BAB I
KETENTUAN UMUM
1. 1. Apa yang dimaksud dengan kerukunan umat
beragama?
Kerukunan umat
beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi,
saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan
ajaran agamanya dankerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Apa yang dimaksud dengan pemeliharaan
kerukunan umat beragama?
Pemeliharaan
kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat beragama dan Pemerintah di
bidang pelayanan, pengaturan, dan
pemberdayaan umat beragama.
3. Mengapa digunakan istilah ‘pemeliharaan
kerukunan umat beragama’ bukan ‘pembinaan kerukunan umat beragama?
Kata
‘pemeliharaan’ menunjukkan keaktifan masyarakat (umat beragama) untuk
mempertahankan sesuatu yang telah ada
yaitu ‘kondisi kerukunan’. Sedangkan kata ‘pembinaan’ menunjukkan
keaktifan dari atas (Pemerintah dan Pemerintah Daerah) untuk menciptakan
kerukunan umat beragama.
4. Apakah yang dimaksud dengan rumah ibadat?
Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki
ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk
masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk rumah ibadat keluarga.
5. . Apa sajakah sebutan/nama rumah ibadat
keluarga untuk masing-masing agama?
Rumah ibadat
keluarga dalam Islam disebut musalla/langgar/surau/meunasah; dalam Kristen
disebut kapel/rumah doa; dalamKatolik disebut kapel; dalam Hindu disebut
sanggah/mrajan/panti/paibon; dalam Buddha disebut cetya; dan dalamKonghucu
disebut siang hwee/ co bio/ cong bio/kong tek su
6. Apa yang dimaksud dengan Organisasi
Kemasyarakatan Keagamaan (Ormas Keagamaan)?
Ormas Keagamaan
adalah organisasi non-pemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk berdasarkan
kesamaan agama oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela, berbadan
hukum, dan telah terdaftardi pemerintah daerah setempat serta bukan organisasi
sayap partai politik
7. Apa saja contoh-contoh Ormas Keagamaan dari
berbagai agama?
Ormas
KeagamaanIslam antara lain Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU),
Muhammadiyah, Dewan Dakwah Islamiyah (DDI), Mathlaul Anwar.
Ormas Keagamaan
Kristen antara lain Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Persatuan
Injili Indonesia (PII), Persatuan GerejaPantekosta Indonesia (PGPI)
Ormas Keagamaan
Katolik antara lain Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)
Ormas
KeagamaanHindu antara lain Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Prajaniti
Hindu Indonesia (Prajaniti), Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI), Pemuda Hindu
Indonesia, Widyapit.
Organisasi
Keagamaan Buddha antara lain Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI).
Organisasi
Keagamaan Konghucu antara lain Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia
(MATAKIN), Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN), Generasi Muda Khonghucu
(GEMAKU), Perempuan Khonghucu Indonesia (PERKHIN).
8. Apa yang dimaksud dengan Pemuka Agama?
Pemuka agama
adalah tokoh komunitas umat beragama baik yang memimpin ormas keagamaan maupun
tidak memimpin ormas keagamaan yang diakui dan atau dihormati oleh masyarakat setempat
sebagai panutan.
9. Apa yang dimaksud dengan Forum Kerukunan
Umat Beragama?
Forum Kerukunan
Umat Beragama, yang selanjutnya disingkat FKUB, adalah Forum yang dibentuk oleh
masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah (dalam hal ini pemerintah daerah)
dalam rangka membangun, memelihara dan memberdayakan umat beragama untuk
kerukunan dan kesejahteraan.
10. Apa yang dimaksud dengan panitia
pembangunan rumah ibadat?
Panitia pembangunan rumah ibadah adalah
panitia yang dibentuk oleh umat beragama, ormas keagamaan atau pengurus rumah
ibadat.
11. Apa yang dimaksud dengan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) rumah ibadat?
IMB rumah ibadat
adalah izin yang diterbitkan oleh bupati/walikota untuk pembangunan rumah
ibadat.
12. Mengapa dalam istilah ‘IMB rumah
ibadat’ menggunakan huruf r dan I
(dengan huruf kecil), bukan huruf R dan I (dengan huruf besar)?
Penggunaan huruf
r dan I (dengan huruf kecil) dalam istilah ‘IMB rumah ibadat’ mengandung makna
bahwa pengertian IMB tersebut sama dengan IMB gedung lainnya, hanya saja
penggunaannya diperuntukkan bagi rumah ibadat.
