Dalam paparannya, Sekjen Kementerian Agama RI itu juga menegaskan bahwa hubungan agama dan negara di Indonesia, bukan teokrasi, dan bukan sekular (pemisahan total hubungan negara dan agama). “Di Indonesia, negara berperan memfasilitasi dan memberi ruang bagi kehidupan beragama. Republik Indonesia bukan teokrasi, bukan sekuler. Agama adalah bingkai . Di Singapura saja, agama diatur secara khusus oleh menteri”, lanjutnya.
Trima kasih mengunjungi blog kami!
Rabu, Mei 26, 2010
Pgs. Dirjen Bimas Katolik: Keberadaan Kementerian Agama Jangan Diperdebatkan Lagi
Dalam paparannya, Sekjen Kementerian Agama RI itu juga menegaskan bahwa hubungan agama dan negara di Indonesia, bukan teokrasi, dan bukan sekular (pemisahan total hubungan negara dan agama). “Di Indonesia, negara berperan memfasilitasi dan memberi ruang bagi kehidupan beragama. Republik Indonesia bukan teokrasi, bukan sekuler. Agama adalah bingkai . Di Singapura saja, agama diatur secara khusus oleh menteri”, lanjutnya.

Senin, Mei 03, 2010
Titik Temu RPJPN dan Ajaran Sosial Gereja: Keadilan Sosial
Sebagai bagian dari komponen bangsa, Gereja Katolik Indonesia turut berpartisipasi aktif dalam mewujudkan rencana pembangunan nasional. Salah satu kontribusi Gereja Katolik adalah ajaran sosial Gereja yang menggumuli masalah-masalah kemiskinan, ketidakadilan dan ketidakdamaian. Ajaran sosial Gereja bernafaskan preferential option for the poor, memilih berpihak pada kelompok miskin.
Dalam teks Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dikatakan bahwa Visi Pembangunan Nasional 2005-2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur. Juga dijelaskan bahwa bangsa Indonesia bukan hanya sebagai yang mandiri dan maju, melainkan juga sebagai bangsa yang adil dan makmur. Keadilan dan kemakmuran harus tercermin dalam setiap aspek kehidupan . Semua rakyat mempunyai kesempatan yang sama dalam meningkatkan taraf kehidupan; memperoleh lapangan pekerjaan; mendapatkan pelayanan sosial, pendidikan dan kesehatan; mengemukakan pendapat; melaksanakan hak politik; mengamankan dan mempertahan-kan negara; serta mendapatkan perlindungan dan kesamaan di depan hukum.
Dalam studi tentang Ajaran Sosial Gereja, 1891 sering kali disebut sebagai tonggak sejarah ajaran sosial Gereja. Pada tahun inilah Paus Leo XIII memaklumkan ensiklik sosial pada 1 Mei 1891 berjudul Rerum Novarum (RN). Melalui ajaran sosial Gereja yang ada di dalamnya, Gereja Katolik secara tegas dan bijak mengambil sikap profetis dan keberpihakan terutama pada korban perubahan sistem, struktur dan mentalitas dalam hidup bersama.
Sejak diterbitkannya Rerum Novarum oleh Paus Leo XIII pada 1 Mei 1891 sampai dengan dipromulgasikannya Centesimus Annus, 1 Mei 1991 oleh Paus Yohanes Paulus II, sudah lebih dari sepuluh dokumen mengenai ajaran sosial Gereja.
Titik Temu
(Pormadi Simbolon ditulis pada Maret 2010, dengan sumber utama: RPJPN oleh Bappenas, Kompas 22 Desember 2008 dan Eddy Kristianto, Diskursus Sosial Gereja, Dioma, Malang: 2003).

Mgr. Silvester San: Umat Butuh Rumah Ibadat
Mgr. Silvester San, Uskup Denpasar bersama pejabat Perwailan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Pejabat Kementerian Agama dari Kepala Kanwil Kementerian Agama RI NTB dan Bapak Semara Duran Antonius, Sekretaris Ditjen Bimas Katolik memasuki ruangan pertemuan Konsultatif Aparatur Bimas Katolik Pusat dan Daerah di Mataram (19/04/2010)
Umat Katolik di Kecamatan Praya Lombok Tengah di Pulau Lombok hingga sekarang belum memiliki satu pun rumah ibadat, sehingga umat harus beribadah jauh ke gereja di luar kecamatan Praya. Padahal umat sangat berharap dapat beribadat dengan tenang dan nyaman.
Oleh karena itu Uskup Denpasar, Mgr. Silvester San Tungga, PR, atau yang akrab dipanggil Mgr. Silvester San, menyampaikan keinginannya agar umat Katolik Keuskupan Denpasar yang ada di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat segera memperoleh ijin mendirikan rumah ibadat agar kebebasan beribadat setiap warga terjamin oleh negara.
Menurut Jurnal Penelitian Keislaman, Vol.2 No. 1 Juni 2005, umat Katolik di Praya berjumlah 72 orang. Sudah menjadi rahasia umum, negara belum sungguh-sungguh melindungi dan menjamin warganya beribadat sesuai agama dan kepercayaannya seberapapun jumlah pemeluknya, namun kenyataanya masih berorientasi pada mayoritas dan minoritas seperti yang terlihat dari peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Agama RI Nomor 9 dan 8 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah / wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama (FKUB), dan pendirian rumah ibadah.
Keinginan tersebut disampaikan kepada Pejabat Kementerian Agama RI dan Pejabat Pemerintah setempat yang hadir pada Acara Pembukaan Pertemuan Konsultasi Pejabat Bimas Katolik Pusat dan Daerah di kota Mataram (19 April 2010). Dalam sambutannya, selain memiliki kembali rumah ibadat yang pernah ada, Mgr. Silvester San menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama RI atas segala bantuannya dalam pembangunan umat Katolik di keuskupan Denpasar.
Terkait kerukunan antar umat beragama, Uskup Denpasar juga menegaskan dalam sambutannya bahwa umat Katolik bersedia membangun kerukunan umat beragama melalui dialog yang saling menguntungkan, sebab keharmonisan dan kedamaian merupakan syarat mutlak untuk membangun Nusa Tenggara Barat. Untuk mendukung itu semua maka dibutuhkan rasa persaudaraan dan saling percaya satu sama lainDalam sejarahnya, ada 21 bangunan gereja yang menjadi sasaran amukan massa, 9 dibakar dan 12 dirusak pada Peristiwa 171 alias Peristiwa 17 Januari 2000. Gereja Katolik yang pernah ada menjadi salah satu korban amukan massa. Sejak saat itu, umat Katolik tidak memiliki rumah ibadat lagi. (Pormadi Simbolon)

Rabu, Maret 03, 2010
Menanti Kebenaran dalam Kasus Bank Century
Lalu, nanti kebenaran apakah yang akan dihasilkan sebagai kelanjutan dari keputusan politis anggota dewan?
Dalam pembicaraan filsafat ada beberapa teori tentang kebenaran, antara lain teori korespondensi (kebenaran berkorespondensi atau sesuai dengan kenyataan), teori koherensi (kebenaran adalah sistem ide yang koheren), teori pragmatis (kebenaran adalah pemecahan yang memuaskan atau praktis atas situasi problematis), teori semantik (pernyataan-pernyataan tentang kebenaran berada dalam suatu metabahasa dan mengena pada pernyataan-pernyataan dalam bahasa dasar), teori performatif (pernyataan kebenaran merupakan persetujuan yang diberikan terhadap pernyataan tertentu).
Lalu apa kriteria kebenaran itu? Mengutip Lorens Bagus (2002) Kriteria kebenaran adalah tanda-tanda yang memungkinkan kita mengetahui kebenaran. Ada indikasi kecurigaan atau kesesuaian-kesesuaian pandangan umum atas suatu kasus atau hal. Koherensi dan kepraktisan merupakan contoh kriteria macam ini.
Aristoteles, mengutip Lorens Bagus, menyediakan ungkapan definitif tentang teori korespondensi: “Menyatakan ada yang tidak ada, atau tidak ada yang ada adalah salah, sedangkan menyatakan ada yang ada dan tidak ada yang tidak ada adalah tidak benar”.
Kembali ke kasus Bank Century, Presiden sudah mengaku akan bertanggung jawab, meskipun masih ada kata meski ("saya tidak memberi instruksi"). Sampai dimana batas tanggung jawab SBY? Apakah akan mengorbankan Boediono dan Sri Mulyani?Lalu, apakah akhir Kasus Bank Century akan menghasilkan kebenaran yang sesuai dengan deal-deal politik atau akan menghasilkan kebenaran korespondensi dengan kriteria sesuai fakta dan kenyataan? Publik tinggal menunggu, kebenaran apakah yang dihasilkan panitia Pansus Bank Century jika ditindaklanjuti ke jalur hukum.

Selasa, Februari 09, 2010
Indonesia Negaraku, Katolik Agamaku

Akhir-akhir ini saya coba surfing blog di blogspot, saya sering ketemu blog-blog warga Malaysia. Mayoritas mereka juga selalu memasang foto bendera mereka di sisi kanan atau kiri blog mereka. Sebuah bendera Malaysia, dan di sampingnya bertuliskan “JAYA MALAYSIAKU”.
Bagi kita di Indonesia, kebanggaan itu menurut saya ada pada jaman Soekarno. Bendera itu selalu tertempel di topi atau seragam pemerintah. Setiap kali bertemua antara yang satu dengan yang lain, selalu berteriak, “Merdeka Bung! Atau Hidup Indonesia Raya!
1. INDONESIA NEGARAKU, ISLAM AGAMAKU;
2. INDONESIA NEGARAKU, KATOLIK AGAMAKU;
3. INDONESIA NEGARAKU, KRISTEN AGAMAKU;
4. INDONESIA NEGARAKU, BUDDHA AGAMAKU;
5. INDONESIA NEGARAKU, HINDU AGAMAKU;
6. INDONESIA NEGARAKU, KONGHUCU AGAMAKU; dst.

Jumat, Februari 05, 2010
Menjadi Peserta Pertemuan Tokoh Masyarakat Katolik di Balikpapan
Pertemuan ini terselenggarakan atas prakarsa Dirjen Bimas Katolik dengan Para Uskup Provinsi Gereja Samarinda.
Pada hari pertama, tanggal 10 September 2009, pertemuan diisi dengan kegiatan sebagai berikut: diawali dengan Pembukaan, Misa Pembukaan, Sambutan-Sambutan, Sambutan Uskup Agung Samarinda, Sambutan Gubernur Kalimantan Timur sekaligus membuka pertemuan secara resmi kemudian dilanjutkan dengan Keynote speech dari Dirjen Bimas Katolik.
Pada acara berikutnya ada masukan-Masukan Pimpinan Gereja Katolik yaitu dari Uskup Agung Samarinda, Uskup Tanjung Selor, Vicjen Keuskupan Palangkaraya, dan Vikjen Keuskupan Banjarmasin
Pada sesi berikutnya ada
Panel Masukan Narasumber Daerah yaitu Gubernur Kalimantan Timur (asisten Gubernur Kaltim Drs. H. Awang Faroek Ishak) dan Dosen UNMUL/FIKIP : Drs. G. Simon Devung, M.Pd.
ISI PERTEMUAN
Misa Pembukaan dipimpin oleh Uskup Keuskupan Agung Samarinda, Mgr. Sului Florentinus MSF dan didampingi oleh Mgr. Yulius Harjo Susanto, MSF (Uskup Keuskupan Tanjung Selor), dan 5 orang Imam. Dalam Kotbah Misa Pembukaan, Mgr. Sului Florentinus MSF mengatakan bahwa pertemuan ini bertujuan untuk mencari, menyusun strategi pemberdayaan kader katolik se-Keuskupan Agung Samarinda di bidang politik dan ekonomi. Dalam rangka penyusunan ini, Mgr Sului Florentinus, MSF mengingatkan beberapa hal sebagai berikut :
- Berdoa dan berusaha yang serius agar Roh Allah membimbing untuk menemukan strategi tersebut.
- Bersikap seperti Paulus, yaitu bahwa Gereja Katolik dan pemerintah dan semua unsure masyarakat perlu menyadari dan menghayati dengan benar dan tepat pengertian dan peranan, tugas serta tugas perutusan Gereja di masyarakat di wilayah kita.
- Bekerja bersama dengan masyarakat demi pembangunan masyarakat karena Gereja adalah bagian integral masyarakat Indonesia
- Bertobat. Gereja Katolik dan masyarakat perlu bertobat secara masal dan nasional dari berbagai penyakit dan dosa masyarakat.
- Perlu merumuskan cara untuk merealisasi cita-cita kita yaitu strategi pemberdayaan masyarakat di Indonesia di bidang politik dan Ekonomi sebagai tanggapan Gereja atas masalah social di tengah masyarakt.
Sambutan-Sambutan
Dalam sambutannya, Mgr Florentinus Sului, MSF, Uskup Keuskupan Agung Samarinda menyatakan bahwa pertemuan yang diprakarsai dan diselenggarakan ini menunjukkan adanya pengertian dan perhatian yang baik dari pemerintah kepada umat Katolik. Mgr Florentinus Sului, MSF juga mengharapkan bahwa pertemuan semacam ini masih akan dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan berikutnya, dan pertemuan ini menghasilkan butir-butir pelajaran untuk dijadikan bahan kaderisasi umat Katolik dalam bidang politik dan ekonomi.
Dalam sambutannya, Gubernur Kalimantan Timur yang diwakili oleh kepala Biro KESBANG Propinsi Kalimantan Timur mengatakan bahwa Tema kegiatan forum konsultasi umat Katolik Propinsi Gerejawi Samarinda ini sangat baik dan sejalan dengan visi dan misi Pemerintah Kalimantan Timur dalam melaksanakan roda pemerintahan dan jalannya pembangunan secara khusus dalam peningkatan sumber daya manusia yang cerdas, beriman, berakhlak mulia, handal dan berkualitas, serta mempunyai kemampuan di berbagai bidang di tengah persaingan global dewasa ini.
Dirjen Bimas Katolik Departemen Agama RI memberikan Keynote Speech untuk memberikan latar belakang pertemuan sebagai berikut : keberhasilan 500 tahun pertama kehadiran Gereja Katolik di Indonesia telah ditandai dengan hadirnya hirarki yang diisi oleh orang Indonesia, dan tokoh-tokoh awam yang sangat dikagumi baik di lingkungan umat Katolik sendiri maupun di kalangan orang beragama lain. Pertanyaannya adalah dalam semangat menuju kemandirian gereja, bagaimana kita mengisi 500 ke depan Gereja Katolik di Indonesia.
Indonesia sebagai sebuah Negara dewasa ini sedang bergerak kearah yang tidak jelas. Pancasila kurang dijadikan acuan dalam diskusi bangsa, aneka masalah menggerogoti keutuhan bangsa, adanya segolongan masyarakat yang mau menggantikan pilar-pilar bangsa, pendidikan belum efektif membangun bangsa, kerusakan lingkungan, dan adanya penyalah-gunaan symbol agama untuk menindas agama lain.
Maka maksud pertemuan ini adalah membangun sikap dan pandangan bersama para tokoh agama Katolik terhadap persoalan bangsa, meningkatkan kerja sama dengan membangun soliditas dan solidaritas serta tekad bersama pemberdayaan kader Katolik di propinsi Gerejawi Samarinda di bidang social ekonomi, dan menggugah untuk mengembalikan kebanggan bersama akan insane-insan Katolik yang berperan dalam pembangunan.
Panel Masukan Pimpinan Gereja Katolik
Mgr. Julius Harjosusanto, MSF (Uskup Tanjung Selor)
Keuskupan Tanjung Selor merupakan pemekaran dari Keuskupan Agung Samarinda, pada tahun 2002. Jumlah umat adalah 6,69% dari penduduk, yang tersebar di 11 paroki, dengan mata pencaharian utama umat adalah berladang, dan wirausaha, perkebunan, dan kantor pemerintah.
Dewasa ini di wilayah Keuskupan Tanjung Selor terjadi pergeseran yang cukup signifikan dengan dibangunnya jalan darat dan masuknya perkebunan kelapa sawit. Jumlah umat bertambah, peredaran uang bertambah, tapi kekuatan ekonomi umat tidak bertambah. Kondisi ini diperparah dengan mentalitas umat yang berorientasi pada uang dan sikap konsumerisme.
Saat ini sudah ada upaya-upaya untuk mengatasi sifat konsumerisme ini yaitu lewat CU. Walau yang menjadi anggota CU masih sedikit, tapi CU ini bisa mendidik orang untuk menabung sehingga dapat meningkatkan ekonominya.
Masalah ini muncul karena belum berkembangnya tingkat pendidikan anak-anak. Ini berkaitan dengan motivasi orang tua untuk mengirim anaknya ke sekolah. Ada peluang untuk mengatasi hal itu. Misalnya adalah dari pemerintah yaitu pengembangan sarana pendidikan pemerintah. Gedung-gedung disediakan dengan baik, kadang letaknya tidak baik. Tapi pendidikan nampaknya tidak terlaksana dengan baik karena ritme hidup. Usaha yang pernah dilakukan oleh Keuskupan untuk mengatasi hal ini adalah mengadakan kampanye pendidikan dengan mendorong orang tua agar anak masuk dalam sekolah.
Tantangan dalam pemberdayaan adalah (1). Mentalitas dan budaya yang kadang ada unsure budaya yang menghambat, (2). rendahnya mutu pendidikan, (3). ada perbedaan ekonomi dan peranan ekonomi antara penduduk asli dan pendatang.
Harapan untuk mengatasi tantangan adalah adanya forum seperti ini yang berkumpul secara frekuen, dan munculnya sebuah perguruan tinggi katolik dimana akan menjanjikan akan munculnya tokoh-tokoh Katolik baik di bidang politik maupun ekonomi
Mgr. Florentinus Sului, MSF (Uskup Keuskupan Agung Samarinda)
Kehadiran Gereja Katolik di suatu wilayah adalah untuk meneruskan karya kristus dalam melayani Umat Allah. Di Indonesia, Gereja Katolik tetap meneruskan karya Kristus dalam melayani Umat Allah dan membantu pemerintah dalam pelayanan terhadap masyarakat Indonesia, termasuk yang beragama Katolik karena mereka juga merupakan bagian integral bangsa Indonesia.
Dengan demikian, Kehadiran Gereja Katolik dihadapan pemerintah sebenarnya adalah sebagai mitra, tapi ternyata kondisinya Gereja belum mampu menjadi mitra yang setingkat dengan Pemerintah. Untuk itu, pemerintah perlu juga membantu Gereja dalam bidang ketenagaan, dana dan lain-lain.
Tapi walaupun demikian, Gereja perlu tetap mengkomunikasikan peran kenabiannya untuk meluruskan jalan terhadap pemerintah dan para pelaku ekonomi. Gereja perlu juga menjadi pelaku dalam memberdayakan pemerintah. Tapi mampukah Gereja berlaku seperti itu? Untuk itu diperlukan pertobatan masal dan nasional di segala bidang. Oleh karena itu, perlu pertobatan masal dan nasional di segala bidang.
Vikjen Keuskupan Palangkaraya
Keuskupan Palangkaraya merupakan pemekaran dari Keuskupan Banjarmasin tahun 1993, dengan jumlah umat menurut statistic pemerintah sejumlah 3% dari total penduduk Kalimantan Tengah.
Dalam rangka pengembangan di bidang karya pastoral, terlebih pengembangan kader karya pastoral di tengah umat, pada tahun 2002 dibangun STIPAS sebagai pendidikan kader awam, dan telah menghasilkan 50 sarjana.
Tantangan pengembangan Kader Katolik adalah Kualitas pendidikan yang lemah. Dampaknya adalah rendahnya keterlibatan umat, atau peran serta umat.
Vikjen Keuskupan Banjarmasin
Wilayah Keuskupan Banjarmasin hanya di wilayah Propinsi Kalimantan Selatan, dengan jumlah umat 0,45% dari total penduduk Kalimantan Selatan di 9 paroki, sehingga kalau dalam tataran politik, Umat Katolik tidak mempunyai pengaruh. Dalam tataran ekonomi, orang Katolik terkonsentrasi di Banjarmasin. Banyak para pengusaha, yang beragama Katolik, sementara itu, di luar Banjarmasin, orang Katolik memiliki mata pencaharian sebagai petani, transmigran, buruh. Tapi walaupun kecil, dalam jumlah, Umat Katolik di Keuskupan Banjarmasin juga berperan dalam pengembangan masyarakat di Kalimantan Selatan lewat usaha sebagai berikut :
Di Kalimantan Selatan, ada bagian dari masyarakat yang begitu ketinggal baik dari sisi pendidikan, politik, ekonomi, yaitu masyarakat Dayak Meratus. Saat ini Situasi masyarakat Meratus ini menjadi keprihatinan Gereja, dan ditindaklanjuti oleh umat Katolik dengan antusias.
Uskup baru mengembangkan dan memberi contoh pola pendekatan terhadap umat non Katolik dengan mengadakan atau menjalin persaudaraan, atau tali silahturahmi dengan umat beragama lain.
Panel Masukan Narasumber Daerah
Gubernur Kalimantan Timur (asisten Gubernur Kaltim Drs. H. Awang Faroek Ishak) memaparkan adanya 5 Persoalan mendasar di Kalimantan Timur sebagai berikut : Kemiskinan, Ketenagakerjaan, Keinfrastrukturan, Ketimpangan Antar Daerah, Kualitas SDMprogram pembangunan Kalimantan Timur sebagai berikut. Untuk mengatasi masalah itu, pemerintah daerah telah merancang program sebagai berikut : Pemantapan reformasi birokrasi dan peningkatan tatakelola pemerintahan yang baik, Percepatan pembangunan daerah perbatasan, pedalaman dan daerah tertinggal, Peningkatan pertumbuhan sektor riil dan ketahanan pangan, melalui revitalisasi pertanian dan pembangunan perdesaan, Pembangunan infrastruktur dasar berupa peningkatan sarana dan prasarana transportasi, perumahan rakyat, air bersih dan kelistrikan, Peningkatan kualitas sumberdaya manusia berupa peningkatan kualitas pelayanan pendidikan, kesehatan serta peningkatan keimanan dan ketaqwaan, Percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dan penciptaan lapangan dan kesempatan kerja.
Dosen UNMUL/FIKIP : Drs. G. Simon Devung, M.Pd dalam paparannya menyatakan bahwa dalam pemberdayaan kader katolik, perlu diperhatikan hal sebagai berikut : Kebijakan pastoral kaderisasi perlu digarap dengan lebih matang oleh suatu tim khusus Program kaderisasi yang diturunkan dari kebijakan pastoral kaderisasi perlu ditangani
Panel Informasi Lapangan (Pendidikan & Ekonomi)
Wakil Keuskupan Palangkaraya DR. Petrus Purwadi, MS :
diungkapkan kondisi umum yaitu adanya perimbangan kekuatan politik namun peran umat katolik masih dirasaskan kurang menonjol, adanya kecendrungan politikus katolik tidak kompak dan cenderung cari selamat untuk diri sendiri, dan Beberapa kader politik Katolik seperti lupa kacang pada kulitnya. Penting mendudukan orang di situ untuk melakukan lobi-lobi politik untuk pembangunan karya gereja.
Kondisi umum bidang ekonomi adalah sebagai berikut : Perekonomian umat pedersaan bergantung pada sektero pertanian dan perkebunan, Budaya menanam dan mengolah masih jauh dari harapan. Sebaliknya budya mengambil dan menjual masih tumbuh subur, Umat katolik kota masih pegawai negeri dan swasta
Untuk mengatasi hal ini, diusulkan beberapa strategi dalam bidang politik sebagai berikut: Mendorong putera daerah katolik untuk mau terjun dalam bidang politik, Membuat program kaderisasi politik yang sistematis dan komprehensif, Memberikan pendidikan politik bagi kaum muda, Jika perlu, jaring kaum muda militant untuk dijadikan kader politik yang handal, beri beasiswa dan pendampingan, Membuat jaringan politis katolik baik dilegislatif maupun eksekutif. Ini perlu untuk membuat aksi bersama, untuk saling mendukung dan membantu promosi jabatan
Strategi pemberdayaan dibidang ekonomi adalah sebagai berikut: Pemberdyaan ekonomi berbasis pertanian dan perkebunan dengan terlebih dahulu mengidentifikasi potensi umat, Mengubah mentalitas ambil jual menjadi mentalitas tanan ambil olah jual, Memberikan pelatihan keterampilan mengelolah hasil pertanian dan perkebunan Membentuk kelompok tani , membentuk kelompok focus group dissucion, Mengaktifkan kembali pusat pelatihan pertanian dan perkebunan yang dimiliki keuskupan, Penguatan peran CU baik di pedesaan maupun di perkotaan, Memberikan pendidikan enterpreneurshiop bagi kaum muda ini penting agar kaum mmuda tidak semata-mata ingin menjadi PNS, Membentuk jaringan pengusaha umat katolik (semacam pukat).
Wakil Keuskupan Banjarmasin (Rm Antonius Bambang Doso, Pr. Lic)
Diungkapkan kondisi umum Keuskupan Banjarmasin sebagai berikut ; Propinsi paling kecil, tapi penduduknya paling banyak. Kalau melihat bidang ekonomi, pemerintah selalu menunjukkan grafik yang maju. Yang menonjol adalah pertanian, dan pertambangan. Efeknya adalah kerusakan lingkungan hidup. Ternyata hal ini orang masih tidak begitu peduli. Peningkatan ekonomi juga ada beberapa hal lain: pengolahan gas, perumahan.
Situasi umat katolik, Jumlah umat katolik 17 ribu jiwa, 0,05%. Orang katolik belum terlibat dalam pembangunan di bidang politik. Ada 10 umat mencalonkan diri sebagai caleg, yang terpilih hanya 1. Penyebabnya adalah karena orang katolik alergi pada politik karena Karier politik tidak menjanjikan. Hal ini berbeda dengan situasi ekonomi. Banyak pelaku aktif ekonomi adalah orang katolik karena mayoritas mereka adalah etnis Tionghoa.
Wakil Keuskupan Tanjung Selor, P. DR. Antonius Rajabana, OMI
Keuskupan tanjung selor terdiri dari 2 wilayah yaitu kota dan pedalaman yang masing-masing punya polanya sendiri. Di kota diwarnai dengan kehidupan politik biasa, namun sebenarnya itu adalah dipermukaan. Didalamnya adalah ikatan keluarga/suku. Di pedalaman, adat lebih berperanan. Peluangnya sangat besar dengan system politik baru dalam legislative, namun peluang itu belum dimanfaatkan dengan cukup baik. Kita hanya mempunyai 4 legislatif.
Ekonomi juga dibagi menjadi 2. Ekonomi perkotaan berbasis uang. Ini mempunyai logika dan mekanisme sendiri. Sementara ekonomi pedalaman dipakai hari itu, habis hari itu.
Harapan dalam bidang politik yaitu pemilihan langsung caleg dimana kita bisa masuk, tapi dipikirkan juga untuk merumuskan kembali memasukan orang dalam politik. Berjuang dalam level yang sama misalnya FKUB, Perjuangan kepentingan bersama pelestarian bersama, atau keutuhan ciptaan.
Dibidang ekonomi, Memadukan dua system keuskupan: subsisten tidak berbasis uang dan moneter berbasis uang, Mengembangkan alternative makanan pokok yang tahan : sukun, ubi, sagu, System ekonomi kerakyatan berbasis uang, perlu diajarkan ke subsistem, menyetop Stop penebangan.
Secara umum mempertegas posisi gereja dihadapan pemerintah dan pemodal, berperan dalam menciptakan dan menguatkan solidaritas umat, dan member Kesaksian hidup sebagai warga masyarakat yang jujur, solider, dengan dasar sebagai orang warga Negara.
Wakil Keuskupan Agung Samarinda, Ibu Veridiana Wang
Memaparkan pengalamannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Point menarik dalam paparan adalah dengan tidak adanya tata ruang dalam Kaltim sampai saat ini, dikhawatirkan orang Dayak tidak mpunya tanah, atau tidak punya air. Kehilangan sawah, kehilangan sumber penghasilan.
Panel Narasumber Pusat
DR Cosmas Batubara
Kita harus ikut berpartisipasi dalam politik, kalau tidak kita akan dipermainkan oleh orang lain.
Dalam menjalankan sebagai kader politik, orang katolik hendaknya memperjuangkan kepentingan umum, dan mampu menjadi titik temu dari semua golongan dan kepentingan.
Untuk terjun dalam dunia politik, kader katolik hendaknya
Mayjen TNI (Purn) Herman Musakabe
Untuk menciptakan strategi pemberdayaan sumber daya manusia katolik, Strategi yang ditempuh adalah sebagai berikut : Menciptakan kerjasama sinergeis antar tokoh-tokoh katolik di pemerintahan daerah, Menciptakan kader-kader generasi muda katolik untuk memasuki birokrasi pemerintah, Memciptakan kader-kader katolik untuk menjadi anggota legislative via jalur politik, Meningkatkan mutu pendidikan Katolik, Kader-kader katolik di pemerintahan perlu mempersiapkan diri untuk penugasan dalam jabatan yang bervariasi, Mengadakan pemanduan bakat terhadap kader-kader Katolik yang potensial, Menerapkan kepemimpinan yang melayani untuk kader-kader katolik
DR Yan Riberu
Tanpa pendidikan, orang katolik tidak bisa menjadi Kader Politik dan Ekonomi, yang profesional
Profesionalisme : punya pengetahuan, keterampilan, sikap professional, moralitas.
Frans Meak Parera
Orang Katolik dapat juga berperan untuk diluar pemerintahan dengan mengembangkan media komunikasi.
Saya mendapatkan begitu banyak pengalaman dan pengetahuan dari para pimpinan Gereja, Pemerintahan, para pakar dan semua yang terlibat di dalamnya.
Acara ditutup dengan Misa bersama umat di Paroki Santa Theresia Balikpapan yang dipimpin para Uskup dan Vikjen.

Jumat, Januari 29, 2010
Ternyata Memperkosa Perempuan Juga

Mereka memang manusia biasa, namun yang menjadi soal adalah adanya pendidikan agama dan keagamaan yang mereka terima secara khusus sesuai dengan agama mereka. Konsekwensinya logisnya, mereka adalah pemuka agama yang menjadi teladan bagi umatnya. Mereka adalah teladan di bidang beriman, berperilaku dan lain sebagainya dalam kaitan dengan hidup.
Harus kita akui, masih banyak kiai, pendeta atau pastor yang menjadi teladan dan sangat dihormati umatnya. Kita salut dan bangga karena mereka menjalankan panggilan hidupnya dengan baik sesuai dengan imannya dan pendidikan yang diterimanya.
Namun, bila kita mendengar seorang kiai, pendeta atau pastor melakukan perbuatan menyimpang, maka kita akan kecewa mendengarnya. Kita akan merasa mereka juga sama seperti kita, biasa aja, nggak usah diperlakukan khusus.
Yang patut disadari bersama, meskipun seorang kiai, pastor atau pendeta berpendidikan tinggi atau doktoral, namun soal nafsu yang satu itu sama saja primitif sebagaimana manusia lainnya. Maka perlu juga kritis dalam meneladani dan menilai seorang kiai, pendeta atau pastor.
Kita semua berharap bahwa seorang kiai, pendeta dan pastor bisa menjadi teladan hidup beriman di tengah masyarakat majemuk, pembela kemanusiaan, pembela kaum miskin dan marjinal. Semoga
