Trima kasih mengunjungi blog kami!

Para pengunjung yth. semua isi blog ini ditulis atau disusun atas kemauan pribadi. Itu berarti blog ini berisi aneka pendapat, pemahaman, persepsi pribadi, dan pemikiran pribadi atas lingkungan kerja dan hidup sekitarnya. Harapan kami isi blog ini bermanfaat bagi pengunjung yang memerlukannya. Salam, GBU.

Senin, Januari 20, 2014

Aspirasi Masyarakat Papua: Penting Dialog antara Pemerintah Pusat, Daerah, TNI, POLRI, Tokoh Adat, Tokoh Agama

Foto bersama para peserta
Pengantar:

Pada bulan 2-5 Desember 2013 yang lalu, Ditjen Bimas Katolik, Kementerian Agama RI menyelenggarakan Pertemuan Lintas Komisi (Tokoh Umat) Provinsi Gerejawi Se-Papua di Papua. Hasil Pertemuan tersebut berupa:

REKOMENDASI Bersama

Pertemuan Lintas Komisi (Tokoh Umat) Provinsi Gerejawi Se- Tanah Papua di Jayapura

Dalam penyelenggaraan Allah yang Maha Kasih, Pertemuan Lintas Komisi (Tokoh Umat) Provinsi Gerejawi Se- Tanah Papua di Jayapura dengan tema "Peningkatan Kualitas Pelayanan bagi Masyarakat Katolik di Tanah Papua " dan Subtema: "Tekad dan Kerjasama Pemerintah dan Gereja Katolik untuk Membangun Masyarakat Cerdas, Sejahtera dan Bermartabat di Tanah Papua”, yang dilaksanakan sejak tanggal 2 s.d. 5 Desember 2013, di TRAVELLERS HOTEL SENTANI, Jl. Raya Kemiri No. 282, Kel. Hinekombe, Distrik Sentani, Jayapura, Papua, dihadiri oleh Lintas Komisi (Tokoh Umat) Katolik dari Keuskupan Jayapura, Keuskupan Agats, Keuskupan Timika, Keuskupan Manokwari- Sorong, Keuskupan Agung Merauke dan Bimas Katolik, serta para narasumber. Pertemuan ini diselenggarakan atas kerjasama Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama RI, Kanwil Kementerian Agama Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, dengan tujuan: (1) untuk memahami bersama kondisi riil umat/masyarakat Katolik di Tanah Papua: hambatan dan tantangan serta potensi dan peluang dalam melaksanakan peran-serta secara aktif dan dinamis dalam pembangunan masyarakat; (2) untuk meningkatkan kerja sama sinergis diantara Komisi-Komisi (Tokoh Umat) Katolik Keuskupan dan antara lembaga Gereja dan Pemerintah dan (3) untuk merumuskan rekomendasi atau langkah-langkah strategis jauh ke depan yang secara konkrit dapat dilaksanakan (realizable - aplikatif) untuk mewujudkan peran aktif umat/masyarakat Katolik dalam pembangunan masyarakat.




Foto bersama para peserta

Gereja Katolik sepanjang sejarah kehadirannya di bumi nusantara telah terlibat dalam aneka karya untuk mewujudkan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik. Upaya untuk mewujudkan kondisi "di atas bumi seperti di dalam surga" telah dilaksanakan melalui berbagai karya dan prakarsa pelayanan pastoral.

Berbagai karya dan prakarsa tersebut telah memberikan pengaruh bermanfaat bagi perbaikan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara, namun tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena keadaban publik dan kesejahteraan umum belum sepenuhnya terwujud. Menyadari kondisi tersebut, Gereja Katolik mengemban tugas pelayanan untuk mengembangkan habitus baru sebagai upaya mengatasi ketidakadaban publik.