BAB
II
TUGAS
KEPALA DAERAH
DALAM
PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
1. Siapakah yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan
kerukunan umat beragama?
Pemeliharaan
kerukunan umat beragama menjadi tanggung jawab bersama umat beragama,
pemerintah daerah dan Pemerintah.
2. Mengapa dalam urutan tanggung jawab
pemeliharaan kerukunan itu yang lebih dulu disebut adalah masyarakat, kemudian
pemerintahan daerah, dan Pemerintah? Apa maknanya?
Unsur
‘masyarakat’ ditempatkan di urutan nomor pertama yang bertanggung jawab
terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama. Hal itu mengandung makna bahwa masyarakat
memegang peranan penting dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama.
3. Di pihak Pemerintah, siapakah yang
mempunyai tugas dan kewajiban dalam pemeliharaan kerukunan di wilayah provinsi?
Pemeliharaan
kerukunan umat beragama di tingkat provinsi menjadi tugas dan kewajiban
gubernur, karena kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari
kerukunan nasional. Dalam pelaksanaannya, tugas dan kewajiban tersebut dibantu
oleh wakil gubernur dan aparat terkait, serta kepadal kantor wilayah departeman
(Kementerian) Agama provinsi.
4. Di pihak Pemerintah, siapakah yang
mempunyai tugas dan kewajiban dalam pemeliharaan kerukunan di tingkat
kabupaten/kota?
Pemeliharaan
kerukunan umat beragama di tingkat kabupaten/kota menjadi tugas dan kewajiban
bupati/walikota karena kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari
kerukunan nasional. Dalam pelaksanaannya, tugas dan kewajiban bupati/walikota
tersebut dibantu oleh wakil bupati/wakil walikota dan aparat terkait serta
kepala kantor departemenagama kabupaten/kota.
5. Sebutkan tugas dan kewajiban gubernur dalam
rangka pemeliharaan kerukunan di wilayahnya?
Tugas dan kewajiban gubernur dalam
rangka pemeliharaan kerukunan umat
beragama adalah :
a. memelihara
ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya
kerukunan umat beragama di provinsi;
b. mengoordinasikan
kegiatan instansi vertikal di provinsi dalam pemeliharaan kerukunan umat
beragama;
c. menumbuhkembangkan
keharmonisan, saling pengertian,saling menghormati, dan saling percaya di
antara umat beragama; dan
d. membina
dan mengoordinasikan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban
masyarakat dalam kehidupan beragama.
6. Kepada siapakah gubernur dapat
mendelegasikan tugas-tugas dalam rangka pemeliharaan kerukunan umat beragama
tersebut?
Pelaksanaan
tugas pemeliharaan kerukunan umat beragama oleh gubernur dapat didelegasikan
kepada wakil gubernur, yaitu yang menyangkut tugas mengoordinasikan kegiatan
instansi vertikal di provinsi, mengoordinasikan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil
walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah di bidang ketenteraman
dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama, tugas menumbuhkembangkan
keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama.
7. Sebutkan tugas dan kewajiban
bupati/walikota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama?
Tugas dan
kewajiban bupati/walikota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah:
a. memelihara
ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya
kerukunan umat beragama di
kabupaten/kota;
b. mengoordinasikan
kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam pemeliharaan kerukunan umat
beragama;
c. menumbuhkembangkan
keharmonisan, saling pengertian,saling menghormati, dan saling percaya di
antara umat beragama;
d. membina
dan mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam
kehidupan beragama; dan
e. menerbitkan
IMB rumah ibadat; khusus untuk Provinsi DKI Jakarta diterbitkan oleh gubernur.
8. Kepada siapakah bupati/walikota dapat
mendelegasikan tugas-tugas dalam rangka pemeliharaan kerukunan umat beragama?
Pelaksanaan
tugas pemeliharaan kerukunan umat beragama oleh bupati/walikota dapat
didelegasikan kepada wakil bupati/wakil walikota, yaitu yang menyangkut tugas
mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota, dan
mengoordinasikan camat, lurah, dan kepala desa dalampenyelenggaraan
pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam
kehidupab beragama.
