Trima kasih mengunjungi blog kami!

Para pengunjung yth. semua isi blog ini ditulis atau disusun atas kemauan pribadi. Itu berarti blog ini berisi aneka pendapat, pemahaman, persepsi pribadi, dan pemikiran pribadi atas lingkungan kerja dan hidup sekitarnya. Harapan kami isi blog ini bermanfaat bagi pengunjung yang memerlukannya. Salam, GBU.
Tampilkan postingan dengan label kinerja PNS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kinerja PNS. Tampilkan semua postingan

Senin, Juni 16, 2008

UPAYA MENINGKATKAN KINERJA PNS

Oleh Pormadi Simbolon

Era reformasi dan dampak persaingan globalisasi mendorong percepatan perubahan perbaikan kinerja aparatur pemerintah. Aparatur pemerintah dituntut bekerja lebih professional, bermoral, bersih dan beretika dalam mendukung reformasi birokrasi dan menunjang kelancaran tugas pemerintahan dan pembangunan.

Reformasi birokrasi sudah dan sedang berlangsung di semua lini departemen/ lembaga pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.

Surat Edaran Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara

Sejak menteri Pemberdayaan Aparatur Negara mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE/28/M.PAN/10/2004 Tanggal 10 Oktober 2004 tentang Penataan Pegawai Negeri Sipil (PNS), setiap instansi baik pusat maupun daerah wajib melaksanakan kegiatan berikut, pertama, melakukan penataan PNS di lingkungan unit kerja mengacu pada Keputusan Men.PAN Nomor: Kep/23.2/M.PAN/2004 Tanggal 16 Februari 2004 tentang Pedoman Penataan Pegawai.

Kedua, setiap instansi wajib melaksanakan analisis jabatan yang mengacu pada Keputusan Men. PANNomor: KEP/61/M.PAN/6/2004 Tanggal 21 Juni 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan.

Ketiga, setiap instansi pemerintah harus melaksanakan analisis beban kerja berdasarkan/ mengacu pada Keputusan Men.PAN Nomor: KEP/75/M.PAN/7/2004 Tanggal 23 Juli 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi PNS.

Tujuan dari penataan tersebut adalah memperbaiki komposisi dan distribusi pegawai, sehingga dapat didayakan secara optimal dalam rangka meningkatkan kinerja pemerintah.

Sasaran yang dicapai antara lain, pertama, terjadinya kesesuaian antara jumlah dan komposisi pegawai dengan kebutuhan masing-masing unit kerja yang telah ditata berdasarkan visi-misi sehingga pegawai mempunyai kejelasan tugas dan tanggung jawab. Kedua, terciptanya kesesuaian antara kompetensi yang dimiliki pegawai dengan syarat jabatan. Ketiga, terdistribusinya pegawai secara proporsional di masing-masing unit kerja sesuai dengan beban kerja masing-masing. Keempat, tersusunnya sistem penggajian yang adil, layak dan mendorong peningkatan kinerja. Dan kelima, terlaksananya sistem penilaian kerja yang obyektif.

Output (keluaran) dari penataan aparatur negara tersebut diharapkan berupa (1) profil jabatan bagi setiap jabatan baik jabatan struktural, jabatan fungsional yang berangka kredit maupun tidak berangka kredit; (2) perkiraan beban kerja untuk individu, jabatan dan unit kerja; dan (3) beban kerja dan profil jabatan bersama-sama digunakan untuk menyusun jumlah kebutuhan pegawai per jabatan dan unit kerja.

Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur

Total PNS berjumlah sekitar 3.780.365 (Badan Kepegawaian Negara Juni 2007). Jumlah tersebut belum dapat memberikan informasi bahwa jumlah PNS secara nasional sudah berkecukupan, berkekurangan atau berkelebihan.

Menurut salah seorang Deputi bidang SDM aparatur kementerian pendayagunaan aparatur negara pada rapat koordinasi di Medan, 31 Oktober s.d. 1 November 2007 lalu, distribusi PNS belum sesuai dengan distribusi tugas pemerintah pusat/ provinsi/ kabupaten/ kota. Di tingkat pusat PNS berjumlah 876.537 (23,18%). Di tingkat daerah provinsi 289.680 (7,6%) dan PNS di tingkat daerah kabupaten/ kota 2.614.148 (69,15 %). Daerah-daerah di luar pulau Jawa terjadi kekurangan pegawai (guru, dokter dan tenaga medis).

Dari data komposisi, PNS berpendidikan SLTA ke bawah ada sekitar 41,6%. PNS berpendidikan Diploma I s.d. Diploma III/ Sarjana Muda ada sekitar 25 %. Selanjutnya hanya 31,9 % PNS yang berpendidikan Diploma IV/ S1 s.d. S3.

Melihat kondisi SDM PNS tersebut, tidak jarang kita mendengar opini di tengah masyarakat bahwa kinerja pemerintah kerap kali dipandang belum profesional dan berlum berbasis kinerja (berorientasi output). Untuk itu, banyak kalangan pemerhati birokrasi mendorong pemerintah mengedepankan pengelolaan SDM aparatur pemerintah dengan manajemen kepegawaian berbasis kinerja.

Upaya Pemerintah Meningkatkan Kinerja Aparatur

a. Penetapan Indikator Kerja

Dalam usaha meningkatkan kinerja aparaturnya, pemerintah (c.q. Menpan) menetapkan program manajemen kepegawaian berbasis kinerja. Salah satu peraturan yang dikeluarkan pemerintah untuk tujuan tersebut adalah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah.

Yang dimaksud dengan kinerja instansi pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan rencana strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan.

Dalam pasal 3, peraturan Menpan tersebut, setiap instansi pemerintah wajib menetapkan indikator kinerja utama (Key Performance Indicators). Indikator kinerja utama yang dimaksud adalah ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis organisai. Penetapan indikator kinerja utama di lingkungan instansi pemerintah harus memenuhi karakteristik spesifik, dapat dicapai, relevan, menggambarkan keberhasilan sesuatu yang diukur dan dapat dikuantifikasi dan diukur (pasal 8). Sebagai contoh, tercapainya pengurangan angka pengangguran 1 juta per tahun dengan memberdayakan 50 investor baik investor dalam negeri maupun investor asing setiap tahunnya.

Dalam pasal 5 dikatakan, indikator kinerja utama instansi pemerintah harus selaras antar tingkatan unit organisai. Indikator kinerja utama pada setiap tingkatan unit organisasi meliputi indikator kinerja keluaran (output) dan hasil (outcome).

Kinerja pegawai dijabarkan langsung dari misi organisai. Penilaian kinerja dilakukan secara transparan dan obyektif. Penilaian kinerja menjadi bahan diagnosis dalam upaya peningkatan kinerja organisasi. Selanjutnya kinerja pegawai juga menjadi istrumen utama dalam pemberian reward and punishment termasuk untuk promosi dan rotasi pegawai.

Dengan demikian, peraturan pemerintah tersebut menunjang dan mendukung upaya pengembangan manajemen kepegawaian berbasis kinerja (berorientasi produk).

b. Upaya Lain: Diklat, Disiplin dan Remunerasi

Upaya lain yang diupayakan pemerintah dalam memperbaiki kinerja aparaturnya adalah pendidikan dan pelatihan (Diklat) pegawai), penegakan disiplin PNS dan sistem remunerasi di lingkungan kerja instansi pemerintah.

Dalam upaya peningkatan profesionalitas pegawainya, pemerintah menggalakkan pendidikan dan pelatihan (diklat) pegawai. Diklat dapat berupa diklat prajabatan dan diklat dalam jabatan antara lain diklat kepemimpinan, diklat fungsional dan diklat teknis.

Pemerintah yakin perbaikan kinerja pemerintah dapat terlaksana bila setiap instansi pemerintah menegakkan disiplin PNS. Disiplin tersebut tidak terjadi hanya untuk sementara alias hangat-hangat tahi ayam. Penerapan peraturan disiplin PNS harus tegas dan konsisten. Selain itu diharapkan PNS wajib menjaga dan mengembangkan etika profesinya.

Remunerasi adalah pemberian imbalan kerja yang dapat berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atau prestasi, pesangon dan/ atau pensiun. Dengan remunerasi diharapkan adanya sistem penggajian pegawai yang adil dan layak. Besaran gaji pokok didasarkan pada bobot jabatan. Penggajian PNS juga berdasar pada pola keseimbangan komposisi antara gaji pokok dengan tunjangan dan keseimbangan skala gaji terendah dan tertinggi. Dengan remunerasi pula, peningkatan kesejahteraan pegawai dikaitkan dengan kinerja individu dan kinerja organisasi.

Situasi Sekarang

Sejak digemakannya reformasi birokrasi di lingkungan departemen/ lembaga, pemerintah terus menerus ikut serta mereformasi diri demi menunjang program manajemen aparatur negara berbasis kinerja. Pemerintah menyadari penataan manajemen kepegawaian berbasis kinerja mendesak dilaksanakan mengingat hal itu juga merupakan tuntutan era globalisasi yang penuh tantangan dan persaingan.

Semangat reformasi birokrasi dan perbaikan kinerja aparatur negara selalu dan tetap menaungi departemen/ lembaga pemerintah meskipun ada opini negatif yang mengatakan bahwa belum ada reformasi di lingkungan birokrasi. Upaya perbaikan itu terlihat dari output (keluaran) yang dipegang setiap pegawai berupa buku uraian jabatan dan pekerjaan, profil jabatan dan panorama pekerjaan. Sebagai contoh hal ini dapat dilihat di lingkungan seperti Departemen Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan, dan departemen/ lembaga lainnya sedang berproses meningkatkan kinerja aparaturnya.


Harapan

Para pimpinan di lingkungan departemen/ lembaga pemerintah selalu mengingatkan dan mengajak para pegawainya supaya membekali diri dengan berbagai kecakapan (kompetensi) antara conceptual skill (kemampuan konseptual), social skill (kemampuan bersosial) dan technical skill (kemampuan teknis) terkait dengan tugas dan fungsi masing-masind departemen/ lembaga pemerintah. Bila tidak, siap-siaplah menjadi MPP (alias mati pelan-pelan) atau tidak mendapat promosi jabatan.

Harapan untuk tahun-tahun mendatang, perbaikan kinerja aparatur negara di lingkungan departemen/ lembaga semakin lebih baik. Dengan reformasi birokrasi yang berkesinambungan maka PNS yang profesional dan bermoral, sistem manajemen yang bersifat unified dan berorientasi pada kinerja akan terwujud sehingga tujuan pembangunan nasional dapat tercapai. Semoga. (disadur dari Bulletin Bimas Katolik, Edisi April 2008)

Kamis, April 06, 2006

PNS: BUKAN PELAYAN PARPOL

PNS: BUKAN PELAYAN PARPOL
Oleh Pormadi Simbolon

Baru-baru ini Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla dalam pidato politiknya saat peringatan ulang tahun ke-41 Partai Golkar, 26 Nopember 2005 yang lalu,, mewacanakan agar Pegawai Negeri Sipil (PNS) terjun ke kancah perpolitikan nasional. Latar belakang wacana tersebut rasional karena PNS yang rata-rata memiliki SDM (sumber daya manusia) yang lebih baik daripada kalangan swasta harus diberi kesempatan berkiprah dalam dunia politik.

Selain itu, banyak intelektual di jajaran birokrasi yang sangat layak untuk terjun dalam percaturan politik praktis. Pengalaman kebirokrasian, pendidikan dan pelatihan yang tertata secara sistematis menjadi kelebihan tersendiri bagi para insan PNS.

Pernyataan Jusuf Kalla yang adalah Ketua Umum Golkar itu menuai protes. Wacana yang berciri Orde Baru itu langsung ditolak mentah-mentah oleh Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI).

PNS dan Kedudukannya
PNS adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas lainnya dan digaji berdasarkan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian).

Dalam Undang-undang yang sama ditegaskan bahwa PNS bekedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan.

Dalam sejarahnya, PNS membentuk organisasi KORPRI bertujuan sebagai wadah penyaluran aspirasinya. Namun wadah tersebut pernah digunakan sebagai alat atau kendaraan politik untuk meraih kemenangan suara dalam Pemilu pada masa Oede Baru yang lalu.

Dari pengalaman masa lalu yang mencoreng nama baik KORPRI itu, para insan PNS menyadari perlunya kembali ke jati diri dan semangat awalnya yaitu sebagai abdi negara dan masyarakat tanpa diskriminasi. Hal itu dirumuskan dalam Panca Prasetya KORPRI dalam Munas yang diadakan pada tahun 1999, yang berbunyi: (1) Setia dan taat kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. (2) Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara serta memegang teguh rahasia jabatan dan rahasia negara. (3) Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di atas kepentingan pribadi dan golongan. (4) Bertekad memelihara persatuan dan kesatuan bangsa serta kesetiakawanan Korps Pegawai Republik Indonesia dan 5. Berjuang menegakkan kejujuran dan keadilan, serta meningkatkan kesejahteraan dan profesionalitas.
Pelayan Semua, bukan Pelayan Parpol
Bila dilihat dari jati bdirinya, para insan PNS adalah pelayan untuk semua warga negara sesuai dengan bidang masing-masing tanpa diskriminasi atas suku, agama, ras dan golongan. Pegawai Negeri yang terdiri dari Pegawai Sipil, anggota TNI dan POLRI, akhir-akhir ini kembali diajak untuk terjun ke lautan politik praktis.

Berangkat dari pengalaman sejarah, ajakan kembali para PNS memasuki dunia politik tidak berlebihan bila disebut sebagai langkah mundur dan sebuah strategi yang tidak populis dan tidak menjanjikan lagi.

Memperhatikan kenyataan pada masa Orde Baru, KORPRI sebagai pemersatu insan PNS malah mengalami eksistensi yang tidak menguntungkan karena fungsi dan tujuan semula sebagai wadah mempersatukan anggotanya dan menyukseskan program pembangunan nasional serta mewujudkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan Pegawai Republik Indonesia berubah menjadi alat atau kendaraan politik Golongan Karya demi meraih kemenangan dalam Pemilu pada waktu itu. KORPRI menjadi milik sekelompok masyarakat dengan aspirasi politik tertentu saja, dan lalu mengakibatkan pelayanan publiknya menjadi diskriminatif. Apakah KORPRI mau kembali jatuh kepada pengalaman masa lalu?

PNS yang berjumlah kira-kira 3,7 juta orang dan bergerak di birokrasi tersebut memang merupakan aset SDM yang patut diperhitungkan Parpol dalam merebut suara rakyat dan berkampanye dalam Pemilu. Namun PNS bisa menjadi batu sandungan alias penghambat pelayanan publik secara adil dan merata bila terjun kembali ke dunia politik.

Ajakan kembali PNS terjun ke dunia politik jelas tidak relevan lagi. Hukum positif yang sudah ada yaitu UU No. 43 Tahun 1999 tentang Kepegawaian dan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2004 jelas-jelas melarang PNS menjadi anggota Parpol atau pengurus Parpol dan justru dengan tegas mau menarik diri dari dunia politik praktis.

Demikian juga dalam UU No. 31 Tahun 2002 dikatakan bila ada PNS yang ingin menjadi anggota Parpol harus keluar dari PNS.

Sangat ironis dan tidak relevan memang, bila wacana penarikan PNS untuk terjun ke kancah perpolitikan nasional digulirkan kembali di era reformasi dan pasca reformasi. Sejak tahun 1998 sudah dikumandangkan bahwa PNS harus menjadi insan pelayan publik dan abdi negara, bukan mendua di tengah kepentingan umum dan kepentingan partai politik.

Semangat reformasi yang begitu indah didengar dan digembar-gemborkan belum lagi terwujud sepenuhnya selama 7-8 tahun terakhir, suatu ajakan untuk kembali ke “semangat” Orde Baru datang menggoda. Di tengah proses perwujudan semangat reformasi dan upaya pemerintah mereformasi birokrasi, mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, melakukan pelayanan publik secara prima tanpa diskriminasi, membangun sikap netral dalam politik demi mengayomi bangsa Indonesia, di situ pulalah muncul sebuah semangat lama yang ditentang insan-insan reformis. Ialah semangat penarikan kembali para insan PNS terjun ke dunia politik dan jelas-jelas tidak sehat bagi instansi birokrasi dan pemerintahan.

Citra PNS yang sering diidentikkan sebagian orang sebagai pelaku tindak korupsi harta negara secara pelan-pelan sedang proses menuju perubahan ke citra PNS yang bersih dan berwibawa, di saat itu pulalah PNS hendak dibawa kembali kepada keadaan yang semakin memperburuk citra PNS itu sendiri. Dengan masuknya para insan PNS ke dunia politik, itu berarti mereka harus berperan ganda dimana dua kepentingan yang saling berbeda harus mereka lakoni.

Yang paling mendasar dari jati diri para insan PNS adalah kedudukannya sebagai abdi masyarakat dan abdi negara yang hanya menjalankan kebijakan dan keputusan yang ditetapkan dalam undang-undang kenegaraan yang sah, entah siapapun pimpinan pemerintahan yang sah pula dan pengganti-penggantinya. Jadi para insan PNS beserta wadahnya KORPRI, bukanlah pelayan Parpol tertentu atau Golongan Karya versi Orde Baru tetapi pelayan semua dan diperuntukkan bagi semua warga negara dan masyarakat Indonesia.


Penulis adalah insan PNS, tinggal di Jakarta
Powered By Blogger