Gereja Katolik sebagai institusi maupun komunitas, bersama Negara memiliki tantangan dan peluang untuk membangun gerakan bersama menciptakan tatanan sosial dan politik yang mengabdi pada kesejatian martabat manusia. Dalam upaya menanggapi keprihatinan sosial Gereja, kami telah membahas beberapa hal sehubungan dengan peran tokoh agama dan tokoh masyarakat dan mendapat masukan inspiratif dari:

1. Drs. Agustinus Tungga Gempa, MM, Sekretaris Ditjen Bimas Katolik tentang Visi Misi Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama

2. Kepala Kantor Kementerian Agama Prov. Papua/yang mewakili, materi tentang Kebijakan Pembinaan Umat Beragama dalam Pembangunan Bangsa
3. Fransiskus Endang, SH, MM, Direktur Urusan Agama Katolik tentang: 
a) Tugas dan Fungsi Kementerian Agama dalam Pembangunan NKRI
b) Kebijakan Direktorat Urusan Agama Katolik dan Peran Tokoh Umat Agama Katolik dalam Hidup Berbangsa dan Bernegara

4. Benny Susetyo, Pr, Tokoh Agama dan Budayawan Katolik, tentang:
a) Partispasi Umat Katolik dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umum di Tanah Papua
b) Pentingnya Dialog di Tanah Papua untuk Masa Depan Masyarakat Papua yang cerdas, sejahtera dan bermartabat

5. Prof. Dr. B.S. Mardiatmadja,SJ, Dosen STF Driyarkara Jakarta tentang:
a) Masyarakat Katolik dan Politik
b) Peran Organisasi Masyarakat Katolik dalam Pembangunan Bangsa

6. Rm. Izak Resubun, MSC, Dosen STF Fajar Timur tentang
a) Pemberdayaan Masyarakat di Tanah Papua melalui Pendidikan
b) Membangun Tanah Papua berbasis Kearifan Lokal

7. Rm. Aloysius G. Rusmadji, OFM, M.Th, Ketua STP Kateketik St. Rasul Yohanes Jayapura tentang hubungan Gereja Katolik dan Pemerintah di Tanah Papua

Setelah menyimak dengan seksama dan membahas masukan inspiratif, Pertemuan Lintas Komisi (Tokoh Umat) Provinsi Gerejawi Se-Tanah Papua di Jayapura bersepakat menegaskan REKOMENDASI dan KOMITMEN bersama sebagai wujud panggilan sebagai murid Kristus untuk bertindak menanggapi keprihatinan sosial Gereja baik kepada Pemerintah maupun kepada Lembaga Gereja Katolik se-Provinsi Gerejawi Papua sebagai berikut:

1. Pembangunan kualitas kehidupan iman Katolik dan kualitas kerukunan umat beragama di Tanah Papua perlu komunikasi dan kerjasama antara Pemerintah dalam hal ini Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama dan jajarannya, Pemerintah Daerah dengan Keuskupan-keuskupan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.

2. Pendekatan dialog antara Pemerintah Pusat, Daerah, TNI, POLRI, Tokoh Adat, Tokoh Agama, harus diusahakan secara terus menerus untuk mewujudkan masyarakat di Tanah Papua sejahtera dan damai antara lain: mengatasi akar permasalahan di Tanah Papua, agar menghentikan kekerasan di Tanah Papua, mendengarkan aspirasi masyarakat dan menghormati hak asasi masyarakat Papua yang majemuk.

3. Pendekatan dialog budaya di tengah modernisasi dan globalisasi harus dikedepankan dalam mengubah pola pikir dan paradigma masyarakat Papua dalam memandang dan membangun dirinya tanpa menghilangkan indentitas/ jati dirinya.

4. Untuk mewujudkan kesejahteraan dan kedamaian warga masyarakat di Tanah Papua kami merekomendasikan jalan iman, yaitu iman yang menyuarakan dan memperjuangkan kebenaran dan keadilan di ruang publik.

5. Salah satu upaya terbaik untuk mewujudkan kesejahteraan umum di tanah papua adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia antara lain melalui peningkatan mutu pendidikan agar dapat mengelola kekayaan yang terkandung di Tanah Papua dengan memperhatikan: pembinaan dan peningkatan kompetensi guru (beragama Katolik), pendidikan berpola asrama yang dikelola secara profesional dengan pendamping yang kompeten, serta mendirikan sekolah – sekolah kejuruan di daerah pedalaman Papua.

6. Mendirikan Sekolah Agama Katolik Negeri dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.

7. Upaya lain untuk memberdayakan kehidupan ekonomi masyarakat Katolik di Tanah Papua dengan mengupayakan ekonomi kerakyatan seperti pendirian Credit Union.

8. Pemerintah ( Pusat dan Daerah ) perlu memperhatikan KEARIFAN LOKAL dalam perencanaan pembangunan daerah, bahkan harus memasukkan nilai-nilai kearifan lokal dalam Peraturan Daerah dan sebagai muatan lokal Kurikulum di sekolah-sekolah.

9. Gereja Katolik lebih meningkatkan perhatian terhadap nilai-nilai kearifan lokal Papua sesuai dengan nilai injili dalam reksa pastoralnya .

10. Gereja membuka ”ruang politik” bagi umat untuk melaksanakan pendidikan politik.

11. Menghilangkan Stigma negatif terhadap masyarakat asli Papua.

12. Pemerintah dan Gereja membuat kebijakan untuk mencegah berbagai gerakan yang mencederai kebebasan beragama.

Demikianlah Rekomendasi kami, dengan kesungguhan hati untuk disuarakan dan dilaksanakan sebagai upaya menanggapi panggilan sebagai anggota Gereja dalam mewujudkan Kesejahteraan Umum.

Upaya mewujudkan Rekomendasi Bersama ini, dilandasi keniscayaan karena sejatinya, “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang dewasa ini, khususnya mereka yang miskin dan mereka yang menderita adalah juga kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para pengikut Kristus.” (Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes, art 1).

Semoga terpenuhilah apa yang dikatakan Santo Paulus kepada jemaat di Korintus, ”Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama, dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri.” (IKorintus 3, 6-8).

Jayapura, PAPUA, 5 Desember 2013
Kami yang bersehati mengemban amanat pastoral

Pertemuan Lintas Komisi (Tokoh Umat) Provinsi Gerejawi Se-Papua di Papua

NO
NAMA
GOL
UTUSAN
1
 P. Lewi Ibori, OSA
IV
 Kota Sorong
2
 Drs. Simon Isak Mendopma
III
 Kota Sorong
3
 Ir. Philipus Vincentius Woersok
III
 Kota Sorong
4
 Drs. Y.B Suparna
III
 Kota Sorong
5
 Paulus Weti, S.Ag
III
Kab. Timika
6
 Drs. Ignatius  Robert Adii, M.MPd
III
Kab. Timika
7
 Jhon Jontinus Giyai, S.Ag. , M.Si
III
Kab. Timika
8
 Daniel Dom Nampu, S.Si
III
Kab. Merauke
9
 Anna S.A. Mahuse, S.Ked
III
Kab. Merauke
10
 Theodorus Erro Yapo
III
Kab. Merauke
11
 Robertus  Kambun
III
Kab. Merauke
12
 Chrysosimus Salvator Uluhayanan
III
Kab. Agats
13
 P.  Linus Dumatubun, Pr
III
Kab. Agats
14
 A.H.B. Triyanto W. Samkakay
III
Kab. Agats
15
 Fransiskus Ode Nggawa
III
Kab. Keerom
16
 Drs. Damasus Kabelen
III
Kab. Keerom
17
 Servulus Fanga, S. Ag
III
Kab. Keerom
18
 Antonius Nevi
III
Kota Jayapura
19
 Yance Po'hwain, SH
III
Kota Jayapura
20
 Fidelis Puru Piran, S.Ag
III
Kota Jayapura
21
 Fridus Gedi Dhiki, S.S., M.Pd
IV
Kota Jayapura
22
 Drs. Diakon Octo Malisngoran Ivakdalam
III
Kota Jayapura
23
 Johanes Nahak, S.Ag., MM
III
Kota Jayapura
24
 Rato Benyamin, S.Ag
III
Kota Jayapura
25
 Damianus Dowen Kumanireng, S.Si
III
Kota Jayapura
26
 Maxilianus Mena
III
Kota Jayapura
27
 Marcelinus Kepata, S.Ag., M.Hum
III
Kota Jayapura
28
 Alexander Nele Hala
III
Kota Jayapura
29
 Elisabeth Tangkere Sudanto
III
Kota Jayapura
30
 Wilhelmus Sira
III
Kota Jayapura
31
 Fidelis Arimpa Rapa
III
Kota Jayapura
32
 Januarius  Maturbongs
III
Kota Jayapura
33
 Ignatius Gunadi
III
Kota Jayapura
34
 Rosa Bunga Ulahayanan
III
Kota Jayapura
35
 Evaristus Silitubun, SS
III
Kota Jayapura
36
 Karolina Y.K. Kiriwaib, S.Ag
III
Kota Jayapura
37
 RD.  Timotius Sefire, OFM
IV
Kab. Jayapura
38
 Yohanes Baptista Sua Dula
III
Kab. Jayapura
39
 Herald J. Berhitu
III
Kab. Jayapura
40
 Kosmas Jadi
III
Kab. Jayapura
41
 Sr. Imelda Sukria, OSU
III
Kab. Jayapura
42
 Yoseph Keluli
III
Kab. Jayapura
43
 Hendrikus Randut
III
Kab. Jayapura
44
 Ignatius Widihandono
III
Kab. Jayapura
45
 Valentinus Mahmud Medhon
III
Kab. Jayapura
46
 Philipus Kakupu
III
Kab. Jayapura
47
 Marianus Kota
III
Kab. Jayapura
48
 Aloysius Wolor
III
Kab. Jayapura
49
 Agnes Ina Palang Ama
III/b
Pengelola Perizinan pd Seksi Penguatan Lembaga

 NIP. 196608111987032001

Subdit Kelembagaan



DITURA Katolik
50
 Yulius Emilianus M. Pora, S.Fil
III/a
Pramu/Protokol Tamu/Sespri Dirjen

 NIP. 198005282011011005






Jumat, September 27, 2013

Pemilu 2014: Umat Katolik Jangan Golput

"Saya menghimbau agar masyarakat Katolik tidak menjadi Golput pada Pemilu 2014. Saya berharap masyarakat Katolik berpartisipasi memilih pemimpin yang baik, baik track record-nya" guna mewujudkan kesejahteraan umum, demikian penegasan Semara Duran Antonius, Direktur Jenderal Bimas Katolik ketika menutup acara pertemuan tokoh agama dan tokoh masyarakat Katolik Keuskupan Denpasar yang terdiri berbagai unsur, para pastor, tokoh masyarakat lokal, Ormas PMKRI dan WKRI,  di Mataram yang berlangsung pada 22-25/9.

Semara Duran Antonius juga mengajak para tokoh agama dan tokoh masyarakat Katolik untuk bekerja sama sebagai mitra kerja dalam rangka membangun bangsa dan Gereja.

Sebelumnya, Eko Armada Ryanto, CM yang menjadi pembicara dalam pertemuan tersebut, menegaskan agar umat Katolik tidak ragu ikut berpartisipasi dalam politik karena politik itu sejatinya mewujudkan kesejahteraan umum dengan cara profesional dan berintegritas.

Dalam berpartisipasi, umat Katolik diharapkan sadar dan setia memperjuangkan ideologi Pancasila. Sebab dewasa ini, ideologi sudah mati, yang berlaku politik pragmatisme, dimana para politisi menjadi kutu loncat, guna mengejar kepentingan golongan atau kelompok.