9. Apakah bupati/walikota juga dapat
melimpahkan sebagian tugasnya kepada camat dalam pemeliharaan kerukunan umat
beragama?
Dapat, yaitu
dalam memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi
terwujudnya kerukunan umat beragama, dan dalam menumbuhkembangkan keharmonisan,
saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat
beragama.
10. Sebutkan tugas dan hak camat dalam rangka
pemeliharaan kerukunan umat beragama!
a. memelihara
ketenteraman dan ketertiban termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat
beragama di wilayah kecamatan;
b. menumbuhkembangkan
keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di
antara umat beragama; dan
c. membina
dan mengoordinasikan lurah dan kepala
desa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan
ketertiban masyarakat dalamkehidupan keagamaan.
11. Sebutkan tugas dan kewajiban lurah/kepala
desa dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama!
Tugas dan
kewajiban lurah/kepala desa adalah:
a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat
termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di wilayah
kelurahan/desa; dan
b. menumbuhkembangkan
keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati dan saling percaya di
antara umat beragama.
BAB
III
FORUM
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB)
1. Untuk apa Forum Kerukunan Umat Beragama
dibentuk?
Pembentukan FKUB
bertujuan untuk memelihara dan mengembangkan kerukunan umat beragama dalam
kehidupan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Dimana kedudukan FKUB dalam tata pemerintah
kita?
FKUB ada di
tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
3. Apakah FKUB dapat dibentuk di tingkat
kecamatan dan kelurahan/desa?
FKUB dapat
dibentuk di tingkat kecamatan dan kelurahan/desa untuk kepentingan dinamisasi
kerukunan, tetapi tidak memiliki tugas
formal sebagaimana FKUB tingkat provinsi, kabupaten/kota
4. Siapa yang membentuk FKUB?
FKUB dibentuk
oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah.
5. Bagaimana hubungan antara FKUB provinsi
dengan FKUB kabupaten/kota?
Hubungan keduanya bersifat konsultatif.
6. Apa tugas FKUB provinsi?
Tugas FKUB
provinsi:
a. melakukan
dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
b. menampung
aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;
c. menyalurkan
aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan
kebijakan gubernur; dan
d. melakukan
sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang
berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat.
7. Apa tugas FKUB kabupaten/kota?
Tugas FKUB
provinsi:
a. melakukan
dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
b. menampung
aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;
c. menyalurkan
aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan
kebijakan bupati/walikota;
d. melakukan
sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang
berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat;
e. memberikan
rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat, dan memberikan
pendapat tertulis untuk izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah
ibadat yang diberikan oleh bupati/walikota; dan
f.
memberikan pendapat atau saran dalam hal
penyelesaian perselisihan pendirian rumah ibadat kepada bupati/walikota.
8. Siapa saya yang berhak menjadi anggota
FKUB?
Keanggotaan FKUB
terdiri dari pemuka-pemuka agama yaitu tokoh komunitas umat beragama baik yang
memimpin ormas keagamaan maupun yang tidak memimpin ormas keagamaan yang diakui
atau dihormati oleh masyarakat setempat sebagai panutan.
9. Berapa jumlah FKUB?
Untuk tingkat provinsi jumlah anggota FKUB
maksimal 21 orang dan untuk tingkat kabupaten/kota maksimal anggotanya
berjumlah 17 orang.
10. Berikan contoh cara penghitungan anggota
FKUB di suatu daerah!
Di satu provinsi
misalnya telah ditetapkan jumlah anggota FKUB sebanyak 21 orang (dua puluh
satu) orang. Diasumsikan bahwa di provinsi tersebut terdapat 6 (enam) agama
yang dipeluk masyarakat , yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha,
danKhonghucu. Langkah pertama diambil 6 (enam) orang sebagai perwakilan setiap
agama untuk menjadi anggota FKUB. Setelah itu dihitung, 100% dari jumlah umat
beragama dari provinsi dibagi 21 (dua puluh satu) orang anggota FKUB provinsi,
berarti seorang anggota FKUB provinsi memerlukan proporsi penduduk umatnya4,76%
dari keseluruhan jumlah umat beragama provinsi. Jika proporsi suatu umat
beragama adalah 4,76% atau kurang, maka
seorang wakil yang telah ditetapkan di atas berarti hanya satu itulah wakilnya.
Demikian seterusnya setiap kelipatan 4,76% bertambah wakilnya seorang lagi.
Jika kelipatan tersebut tidak persis 4,76% maka dimusyawarahkan bersama.
Demikian pula
cara untuk penghitungan anggota FKUB kabupaten/kota. Di suatu kabupaten/kota
misalnya telah ditetapkan jumlah FKUB sebanyak 17 (tujuh belas) orang.
Diasumsikan bahwa di kabupaten/kota tersebut terdapat 6 (enam) agama yang
dipeluk masyarakat, yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha,
danKhonghucu. Langkah pertama diambil 6 (enam) orang sebagai perwakilan setiap
agama untuk menjadi anggota FKUB. Setelah itu dihitung, 100% dari jumlah umat
beragama kabupaten/kota dibagi 17 (tujuh belas) orang anggota FKUB
kabupaten/kota, berarti seorang anggota FKUB kabupaten/kota memerlukan proporsi
penduduk umatnya 5,88% dari keseluruhan jumlah umat beragama kabupaten/kota.
Jika suatu proporsi suatu umat beragama adalah 5,88% atau kurang, maka seorang
wakil yang telah ditetapkan di atas berarti hanya satu itulah wakilnya.
Demikian seterusnya setiap kelipatan 5,88% bertambah wakilnya seorang lagi.
Jika kelipatan tersebut tidak persis 5,88% maka dimusyawarahkan bersama.
11. Kenapa keanggotaan FKUB dihitung menurut
perimbangan jumlah penduduk?
Perhitungan
menurut perimbangan jumlah penduduk dipandang lebih mendekati keadilan.
12. Apakah sistem keanggotaan FKUB tidak
membuat FKUB itu seperti lembaga perwakilan?
FKUB bukanlah lembaga perwakilan. FKUB merupakan
suatu forum/wadah yang dibentuk untuk menampung seluruh aspirasi kepentingan
umat beragama dan pemberdayaan masyarakat. Demikian pula FKUB dalam mengambil
keputusan selalu melalui musyawarah dan mufakat, serta tidak melalui voting.
13. Bagaimana jika setelah dilakukan
perhitungan berdasarkan proporsi jumlah penduduk ternyata jumlah anggota FKUB tidak pas, dalam
arti bertambah atau berkurang 1 orang?
Dalam hal demikian,
maka para pemuka agama yang bersangkutan bermusyawarah untuk memperoleh jumlah
sesuai dengan yang ditetapkan menurut pasal 10 ayat (2).
14. Bagaimana struktur kepemimpinan FKUB?
FKUB dipimpin oleh seorang ketua, dibantu
oleh 2 orang wakil ketua, satu orang sekretaris dan satu orang wakil
sekretaris. Pengurus tersebut dipilih secara musyawarah oleh anggota.
15. Apa tugas Dewan Penasehat FKUB
Tugas Dewan
Penasehat FKUB:
a. Membantu
kepala daerah dalammerumuskan kebijakan pemeliharaan kerukunan umat beragama;
dan
b. Memfasilitasi
hubungan kerja FKUB dengan pemerintah daerah dan hubungan antar sesama instansi
pemerintah di daerah dalam rangka pemeliharaan kerukunan umat beragama.
16. Siapa saja yang duduk sebagai anggota Dewan
Penasehat FKUB di tingkat provinsi?
Anggota Dewan
Penasehat FKUB adalah para pejabat di lingkungan pemerintah daerah yang
ditetapkan oleh gubernur dengan susunan anggota sebagai berikut:
Ketua : wakil gubernur
Wakil
Ketua : kepala kantor wilayah departemen
agama provinsi;
Sekretaris : kepala badan kesatuan bangsa dan
politik provinsi
Anggota : pimpinan instansi terkait,
dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku
17. Siapa saja yang duduk sebagai anggota Dewan
Penasehat FKUB di tingkat kabupaten/kota?
Anggota Dewan
Penasehat FKUB adalah para pejabat di
lingkungan pemerintah daerah yang ditetapkan oleh bupati/walikota dengan
susunan sebagai berikut:
Ketua : wakil bupati/walikota;
Wakil
Ketua : kepala kantor departemen agama kabupaten/kota
Sekretaris : kepala
badan kesatuan bangsa dan politik kabupaten/kota
Anggota : pimpinan instansi terkait,
dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
18. Bagaimana pola hubungan FKUB dengan Dewan
Penasehat FKUB?
FKUB dan Dewan
Penasehat FKUB adalah dua struktur organisasi yang terpisah namun kedua lembaga
tersebut mempunyai hubungan kemitraan.
19. Apa saja yang diatur oleh Peraturan
Gubernur?
Yang diatur oleh Peraturan Gubernur
mengenai FKUB dan Dewan Penasehat FKUB
baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota antara lain adalah:
a. Pengukuhan/pelantikan
anggota FKUB dan Dewan Penasehat FKUB;
b. Masa
kerja FKUB dan Dewan Penasehat FKUB;
c. Penggantian
antar waktu FKUB dan Dewan Penasehat
FKUB bila berhalangan tetap, pindah alamat, dan sebab-sebab lain karena
tidak mampu melaksanakan tugasnya;
d. Tata
administrasi umum dan keuangan FKUB dan Dewan Penasehat FKUB; dan
e. Prinsip
dasar tata kelola FKUB yang selanjutnya diatur dalam anggaran rumah tangga
FKUB.
BAB
IV
PENDIRIAN
RUMAH IBADAT
1. Apa yang menjadi dasar utama keinginan
mendirikan rumah ibadat?
Pendirian rumah
ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan
komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan bagi pelayanan umat beragamayang
bersangkutan di wilayah kelurahan/desa. Dalam hal keperluan nyata bagi
pelayanan umat beragama di wilayah kelurahan/desa sebagaimana dimaksud di atas
tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah
kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi.
2. Apa yang dimaksud dengan keperluan nyata
dan sungguh-sungguh?
Keperluan nyata dan sungguh-sungguh adalah bila terdapat sekurang-kurangnya
90 (sembilan puluh) pemeluk agama dewasa (dengan KTP) di suatu wilayah
kelurahan/desa atau kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi.
3. Apa lagi yang harus dipertimbangkan bila
mendirikan rumah ibadat?
Pendirian rumah ibadat dilakukan dengan
tetap menjaga kerukunan umat
beragama,tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi
peraturanperundang-undangan.
4. Di kelurahan/desa manakah rumah ibadat itu
didirikan apabila pendirian suatu rumah ibadat didasarkan atas perhitungan pada
tingkat kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi?
Rumah ibadat itu didirikan di
kelurahan/desa dimana terdapat dukungan 60 (enam puluh) orang dewasa penduduk
setempat.
5. Siapa sajakah yang boleh menjadi pendukung
itu?
Penduduk
setempat di luar yang 90 (sembilan puluh) orang tanpa memandang agama yang
dianut.
6. Apabila persyaratan 90 (sembilan puluh)
orang terpenuhi dan dukungan 60 (enam puluh) orang sudah terpenuhi, persyaratan
apalagi yang diperlukan?
Ada dua
persyaratan lagi yaitu rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama
kabupaten/kota dan rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.
7. Apakah dukungan 60 (enam puluh) orang
tersebut bersifat mutlak?
Tidak. Apabila
dukungan itu tidak mencapai 60 (enam puluh) orang maka pemerintah daerah
berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.
8. Apakah ketentuan mengenai kedua rekomendasi
tersebut berlaku untuk seluruh provinsi?
Ya, kecuali
untuk DKI Jakarta karena di DKI Jakarta IMB diterbitkan oleh Gubernur maka
rekomendasi-rekomendasi yang diperlukan tersebut disesuaikan pada tingkat
provinsi.
9. Apa yang dimaksud persyaratan administratif
dan persyaratan teknis bangunan gedung?
Persyaratan
administratif adalah seperti surat keterangan tanah dan lain-lain. Adapun
persyaratan teknis bangunan gedung
adalah seperti persyaratan tata bangunan gedung. Kedua tata persyaratan
tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung.
10. Bagaimana cara FKUB menerbitkan rekomendasi
itu?
Rekomendasi FKUB harus berbentuk tertulis
yang merupakan hasil musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB.
11. Siapa yang harus mengajukan permohonan
pendirian rumah ibadat?
Permohonan pendirian rumah ibadat diajukan
oleh panitia pembangunan rumah ibadat. Panitia pembangunan rumah ibadat dibentuk oleh umat beragama, ormas keagamaan
atau pengurus rumah ibadat.
