dominan didukung tokoh agama dan ormas keagamaan. 

Pertama, masyarakat warga DKI Jakarta bukan homogen, tapi terdiri dari bermacam suku, agama, ras atau golongan. Masyarakat yang beraneka ragam membutuhkan pemimpin yang melindungi dan menjaga kehidupan masyarakat yang beraneka ragam. Negara hadir melalui pemimpin pemerintahan untuk menyelamatkan semua. Hal ini sesuai dengan amanat konstisusi kita (Pembukaan UUD 1945) bahwa negara dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Jika ada calon pemimpin dalam rekam jejaknya diskriminatif terhadap suku, agama, golongan tertentu, maka sangat sulit diharapkan dia mampu melindungi semua.   

Alasan kedua, Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan bahwa negara dibentuk untuk memajukan kesejahteraan umum (bonum commune) dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan amanat tersebut, dibutuhkan pemimpin yang yang memperhatikan kesejahteraan umum dan pendidikan yang mencerdaskan. Barangkali untuk alasan amanat konstitusi ini pulalah, para pendahulu atau pendiri bangsa ini mendirikan Kementerian Agama memiliki pembangunan di bidang agama. Semua agama yang diakui negara dan penganut aliran kepercayaan difasilitasi dan dilayani.
 
Bukan didikte pemimpin agama
Kepemimpinan Anis-Sandi seyogiyanya tidak dapat didikte oleh pemimpin agama atau ormas tertentu.  Untuk konteks hidup bernegara dan bermasyarakat dalam negara kesatuan Republik Indonesia, pemimpin melindungi segenap warga tanpa melihat unsur SARA. 

Sejatinya, semua pemimpin di negeri ini, mulai dari tingkat  tertinggi sampai pada tingkat terendah "tidak mengenal" agama, dalam arti ia adalah pemimpin bagi warga yang beraneka ragam suku, agama, ras dan golongaan. Ia menganut suatu agama, tapi ia melayani semua sesuai dengan aturan yang berlaku. Aturan yang berlaku, sejauh pengetahuan penulis, tidak bertentangan dengan ajaran agama. Karena tugasnya sebagai pemimpin untuk semua maka ia harus merangkul dan melindungi semua. Mulai dari ketua RT, Kepala Lurah/Desa, Camat, Bupati, Walikota, Gubernur hingga Presiden terpilih hadir untuk semua, karena konstitusi kita mengamatkan itu. Pemimpin yang terpilih itu juga hadir sebagai pemimpin bagi warga beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu dan semua penganut kepercayaan yang ada.

Amat tidak adil dan sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila misalnya, jika seorang Menteri Agama yang beragama Islam, hanya memperhatikan umat Islam. Seorang Menteri Agama adalah juga menteri yang melayani agama Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha dan lain sebagainya. Menteri Agama memfasilitasi semua agama dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mamajukan pembangunan bidang agama untuk semua agama yang diakui negara.
Bila  konflik antara warga dengan pemerintah kerap terjadi di daerah-daerah tertentu, patut dipertanyakan, apakah pemimpin-pemimpin di sana merupakan pemimpin pemerintahan atau pemimpin yang berpihak pada kelompok tertentu saja. 

Hasil Pemilihan Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta putaran kedua ini merupakan barometer bagi daerah lainnya dalam menampilkan pemimpin pemerintahan ideal. Provinsi DKI Jakarta dimana ibukota negara ada di dalamnya, juga merupakan cermin terdepan dan sorotan dunia internasional dalam melaksanakan demokrasi untuk kesejahteraan umum. 

Sejatinya, kita berharap kepemimpinan Anis-Sandi adalah kepemimpinan pemerintahan yang melayani semua, kepentingan semua, kesejahteraan umum, bukan pemimpin agama yang hadir hanya untuk agama tertentu dengan aturan dan ajaran agama yang bersangkutan. Mari kita dukung dan berharap Anis-Sandi menjadi pemimpin pemerintahan yang melayani semua dan untuk kemajuan semua. Semoga. 

Pormadi Simbolon, alumnus STFT Widyasasana Malang

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger