Trima kasih mengunjungi blog kami!

Para pengunjung yth. semua isi blog ini ditulis atau disusun atas kemauan pribadi. Itu berarti blog ini berisi aneka pendapat, pemahaman, persepsi pribadi, dan pemikiran pribadi atas lingkungan kerja dan hidup sekitarnya. Harapan kami isi blog ini bermanfaat bagi pengunjung yang memerlukannya. Salam, GBU.

Selasa, Januari 04, 2011

Kritik terhadap Aparatur Negara

Kritik terhadap pemerintah atau lembaga negara lainnya kerapkali disampaikan lewat berbagai cara dan media. Kritik itu amat pedas, karena menohok kelemahan atau kekurangan lembaga negara.

Ambil contoh kritik kepada DPR. Kritik bahwa lembaga DPR atau dulu disebut Parlemen Indonesia kekanak-kanakan pernah dilontarkan oleh mantan Presiden Gus Dur (Abdurrahman Wahid).

Kritik dengan cap kekanak-kanakan oleh Gus Dur bagi anggota DPR terjadi karena anggota DPR kerap beradu jotos alias berantam di gedung tempat DPR terhormat. Karena kritik Gus Dur itu, mungkin menjadi sala satu penyebab bahwa masa pemerintahannya tidak bertahan lama.

Contoh lain, kritik senada dengan sebutan kekanak-kanakan itu juga pernah dilontarkan pers luar negeri kepada Parlemen Indonesia sebagai kritik (1953)(lih.A.S.Sudiarja,SJ, Karya Lengkap Driyarkara: Gramedia: 2006, hlm.XXX). Pers Barat (tidak disebutkan nama pers darimana) menyebut bahwa Parlemen Indonesia itu childish (kekanak-kanakan), para pemimpin dan pegawainya tidak cakap, tidak jujur, terlalu banyak korupsi dan sebagainya.

Mendengar kritik (kekanak-kanakan), terlebih lagi bila dijadikan cap bagi kita akan menyakitkan. Kritik ini semestinya menjadi permenungan semua pemimpin di negeri ini.

Sebab nyata-nyatanya dewasa ini, kritik pers luar negeri tersebut masih relevan bagi bangsa kita. Masih banyak pemimpin entah di pusat atau di daerah, demikian juga anggota DPR dan aparatur negara lainnya yang masih belum optimal mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sejumlah pegawai negeri tidak produktif, hanya datang ke kantor, duduk, nongkrong lalu menunggu absen dan pulang.

Malahan karena penegakan hukum lemah, kasus korupsi tetap merajalela. Kasus yang lain belum tuntas (kasus Bibit-Candra), kasus Gayus muncul menampar wajah penegak hukum.

Elit partai politik sibuk mempersiapkan pencitraan diri, sementara rakyat korban bencana belum pulih sepenuhnya dari penderitaannya.

Yang menjadi korban adalah rakyat kecil karena ulah yang tidak bertanggung jawab dan kekanak-kanakan oleh oknum aparatur negara.

Untuk itu, kritik semacam kritik dari pers luar negeri yang pedas tersebut perlu diterima bukan dengan emosi atau diabaikan saja.

Pada jamannya, Prof.Dr. N. Driyarkara memberi pendapat lewat tulisan di sebuah majalah "Warung Pojok": 'Orang sini mendengar berondongan kritik pedas macam itu tidak boleh marah atau juga tidak boleh tidur saja. Orang yang kalau dikritik lalu marah, membantah, tidak akan memperbaiki tindakannya. Sebaliknya, jika nekad, tidak peduli, ia akan celaka sendiri. Kritik Luar Negeri memang keras. Moga-moga saja orang sini tidak keras kepala' (Diarium Driyarkara, 20-4-1954, ibid. Sudiarja SJ).

Masukan atau pandangan Driyarkara tersebut benar-benar kena di hati jika kita membacanya dengan sepenuh hati. Namun, akan berlalu sia-sia begitu saja bila dibaca dengan setengah hati.

Mari kita peduli akan kritik dan menindaklanjutinya, bukan dengan marah atau pura-pura tidak dengar.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Minggu, Januari 02, 2011

Sumbangan Pemikiran Prof.Dr.N. Driyarkara bagi Indonesia

Prof. Dr. N. Driyarkara merupakan salah satu pemikir awal Indonesia yang mempunyai reputasi nasional. Selain sebagai dosen filsafat di berbagai tempat (termasuk di St. Louis, Amerika Serikat), beliau juga termasuk politisi (anggota MPRS wakil. GOLKAR, 1962-1967 dan anggota DPA tahun 1965-1967)

Sebagai filosof, ia telah berjasa bagi Indonesia. Jasanya tidak pertama-tama terletak dalam menyajikan konsep-konsep jadi untuk diterapkan - kecuali mungkin pemikirannya mengenai pendidikan dan Pancasila yang memang sangat khas - melainkan dalam merintis, menantang, dan menghidupkan pembicaraan yang serius dan mendalam untuk menghadapi persoalan-persoalan masyarakat dan bangsa.

Ia memang setia dan taat pada hakekat filsafat, yang harus memanusiakan manusia lewat berpikir jelas, kritis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Untuk Indonesia, ia membawa semboyan "sapere aude" untuk masyarakat Indonesia guna merintis zaman pencerahan Indonesia.

Bagi para peminat filsafat di Indonesia, mereka seyogiyanya menularkan teladan Prof. N.Driyarkara dalam membangun pencerahan lewat berpikir kritis, jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Semoga

(Sumber: Karya Lengkap Driyarkara, Sudiarja, Dr.A, dkk., (penyunting), Gramedia: Jakarta 2006)

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Yang Dilupakan dari Nilai-nilai Pancasila

Pancasila sudah mulai sepi dari pembicaraan publik. Padahal Pancasila sebagai dasar negara merupakan puncak kesepakatan nasional.
Melihat aneka sikap dan perilaku, tindakan dan perbuatan dari beberapa elit partai politik, pejabat negara, aksi sekelompok organisasi massa seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme, kekerasan terhadap penganut agama lain, mementingkan diri atau kelompok menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila sudah mulai dilupakan.
Tak luput juga, hubungan antar pemeluk agama menjadi agak renggang, karena adanya larangan mengucapkan selamat natal, soal pendirian rumah ibadah dan kebebasan beribadah kelompok minoritas.
Alangkah baiknya jika setiap pejabat publik, elit politik, tokoh agama, segenap masyarakat, merefleksikan nilai-nilai dari setiap Sila Pancasila sebagai berikut:
A. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa:
(1) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab; (2) Hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup; (3) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya; (4) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
B. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab:
(1) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama manusia; (2) Saling mencintai sesama manusia; (3) Mengembangkan sikap tenggang rasa; (4) Tidak semena-mena terhadap orang lain; (5) Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan; (6) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan; (7) Berani membela kebenaran dan keadilan; (8) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia karena dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
C. Sila Persatuan Indonesia: (1) Menempatkan persatuan, kesatuan, di atas kepentingan pribadi atau golongan; (2) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara; (3) Cinta tanah air dan bangsa; (4) Bangga sebagai bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia; (5) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
D. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan: (1) Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat; (2) Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain; (3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama; (4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan; (5) Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah; (6) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur; (7) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
E. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia: (1) Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan; (2) Bersikap adil (3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban; (4) Menghormati hak-hak orang lain; (5) Suka memberikan pertolongan kepada orang lain; (6) Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain; (7) Tidak bersifat boros (8) Tidak bergaya hidup mewah; (9) Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum (10) Suka bekerja keras; (11) Menghargai hasil karya orang lain; (12) Bersamai-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Jika segenap masyarakat Indonesia benar-benar mengacu pada nilai-nilai Pancasila ini dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat, maka pada saatnya kita akan melihat Indonesia sebagai bangsa yang nasionalis dan religius, sebab nilai-nilai Pancasila universal dan tidak bertentangan dengan agama manapun.
Dibutuhkan satu komitmen dan kemauan untuk Indonesia, agar Garuda dan Pancasila benar-benar didada segenap warga bangsa. Dengan demikian, kita yakin kita akan menjadi bangsa PEMENANG bukan pecundang. Semoga.
(Pormadi S., dari berbagai sumber)

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, Desember 27, 2010

Menteri Agama Ucapkan Selamat Hari Natal Bagi Umat Kristiani

"Sebagai Menteri Agama RI, perkenankan dalam kesempatan ini saya menyampaikan selamat merayakan Hari Raya Natal kepada segenap umat Kristiani di tanah air" demikian pidato Menteri Agama RI, Suryadharma Ali, yang disiarkan di TVRI Jumat (24/12/2010) dalam rangka peringatan Natal 25 Desember.

Lebih lanjut Menteri Agama mengharapkan agar umat kristiani dapat menghayati makna perayaan Natal dalam bingkai semangat menjaga persatuan Negara Kesatuan RI, kerukunan umat beragama serta membangun Indonesia.

"Semoga saudara-saudara dapat menghayati makna perayaan Natal dalam bingkai semangat menjaga persatuan, kerukunan beragama serta tanggung jawab bersama membangun Indonesia yang aman, sejahtera dan bermartabat", demikian ungkapnya dalam siaran TVRI.

Lanjutnya, "Saya menyambut tema perayaan Natal Bersama PGI dan KWI 2010 yaitu "Terang yang sesungguhnya sedang datang ke dalam dunia. Sejalan dengan tema tersebut, diharapkan perayaan Natal mendorong umat Kristiani untuk semakin mempertebal penghayatan iman di tengah derasnya arus materialisme, indiviudalisme, dan hedonisme, masyarakat dewasa ini".

Berangkat dari peristiwa bencana di berbagai daerah (Wasior di Papua Barat, Mentawai di Sumatera Barat, dan Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan DI Yogyakarta), Menteri Agama melihat bahwa sekat-sekat suku, agama, ras dan golongan tidak menjadi hambatan dalam menolong sesama manusia yang menjadi korban. Senada dengan itu, di tengah perayaan Natal ini, Menteri Agama mengajak segenap umat Kristiani dan elemen bangsa lainnya untuk terus memperkkuat kebersamaan yang tulus dalam membangun negeri tercinta.

Pada bagian akhir pidatonya, Menteri Agama mengharapkan umat Kristiani dapat merayakn Natal dengan pnuh khidmat di suasana memprihatinkan yang dialani sebagian bangsa Indonesia. Sekali lagi ia mengucapkan Selamat Natal 2010 bagi umat Kristiani dan selamat menyongsong Tahun Baru 2011.

Selasa, November 30, 2010

GURU AGAMA KATOLIK: PENDIDIK DAN PEWARTA

Seorang guru agama Katolik adalah seorang pendidik sekaligus pewarta. Seorang pendidik atau pewarta akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik jika ia memiliki pemahaman yang jelas dan benar tentang apa sebenarnya dimaksudkan dengan mendidik/mewartakan. Demikian salah satu benang merah pemaparan narasumber, Paulus Bauju, pada pertemuan Pembinaan Guru Agama Katolik (GAK) Lokal Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berlangsung daritanggal 18 sampai dengan 21 Oktober 2010 di Waikabubak, Pulau Sumba – Nusa Tenggara Timur.

Lanjut Paulus Bauju, yang merupakan aktivis Gereja di Keuskupan Weetebula, bahwa mendidik dan mewartakan dua-duanya terarah kepada pihak lain. Namun mewartakan lebih sederhana dari pada mendidik. Mewartakan tekanan pada mentransfer kabar, berita yang ia miliki kepada pihak lain. Sedangkan mendidik adalah memberi pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak yang belum dewasa dalam pertumbuhannya menuju ke arah kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab sosial atas segala tindakannya menurut pilihannya sendiri. Itu berarti tugas Guru Agama Katolik berat karena harus mendidik dan mewartakan.

Kesempatan Berharga

Pada hari pertama pertemuan berjalan sesuai dengan jadwal yaitu para peserta check in, dilanjutkan dengan pembukaan yang dibuka oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sumba Barat, Drs. Julius David Kalimbang. Acara dimulai dengan pembukaan oleh protokol, kemudian menyanyikan Indonesia Raya, dilanjutkan dengan Laporan Ketua, lalu sambutan dan pengarahan serta pembukaan resmi oleh Kepala Kantor Kabupaten Sumba Barat. Pada hari pertama ini pelaksanaan kegiatan berjalan dengan baik dan lancar.

Dalam sambutannya, Kepala Kantor Kemenag Sumba Barat menegaskan bahwa pertemuan ini amat berharga dan strategis bagi pembinaan GAK. Untuk itu, semua peserta hendaknya menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Pembinaan dan pembekalan akan diberikan baik dari narasumber pusat, maupun narasumber lokal atau dari aktivis Gereja Katolik.

Kurikulum Pendidikan Agama Katolik

Pada hari kedua dan ketiga merupakan proses pembekalan dan pembinaan GAK dengan jadwal padat sesuai jadwal ditetapkan panitia. Materi awal berisi bahan Kurikulum Pendidikan Agama Katolik dengan narasumber yaitu Bapak Lukas Mandja. Ia menjelaskan perkembangan Kurikulum di Indonesia, mulai dari Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, sampai pada Kurikulum Berbasis Kompetensi. Adanya berbagai perubahan dan perkembangan kurikulum dimaksudkan demi kesuksesan hidup dan untuk menghadapi arus globalisasi. Selanjutnya, strategi pendidikan masa kini, seturut rekomendasi UNESCO pada tahun 1998 mencanangkan empat pilar pendidikan yaitu: learning to know; learning to do, learning to be, dan learning to live together.

Kompetensi Guru Agama Katolik

Kompetensi Guru Agama Katolik dipaparkan oleh Dra. Magdalena Wala, narasumber setempat. Menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) dan PP No. 19/2005 tentang Standar Nasionall Pendidikan menyatakan bahwa kompetensi guru meliputi dari Kompetensi Pedagogis, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial dan Kompetensi Profesionalitas. Keempat kompetensi ini dijabarkan Magdala Wala melalui penjabaran teladan Yesus Kristus yang memiliki kompetensi profesionalitas, pedagogis, kepribadian dan sosial yang bersumber dari Kitab Suci. Hal ini sesuai dengan tugas dan fungsi mereka sebagai Guru Agama Katolik.

Masih pada hari kedua, narasumber pusat menyampaikan materi Visi dan Misi Ditjen Bimas Katolik sebagai acuan pelaksanaan tugas dan fungsi Ditjen Bimas Katolik. Menurutnya, visi merupakan harapan dan cita-cita yang diwujudkan melalui misi dan kebijakan atau program. Visi Ditjen Bimas Katolik adalah terwujudnya masyarakat Katolik seratus persen Katolik dan seratus persen. Misinya adalah mengajak masyarakat Katolik untuk berperan serta secara aktif dan dinamis dalam mencapai tujuan pembangunan bangsanya. Visi Misi ini direalisasikan melalui kebijakan dan program yang ada pada Ditjen Bimas Katolik.

Kebijakan Pemerintah di Bidang Pendidikan dan Kebijakan Teknis di Bidang Pendidikan Agama Katolik

Materi bersifat kebijakan ini disampaikan Drs. Natanael Sesa, M.Si, yang juga penjabat Direktur Pendidikan Agama Katolik pada Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama RI. Berangkat dari kondisi pendidikan Indonesia, kebijakan Pemerintah di Bidang Pendidikan, arah Pastoral Gereja Katolik di bidang pendidikan, dinamika masyarakat Indonesia serta pengaruh globalisasi, maka Direktorat Pendidikan Agama Katolik menetapkan arah kebijakannya kepada: 1) perluasan dan pemerataan akses memperoleh PAK yang bermutu, 2) peningkatan mutu luaran PTAKS, 3) pengembangan kader ”penggerak” komunitas basis PAK, 4) penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra Pendidikan Agama dan Keagamaan Katolik. Kebijakan ini ditindaklanjuti dengan program prioritas dan langkah konkrit seperti terlampir dalam materi narasumber..

Sertifikasi GAK dan Peningkatan Kualifikasi GAK dalam Jabatan (DMS)

Materi penting ini disampaikan oleh narasumber pusat, sekaligus sebagai Direktur Pendidikan Agama Katolik yaitu oleh Drs. Natanael Sesa, M.Si. Menurutnya, program yang menjadi prioritas dan mendesak dewasa ini pada Ditjen Bimas Katolik adalah peningkatan mutu guru/dosen PAK melalui sertifikasi dan dual modes system (DMS). Sertifikasi guru dimaksudkan untuk menjawab kondisi kualitas pendidikan, mendorong keberadaan guru yang berkualitas, menghadapi tantangan persaingan global, meningkatkan kompetensi dan mensejajarkan guru dengan tenaga profesional lainnya. Sementara program DMS adalah program yang mengintegrasikan sistem pembelajaran konvensional (tatap muka) dan sistem pembelajaran mandiri (modul), serta pengakuan atas pengalaman berkarya. Program ini khusus untuk mendukung upaya percepatan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru dalam jabatan (Permendiknas No. 58/2008, pasal 2).

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PAK

Kompetensi merupakan serangkaian keterampilan atau kemampuan dasar serta sikap dan nilai penting yang dimiliki seorang individu setelah dididik dan dilatih melalui pengalaman belajar yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Seorang disebut kompeten bila ia know how to know, know to do, know to be dan know how to live together). Kompetensi dasar PAK meliputi aspek tema pribadi peserta didik, tema Yesus sebagai teladan Kristus, dan tema tentang Gereja sebagai persekutuan umat beriman. Demikian penjelasan Narasumber, Lukas Mandja dalam lembaran berisi materi yang dibahas.

Metodologi Pembelajaran PAK dan Peran Media dalam Pembelajaran

Menurut nara sumber, Dra. Magdalena Wala pembelajaran adalah upaya pembimbingan terhadap siswa secara sadar dan terarah berkeinginan untuk belajar sebaik-baiknya, sesuai dengan keadaan dan kemampuan siswa. Pembelajaran yang efektif dan efisien membutuhkan suatu media yang berfungsi menciptakan situasi pembelajaran yang efektif, menjadi bagian integral dari keseluruhan situasi pembelajaran, meletakan dasar-dasar yang konkrit dan konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi verbalisme, membangkitkan motivasi belajar dan mempertinggi mutu pembelajaran. Perlu diingat bahwa media tidak dapat 100% menggantikan peran Guru, perlu persiapan yang matang : siswa, guru, alat/program, tempat , ada pertimbangan mutu media : handal, sistem,spesifikasi, praktis dan keselamatan/keamanan, media harus jelas dan menarik, dan ketersediaan media serta pertimbangan waktu yang ada. Ada beraneka macam media yang bisa digunakan antara lain media cetak (gambar/lukisan) , media massa (TV, Radio, Internet), multimedia (komputer multifungsi – Film / TV / VCD, Radio, Musik, E- mail, E – Learning, Media cetak, Telecomprence.

Beriman Dalam Masyarakat Dinamis

Pada hari terakhir kegiatan di isi dengan Materi terakhir yaitu soal Beriman dalam Masyarakat Dinamis. Dalam materi ini berlangsung diskusi atau tanya jawab dengan Narasumber tentang kehidupan masyarakat setempat dalam konteks menuju perubahan. Dalam proses diskusi dipandu oleh narasumber dan berjalan alot.

Pastor Mickael M. Keraf, CSsR, narasumber dari mitra Ditjen Bimas Katolik Gereja Katolik melihat kehidupan individu dalam masyarakat dinamis dalam perspektif psikologi dalam konteks berani menjadi diri sendiri. Untuk menjadi diri sendiri, berarti harus berubah. Perubahan mulai terjadi ketika orang mulai mengenal dirinya sendiri dengan segala kekurangan dan kelebihannya, bukan ketika dia berusaha menjadi orang lain dan mengejar impian dan harapan-harapannya dalam diri orang lain. Dengan jalan sepenuhnya mengidentifikasikan dan “mengakui” suatu bagian dari diri kita sejati yang terjerat, terjebak dan terlekatkan, kita mulai menghentikan pergulatan memperebutkan kekuasaan batin dan membebaskan energi untuk perubahan. Berubah mengubah kebiasaan lama dengan kebiasaan baru (habitus baru). Di sinilah dituntut profesionalitas. Menjadi profesional berarti mampu berubah secara dinamis, disiplin dan cerdas.

Pada hari ketiga ini, pertemuan pembinaan Guru Agama Katolik di Waikabubak ditutup oleh Kepala Seksi Bimas Katolik Kabupaten Sumba Barat, setelah mendengarkan kesan dan pesan salah seorang peserta. Peserta melalui kesan dan pesannya berharap supaya diadakan pertemuan rutin pembinaan seperti ini. “Pertemuan semacam ini merupakan penyegaran dan pembekalan bagi kami seupaya semakin profesional” tegasnya. Akhirnya acara ditutup dengan lagu “Bagimu Negeri”. (Pormadi)

Selasa, November 09, 2010

Gereja Katolik adalah Mitra Pemerintah

Gereja Katolik merupakan salah satu komponen bangsa yang menjadi mitra dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang taat beragama, maju, sejahtera dan cerdas serta saling menghormati antar sesama pemeluk agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Demikian salah satu pesan Bapak Menteri Agama RI, Suryadharma Ali, ketika menghadiri dan membuka acara Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI 2010) pada 1 November 2010 di Bogor.

Mengenai tema SAGKI 2010, Menteri Agama yang didampingi oleh Pgs. Dirjen Bimas Katolik, Semara Duran Antonius, menyambut baik. "Saya menyambut baik tema yang diangkat, "Ia (Tuhan) Datang Supaya Semua Memperoleh Hidup dalam Kelimpahan". Sebuah tema yang menantang pemeluk agama agar selalu menyadari bahwa kehadiran Tuhan yang diimani itu benar-benar membawa kehidupan yang berlimpah kebaikan dan kedamaian melalui perbuatan dan amal baik yang tulus kepada sesama manusia".

Sidang yang dihadiri oleh Duta Besar Vatikan untuk Indonesia dibuka secara resmi oleh Menteri Agama RI. Gereja Katolik adalah mitra pemerintah dalam membangun NKRI. (Pormadi Simbolon)

Bangun Kerja Sama Simbiosis Mutualistis


Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr. M. Dogma Situmorang, OFM Cap, mengajak semua mitra kerjanya, antara lain Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama RI, supaya meningkatkan kerjasama yang saling menguntungkan, bersimbiosis mutualisme. Hal itu diungkapkan Ketua KWI, yang juga merupakan Uskup Situmorang, ketika menyampaikan sambutannya pada pembukaan Sidang Tahunan KWI 2010 (Senin, 8/11) di Jakarta.

Hal senada juga diungkapkan oleh Pgs. Dirjen Bimas Katolik, Semara Duran Antonius, Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama RI, sebagai Pemerintah mengharapkan sinergi dengan KWI dalam melayani masyarakat Katolik Indonesia. Pgs. Dirjen Bimas katolik tersebut mengisahkan buah-buah kemitraan dengan KWI melalui bidang urusan agama Katolik dan pendidikan agama Katolik.

Terkait dengan kerja bermitra, Ketua PGI Andreas Yewanggoe, juga mengharapkan kerjasama dengan KWI tidak sebatas membuat pesan Natal Bersama, tetapi harus ada yang lebih konrit, demikian salah satu garis benang merah sambutannya pada pembukaan Sidang KWI tersebut

Pembukaan Sidang Tahunan KWI tersebut selain dihadiri Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Ketua PGI, Pgs Dirjen Bimas Katolik, juga dihadiri oleh sebagian besar Uskup Gereja Katolik Indonesia, para Ketua dan Sekretaris Eksekutif Komisi, Lembaga, Sekretariat, dan Departemen KWI serta perwakilan dari UNIo dan KOPTARI (pormadi).
Powered By Blogger