12. Kepada siapa permohonan IMB rumah ibadat
diajukan?
Permohonan IMB rumah ibadat diajukan kepada
bupati/walikota, khusus untuk DKI Jakarta diajukan kepada Gubernur.
13. Berapa lama jangka waktu bupati/walikota/
gubernur DKI Jakarta memberikan keputusan terhadap permohonan IMB rumah ibadat?
Bupati/walikota/Gubernur
DKI Jakarta memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak
permohonan pendirian rumah ibadat diajukan. Penghitungan waktu 90 (sembilan puluh) hari dimulai pada
saat panitia pembangunan menyerahkan syarat-syarat yang lengkap kepada
pemerintahan kabupaten/kota/Gubernur DKI Jakarta.
14. Tindakan apa yang harus dilakukan
pemerintah daerah terhadap bangunan rumah ibadat yang telah memiliki IMB
apabila terjadu perubahan tata ruang?
Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan
lokasi baru dan segala kompensasi serta ganti rugi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB
V
IZIN
SEMENTARA PEMANFAATAN
BANGUNAN
GEDUNG
1. Apakah suatau bangunan gedung yang bukan
rumah ibadat dapat difungsikan sebagai rumah ibadat sementara?
Bangunan gedung
bukan rumah ibadat, dapat digunakan sebagai rumah ibadat sementara oleh
kelompok umat beragama di suatu wilayah, setelah memperoleh Surat Keterangan
Pemberian Izin Sementara Pemanfaatan Gedung dari Bupat/Walikota/Gubernur DKI
Jakarta
2. Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk
memperoleh surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan
gedung sebagai rumah ibadat?
Syarat-syarat
yang harus dipenuhi adalah:
a. laik
fungsi yang mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang bangunangedung.
b. terpeliharanya
kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat dengan
persyaratan meliputi:
1) izin
tertulis pemilik bangunan;
2) rekomendasi
tertulis lurah/kepala desa;
3) pelaporan
tertulis kepadaFKUB kabupaten/kota; dan
4) pelaporan
tertulis kepada kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.
3. Apa dasar pertimbangan
bupati/walikota/Gubernur DKI Jakarta untuk menerbitkan Surat Keterangan
Pemberian Izin Sementara rumah ibadat?
Surat Keterangan
Pemberian Izin Sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai
rumah ibadat diterbitkan bupati/walikota/Gubernur DKI Jakarta setelah
mempertimbangkan pendapat tertulis kepada kepala departemen agama dan FKUB
Kabupaten/kota.
4. Berapa lama masa berlaku Surat Keterangan
Pemberian Izin Sementara tersebut?
Surat Keterangan Pemberian Izin Sementara
pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah
ibadat sebagai rumah ibadat tersebut berlaku paling lama 2 (dua) tahun.
5. Bagaimana apabila masa 2 (dua) tahun telah
berakhir?
Pengguna bangunan gedung bukan rumah ibadat
dapat mengajukan kembali permohonan Surat Keterangan Pemberian Izin Sementara
pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah
ibadat sebagai rumah ibadat sesuai persyaratan dalam pasal 18 ayat (1), (2),
dan (3).
6. Apakah wewenang bupati/walikota/Gubernur
DKI Jakarta menerbitkan Surat Keterangan Izin Sementara Pemanfaatan Bangunan
Gedung bukan rumah ibadat itu, dapat dilimpahkan kepada pejabat lain?
Penerbitan Surat Keterangan Pemberian Izin
Sementara pemanfaatan bangunan gedung
bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat yang difungsikan sebagai rumah ibadat ,
dapat dilimpahkan kepada camat setelah mempertimbangkan pendapat tertulis
kepala kantor departemen agama dan FKUB kabupaten/kota setempat. Khusus untuk DKI
Jakarta gubernur dapat melimpahkan kepada pejabat di bawahnya.
BAB
VI
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
7. Apa yang dimaksud dengan perselisihan
akibat pendirian dan penggunaan rumah ibadat?
Yang dimaksud
dengan perselisihan akibat pendirian rumah ibadat ialah perselisihan antara
pihak panitia pendiri atau pengguna atau calon pengguna rumah ibadat dengan
pihak masyarakat setempat, dengan pemerintah daerah, dengan kantor departemen
agama kabupaten/kota atau dengan FKUB setempat dalam hal ini berkaitan dengan
izin dan persyaratan pendirian rumah ibadat, ataupun penggunaan bangunan gedung
bukan rumah ibadat yang akan atau telah dipergunakan sebagai rumah ibadat.