Agar optimal dalam berkontribusi mewujudkan kesejahteraan umum, maka Pemerintah, Keuskupan (Lembaga Gereja) dan Masyarakat memberikan kesempatan studi lanjut bagi warga yang potensial, bahkan diharapkan sampai tingkat doktoral, lanjut Eko Armada Riyanto dalam paparannya.

 

Kompetensi, profesionalitas dan integritas

Pada hakekatnya, kita  dihormati dan eksis bukan karena jabatannya, melainkan karena kompetensi, profesionalitas dan integritasnya. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan agar masyarakat Katolik meningkatkan kualitasnya agar profesional, kompeten dan berintegritas dalam berpartisipasi mewujudkan kesejahteraan umum, kata Dr. Harry Soeprianto, M.Si, dosen Universitas Mataram yang menjadi pembicara lainnya.

Selain masyarakat, organisasi massa Katolik memiliki peran strategis dalam menggapai kesejahteraan umum, ungkap, Selly Esther Sembiring, praktisi hukum di Mataram. Peran Ormas Katolik tidak sebatas bidang sosial karitatif, lebih dari itu, perbaikan kehidupan bersama, sesuai kebenaran Injili, antara lain menjadi calon legislatif atau politisi, tegasnya dalam presentasinya berjudul Peran ORMAS Katolik.

Pertemuan tokoh agama dan tokoh masyarakat Katolik Keuskupan Denpasar tersebut  menghasilkan tujuh (7) butir-butir kesepakatan atau komitmen yang hendak diwujudnyatakan.
Ketujuh butir-butir kesepakatan tersebut adalah: Ikut terlibat secara aktif dalam meningkatkan kualitas hidup umat di segala bidang kehidupan demi terwujudnya kesejahteraan umum (Bonum Commune); mendukung upaya Gereja dan Pemerintah dalam menyiapkan Generasi Muda Katolik yang potensial untuk studi lanjut; meningkatkan komunikasi dan kerjasama yang sinergis antara Lembaga Gereja Katolik Indonesia, Pemerintah dan lembaga keagamaan lainnya, menanamkan keberanian untuk masuk dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial, budaya, dan politik melalui pemahaman yang menyeluruh atas pengalaman historis relasi umat dengan masyarakat dan Pemerintah, membangun "dapur politik" untuk menyiapkan politisi Katolik, berani menyuarakan "suara kaum tak bersuara" (the voice of the voiceless)  dan mendorong Gereja dan Pemerintah untuk lebih memperhatikan Ormas Katolik terutama dalam hal dukungan dana

Butir-butir kesepakatan tersebut diharapkan didengarkan dan didukung oleh pimpinan Gereja Katolik dan stakeholder lainnya, dalam hal ini Uskup Denpasar, pemerintah, Ormas terkait, demikian tegas Pastor Evensius Dewantoro
, Pr  salah satu tokoh agama Katolik. (Pormadi Simbolon)

Minggu, September 08, 2013

Guru Pendidikan Agama Katolik: Demi Bangsa Indonesia yang Cerdas dan Sejahtera

Guru Pendidikan Agama Katolik merupakan salah satu tenaga pendidik yang penting dan strategis dalam mewujudkan bangsa Indonesia yang cerdas dan sejahtera, untuk itu mereka harus dibina di bidang kompetensi-kompetensinya (pedagogis, profesionalitas, kepribadian, sosial, dan kepemimpinan) agar semakin profesional. Demikian salah satu benang merah sambutan Dirjen yang dibawakan oleh Bapak Sekretaris Ditjen Bimas Katolik, Drs. Agustinus Tungga Gempa,MM.

Para guru Pendidikan Agama Katolik mengikuti Pembinaan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Katolik Tingkat Dasar Regional Sumatera Utara di Pematang Siantar dari 7 s.d. 11 September 2013 di hotel Sapadia. Fokus pertemuan ini difokuskan pada pembinaan kompetensi profesionalitas di bidang pembelajaran Pendidikan Agama Katolik versi Kurikulum 2013, guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anak, dan pembentukan karakter anak.

Guru Pendidikan agama Katolik dibina disiapkan menyongsong pemberlakuan mata pelajaran agama versi kurikulum 2013 pada tahun 2014.

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Pembina BIA: Mendekatkan diri Anak kepada Tuhan

Foto bersama para peserta ketika penutupan acara pembinaan pembina bina iman anak (BIA) Keuskupan Manado pada 2 s.d. 5 September 2013 di hotel Travello, Manado. Harapan dari pertemuan ini adalah terbinanya para peserta dalam menyiapkan materi BIA guna meningkatkan kualitas keimanan Katolik dan kualitas kerukunan umat beragama, demikian laporan ketua panitia.

Para peserta mendapatkan pembinaan terkait penyiapan materi BIA, penggunaan media dan sarana, psikologi anak dan pembentukan karakter anak. Semua materi ini bertujuan untuk mendekatkan diri anak kepada Tuhan, dan Tuhan kepada anak.

Selain itu para pembina BIA diajak untuk membina anak untuk mengenal dan menyadari perbedaan (kemajemukan) yang ada di sekitarnya agar menjadi anak yang toleran dan rukun sesama anak bangsa lainnya.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Penyusunan Model Materi Penyuluhan Kategori Anak, Remaja/ Orang Muda Katolik, Keluarga, dan Masyarakat Umum

Foto Direktur Urusan Agama Katolik, Fransiskus Endang, SH, MM, bersama tim penyusun materi penyuluhan agama Katolik di Hotel Papyrus Bogor dari 25 s.d. 28 Agustus 2013. Tema pertemuan tersebut Hasil pertemuan ini diharapkan tersusunnya model silabus dan materi penyuluhan untuk kategori Anak, Remaja/ Orang Muda Katolik, Keluarga, dan Masyarakat Umum yang dapat digunakan para penyuluh agama Katolik dalam mewujudkan masyarakat Katolik yang semakin beriman dan rukun. Romo Yohanes Driyanto menegaskan para penyuluh harus "blusukan", mengajar dan membantu umat menyelesaikan masalahnya seperti Yesus berkeliling, mengajar dan menyembuhkan orang.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, April 17, 2013

Sosialisasi PBM, Sosialisasi Kerukunan Umat Beragama


Oleh Pormadi Simbolon

Jangan lupakan Pancasila
Sampai saat ini, masalah memperoleh IMB rumah ibadah masih menjadi menjadi persoalan rumit bagi kaum minoritas. Padahal proses pendirian rumah ibadah sudah melalui Peraturan Bersama Menteri Nomor 9/8 tahun 2006 yang salah satu di dalamnya diatur bagaimana memperoleh IMB rumah ibadat. 

Sebuat saja contoh, gereja GKI Yasmin, Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 127/PK/TUN/2009 pada 9 Desember 2009 telah memenangkan GKI Yasmin, namun Pemerintah Kota Bogor tidak melaksanakan putusan MA, malah mencabut IMB GKI Yasmin pada 11 Maret 2011.


Pertanyaannya, apakah sosialisasi PBM belum terlaksana dengan baik atau bagaimana sikap dasar kita terhadap PBM Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat sudah ditetapkan pada tanggal 21 Maret 2006?

Pendirian Rumah Ibadat

Masalah pendirian rumah ibadat sudah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) oleh Menteri Agama (Menag) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat sudah ditetapkan pada tanggal 21 Maret 2006.

PBM tersebut dalam seluruh prosesnya (10 putaran), materi rumusan bab dan pasal digarap langsung oleh semua unsur majelis agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha dari draf awal sampai rumusan akhir. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator.

Baru-baru ini seminar dalam rangka memperingati 7 tahun PBM tersebut diadakan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI di Jakarta, Kamis (21/3). 

Menurut Kepala Badan Litbang dan Diklat, Prof. Dr. Machasin, implementasi PBM tersebut kurang dipahami oleh pemegang kekuasaan di daerah, meski Kemendagri telah melakukan sosialisasi ke seluruh perangkat daerah.

Implementasi dan Problematika PBM

Selama 7 tahun, keberadaan PBM masih menimbulkan masalah dalam membangun kerukunan umat beragama secara nasional. Masalah pendirian rumah ibadat masih masalah dominan.

Dalam seminar tersebut aturan dalam  PBM diakui belum menyelesaikan masalah dalam mendirikan rumah ibadah. Ada yang berpendapat agar PBM dicabut karena menjadi alat penguasa di daerah untuk melarang pembangunan rumah ibadah. Pada konteks tertentu PBM ini dipakai kelompok tertentu yang tidak memiliki kewenangannya untuk menolak keberadaan rumah ibadah tertentu.

Sejatinya, PBM ini ada untuk kepentingan pembangunan kerukunan umat beragama karena PBM ini mengedepankan roh kerukunan umat beragama menuju kerukunan nasional dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bermasyarakat.

Kerukunan Umat Beragama

Masalah pendirian rumah ibadah dan kebebasan beragama terkait langsung dengan pembangunan kerukunan umat beragama.

Pengertian kerukunan umat beragama didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (PBM Menag dan Mendagri Nomor 9/8 Tahun 2006, Bab I, Pasal 1, poin 1).

Definisi tersebut mengingatkan kita pada apa yang pernah diucapkan mantan Presiden Soeharto berkaitan dengan makna kerukunan umat beragama dalam salah satu sambutannya. Usaha membina kerukunan hidup umat beragama, saya rasa perlu beroleh perhatian yang lebih besar. Kerukunan mengandung makna hidup dalam kebersamaan. Oleh karena itu, dalam usaha membina kerukunan hidup bangsa kita yang menganut berbagai agama dan kepercayaan itu, kita harus berusaha membangun semangat dan sikap kebersamaan di antara penganut berbagai agama dan kepercayaan di kalangan bangsa kita. (Sambutan Presiden Soeharto pada waktu menerima peserta Rapat Kerja Departemen Agama, 12 Maret 1991 di Bina Graha, Jakarta).

Pencapaian kerukunan umat beragama tersebut adalah imperatif dan menjadi tugas bagi setiap pemeluk dan penganut agama dan kepercayaan, pemerintah daerah dan pemerintah. Artinya semua komponen bangsa bekerja bersama-sama dan berkomitmen memelihara kerukunan umat beragama baik secara internal maupun eksternal berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Semangat membangun kerukunan umat beragama menjadi roh kebersamaan dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan berbangsa. Pandangan sempit, eksklusif dan menganggap pihak lain sebagai ancaman kiranya hilang dengan sendirinya. Sikap saling mencurigai dan merendahkan serta membenci antar umat beragama harus dihilangkan. Stigmatisasi agama lain sebagai kafir, warisan penjajah atau pendorong terorisme seyogiyanya sudah lenyap dari benak kita. Tidak ada lagi sikap formalisme yang membuat Pancasila hanya sebagai retorika, dimana nilai-nilainya tidak dilaksanakan. Semuanya harus mengedepankan roh kerukunan dalam kebersamaan.

Demikian pula sebagai fasilitator, pemerintah mulai dari kepala pemerintahan, gubernur, bupati/ walikota, camat, hingga pada lurah/ kepala desa wajib menciptakan dan menumbuhkembangkan suasana kondusif untuk keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati dan saling percaya di antara umat beragama. Dengan demikian suasana aman dan kondusif dalam menggapai Indonesia yang aman, damai, adil, demokratis dan sejahtera dapat berlangsung.

Mengubah Sikap Dasar

Mengapa aturan-aturan PBM belum mampu maksimal mengatasi masalah konflik pendirian rumah ibadah? Jawabannya adalah sikap dasar semua pihak terhadap PBM.  Kesulitan dalam pendirian rumah ibadah di lapangan pada umumnya  bukan pada soal persetujuan warga setempat, tetapi ada faktor lain yang lebih besar dari luar warga setempat, seperti kepentingan sesaat (politik dan ekonomi) kelompok  tertentu.

Untuk itu perlu sosialisasi PBM Menag dan Mendagri Nomor 9/8 Tahun 2006 secara bersahaja dan  mengedepankan roh kerukunan yang berangkat dari kerukunan umat beragama sebagai bahagian dari perwujudan kerukunan nasional. Roh kerukunan menjadi sikap dasar dalam mewujudkan  perbaikan keadaan bangsa dan negara yang dicap terkorup dan hampir gagal  menuju Indonesia baru dengan keadaban baru. Roh kerukunan nasional menjadi awal kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia. Mensosialisasikan PBM, berarti mensosialisasikan kerukunan umat beragama.

Sosialisasi juga tidak didasarkan sikap arogan dan mengedepankan pandangan mayoritas dan minoritas. Sikap dasarnya adalah semangat kebersamaan dan kebersatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di sinilah peran pejabat pemerintah sebagai fasilitator dan tugas FKUB dalam sosialisasi PBM.

Berhasil tidaknya pelaksanaan sosialisasi PBM ini ada  pada peran  Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri sebagai leading sector di bidang kehidupan beragama dan bernegara.

Sasaran utama sosialisasi ini diprioritaskan kepada para elit pejabat pusat dan daerah agar lebih memahami roh PBM ini. Para pejabat publik  atau politisi tidak memperalat agama sebagai jargon untuk kepentingan sesaat. Sebaliknya, agama menjadi inspirasi dalam kehidupan bersama dan menjadi moralitas publik.

Selain itu ada Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Tugas FKUB adalah menjadi mediasi antara masyarakat dan pemerintah. Tidak sebaliknya, anggota FKUB menjadi bagian dari masalah kerukunan itu sendiri karena sikap dasarnya untuk memperhatikan kepentingan kelompoknya sepihak, bukannya kepentingan yang lebih besar.

Selain memberi rekomendasi, FKUB juga menjadi mediator dalam menyelesaikan masalah, mensosialisasikan kebijakan di bidang kerukunan, karena kerukunan umat beragama merupakan syarat tercapainya kesejahteraan nasional.

FKUB juga perlu memberikan pencerahan kepada RT/RW sehingga roh PBM ini menjadi cakrawala baru dalam cara pandang, cara pikir dan cara berelasi. Karena itulah FKUB pertama-tama didirikan oleh masyarakat dan bukan oleh pemerintah.

Program FKUB juga adalah bagaimana menjaga dan memelihara kerukunan, sampai pada mempengaruhi kebijakan untuk menyejahterakan masyarakat. Maka FKUB menjadi partner pemerintah dalam merumuskan perlindungan rakyat minoritas. 

Sosialiasi PBM yang didasari sikap dan roh  kerukunan umat beragama  akan mengurangi konflik dalam pendirian rumah ibadat. 

Pada tataran nasional, untuk implementasi dan mengatasi problematika PBM dibutuhkan peran fasilitator yaitu Pemerintah dan Pemerintah Daerah, yang berperan besar dalam membangun kerukunan umat beragama sebab leading sector pembinan ada pada fasilitator. Pemerintah harus menindak tegas orang atau kelompok yang tidak memiliki kewenangan melarang pendirian rumah ibadah di daerah tertentu. Pemerintah tidak terkesan melakukan pembiaran.

Pormadi Simbolon, Alumnus STFT Widya Sasana Malang, pemerhati masalah kerukunan umat beragama. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

Powered By Blogger