8. Apa yang menyebabkan terjadinya
perselisihan tersebut?
Tindakan yang mengganggu ketenteraman dan
ketertiban masyarakat sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana.
9. Bagaimana proses penyelesaian perselisihan
akibat pendirian rumah ibadat?
a. Penyelesaian
perselisihan akibat pendirian rumah ibadat harus diselesaikan secara berjenjang
diawali di tingkat kelurahan/desa, kecamatan, dan terakhir di tingkat
kabupaten/kota dengan mengedepankan prinsip musyawarah yang difasilitasi oleh
para pemuka masyarakat setempat termasuk FKUB.
b. Dalam
hal musyawarah penyelesaian perselisihan
oleh masyarakat setempat tidak tercapai maka penyelesaiannya ditingkatkan
kepada bupati/walikota yang dibantu oleh kepala kantor departemen agama dengan
mempertimbangkan pendapat/saran FKUB kabupaten/ kota dan harus dilakukan secara
adil dan tidak memihak sehingga masing-masing pihak yang berselisih tidak ada
yang dirugikan. Pihak-pihak yang berselisih dihadirkan bersama dengan pihak-pihak
terkait. Hasil keputusan musyawarah dituangkan dalam bentuk kesepakatan
tertulis yang ditandatangani para pihak yang berselisih dan menjadi dokumen yang
mengikat.
c. Jika
penyelesaian perselisihan yang dilakukan
bupati/walikota setempat tidak tercapai kesepakatan, barulah penyelesaian
perselisihan dilakukan melalui Pengadilan Negeri setempat. Kepada Pengadilan
Negeri hendaknya disampaikan bukti-bukti dan dokumen berita acara yang telah
dicapai pada musyawarah penyelesaian perselisihan di tingkat-tingkat
sebelumnya. Dengan demikian proses penyelesaian perselisihan pendirian atau
penggunaan rumah ibadat hendaknya dilakukan secara bertahap, tidak secara
langsung ke Pengadilan Negeri setempat demi untuk menjaga semangat kebersamaan,
ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan keagamaan.
10. Bagaimana kalau perselisihan itu terjadi
dalam hal penggunaan rumah ibadat ?
Penyelesaian perselisihan
penggunaan rumah ibadat ini sama dengan proses penyelesaian perselisihan
pendirian rumah ibadat.
11. Bagaimana tanggung jawab gubernur terhadap
penyelesaian perselisihan yang berkaitan
dengan rumah ibadat?
Gubernur
bertanggun jawab melaksanakan pembinaan yakni monitoring, pengarahan, dan
pengawasan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di daerahnya dalam menyelesaikan perselisihan
pendirian danpenggunaan rumah ibadat agar berlaku secara adil dan tidak
memihak.
BAB
VII
TENTANG
PENGAWASAN DAN PELAPORAN
1. Apa saja substansi yang diawasi oleh
gubernur di wilayahnya?
Gubernur dibantu
oleh kepala kantor wilayah departemen agama provinsi melakukan pengawasan
terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di daerahnya atas pelaksanaan
pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pendirian rumah
ibadat
2. Apa saja substansi yang diawasi oleh
bupati/walikota di wilayahnya?
Bupati/walikota
dibantu oleh kepala kantor departemenagama kabupaten/kota melakukan pengawasan
terhadap camat dan lurah/kepala desa serta instansi terkait di daerahnya atas
pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan
pendirian rumah ibadat.
3. Bagaimana mekanisme dan waktu pelaporan
gubernur atas pelaksanaan tugas dan
wewenang tanggung jawabnya?
Gubernur melaporkan pelaksanaan
pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian
rumah ibadat di provinsi.
·
Laporan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri
dan Menteri Agama.
·
Tembusan dikirim kepada Menteri Koordinator
Politik, Hukum dan Keamanan, sertaMenteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.
·
Laporan disampaikan setiap 6 (enam) bulan pada
pulan Januari dan Juli atau sewaktu-waktu jika dipandang perlu.
4. Bagaimana mekanisme dan waktu pelaporan bupati/walikota atas pelaksanaan tugas dan wewenang tanggung
jawabnya?
Bupati/walikota melaporkan pelaksanaan
pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian
rumah ibadat di kabupaten/kota.
·
Laporan disampikan kepada gubernur.
·
Tembusan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri
dan Menteri Agama.
·
Laporan disampaikan setiap 6 (enam) bulan pada
pulan Januari dan Juli atau sewaktu-waktu jika dipandang perlu.
BAB VIII
BELANJA PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN
TERHADAP PEMELIHARAAN
KERUKUNAN UMAT
BERAGAMA SERTA
PEMBERDAYAAN FKUB
Dari mana
anggaran belanja pembinaan dan dan pengawasan terhadap pemeliharaan kerukunan umat
beragama serta pemberdayaan FKUB?
Anggaran belanja pembinaan dan pengawasan terhadap
pemeliharaan kerukunan umat beragama serta pemberdayaan FKUB ditentukan sebagai
berikut:
a.
di tingkat nasional didanai dari dan atas beban
APBN;
b.
di tingkat provinsi didanai dari dan atas beban
APBD provinsi; dan
c.
di tingkat kabupaten/kota didanai dari dan atas
beban APBD kabupaten/kota.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
1. Kapan batas akhir pembentukan FKUB dan
Dewan Penasehat FKUB di provinsi dan kabupaten/kota?
FKUB dan Dewan
Penasehat FKUB di provinsi dan kabupaten/kota dibentuk paling lambat tanggal 21
Maret 2007.
2. Bagaimana dengan FKUB atau forum sejenis
yang sudah dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota sebelum berlakunya Peraturan
Bersama Menteri ini?
FKUB atau forum sejenis yang sudah dibentuk
di provinsi dan kabupaten/kota disesuaikan dengan Peraturan Bersama Menteri ini
paling lambat 21 Maret 2007.
3. Bagaimana status izin bangunan gedung rumah
ibadat yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebelum berlakunya Peraturan Bersama Menteri
ini?
Izin bangunan gedung rumah ibadat yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebelum berlakunya Peraturan Bersama Menteri
ini dinyatakan sah dan tetap berlaku.
4. Bagaimana proses renovasi bangunan gedung
rumah ibadat yang telah mempunyai IMB rumah ibadat?
Renovasi bangunan gedung rumah ibadat yang
telah mempunyai IMB rumah ibadat, diproses sesuai dengan ketentuan IMB yang
mengacu pada peraturan perundang-undangan, sepanjang tidak terjadi pemindahan
lokasi.
5. Bagaimana apabila bangunan gedung rumah
ibadat yang telah digunakan secara permanen dan/atau memiliki nilai sejarah
tetapi belum memiliki IMB rumah ibadat sebelum berlakunya Peraturan Bersama
Menteri ini?
Bupati/walikota membantu memfasilitasi kemudahan penerbitan IMB untuk rumah ibadat
dimaksud namun pihak pengguna bangunan rumah ibadat tetap harus mengurus IMB
rumah ibadat.
6. Bagaimana status peraturan
perundang-undangan yang mengatur pendirian rumah ibadat yang telah ditetapkan pemerintah
daerah, sebelum keluarnya Peraturan Bersama Menteri ini?
Peraturan Perundang-Undangan
yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah , sebelum keluarnya Peraturan Bersama
Menteri ini, wajib disesuaikan dengan Peraturan Bersama Menteri ini paling
lambat tanggal 21 Maret 2008.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
1. Bagaimana kedudukan Surat Keputusan Bersama
(SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 setelah Peraturan
Bersama Menteri ini diberlakukan?
Setelah Peraturan
Bersama Menteri ini diberlakukan maka SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam
Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh
Pemeluk-pemeluknya, khusus mengenai ketentuan yang mengatur pendirian rumah
ibadat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2. Kapan Peraturan Bersama Menteri ini
diberlakukan?
Peraturan Bersama Menteri ini mulai berlaku
sejak tanggal 21 Maret 2006.
Sumber:
Buku Tanya Jawab Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA
DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH DALAM
PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, PEMBERDAYAAN FORUM KERUKUNAN UMAT
BERAGAMA DAN PENDIRIAN RUMAH IBADAT, yang diterbitkan oleh Badan
Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, cetakan I 2007 dan digandakan kembali
oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Departemen Agama RI Tahun
2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar