Saya mendapat SMS yang disebarkan KPU dengan bunyi: " Ingat 9 April 2009, bagi yang telah terdaftar di DPT, silahkan datang ke TPS dan berikan suara anda dengan tanda centang (V) di suarat suara" Ajakan ini merupakan niat serius dari KPU agar semua warga juga serius dalam hidup bernegara dan berdemokrasi dalam NKRI ini. Itu juga pertanda ajakan JANGAN GOLPUT.
Ayo memilih! Pada tanggal 09 April 2009, semua warga negara Indonesia yang terdaftar dalam DPT diajak secara konstitusional untuk ikut dalam memilih Caleg DPR, DPRD, DPD. Pemilihan ini merupakan penentu masa depan Indonesia kurang lebih untuk 5 tahun ke depan. Dalam memberikan suara, diandaikan si pemilih sudah punya ancar-ancar siapa caleg yang mau dipilih dan partai mana yang mau dipilih.Tiap orang mempunyai hak memilih dan menentukan pilihannya. Namun jika salah memilih, dan pilihannya mubazir, maka sangat disayangkan.
Alangkah baiknya jika setiap orang memilih caleg yang berintegritas diri, kompeten, dan track recordnya bagus. Alangkah baiknya jika papol yang dipilih itu yang nasionalis dan religius, bukan parpol yang hanya mementingkan sekelompok aliran atau agama tertentu saja. Parpol yang dipilih juga seyogiyanya partai politik yang ada kantor cabangnya di daerah pilihan. Sangat banget, jika terjadi adanya suara yang mubazir. Satu suara saja amat berharga bagi penentuan masa depan Indonesia 5 tahun ke depan. Ayo memilih.
Trima kasih mengunjungi blog kami!
Para pengunjung yth. semua isi blog ini ditulis atau disusun atas kemauan pribadi. Itu berarti blog ini berisi aneka pendapat, pemahaman, persepsi pribadi, dan pemikiran pribadi atas lingkungan kerja dan hidup sekitarnya. Harapan kami isi blog ini bermanfaat bagi pengunjung yang memerlukannya. Salam, GBU.
Rabu, April 08, 2009
Mari Memilih 09 April 2009, JANGAN GOLPUT, JANGAN ADA SUARA YANG MUBAZIR

50 Tahun Pernikahan: KASIH SAYANG TIDAK MAIN HITUNG-HITUNGAN

Maftuh Basyuni juga menambahkan bahwa Pak Kadarisman betul-betul pekerja yang mengabdi pada tugas. “Bayangkan, ia dulu Soekarnois dan sempat ikut dalam Gerakan Pemuda Deplu. Bahwa setelah aktif di Departemen Luar Negeri (Deplu) kembali dan bertugas di istana di bawah kepemimpinan Soeharto, ia bisa menyesuaikan diri dan situasi, ini tentu karena prinsip yang dianutnya. Beliau mengabdi pada tugas”, aku pejabat nomor satu di lingkungan Departemen Agama RI itu. Pak Kadarisman adalah seorang birokrat dan diplomat karir yang telah banyak makan garam. Pernah menjadi Duta Besar di Negara Amerika Latin, Belanda dan Vatican.
Hidup itu Proses
Dalam kothbahnya, Mgr. F.X. Hadisumarto menyatakan, “perjalanan hidup dan karya Pak Kardarisman di bidang diplomatik (duta besar), di Deplu, merupakan proses pematangan, proses menuju kebahagiaan sejati. Kita semua harus menyadari itu”.
Bapak Uskup menambahkan, “Pilihan bacaan Injil tentang “Kothbah di Bukit” oleh Pak Kadarisman dan Ibu, merupakan tanda dan proses hidup bersama selama 50 tahun. Selama hidupnya, pasangan ini berusaha untuk bertindak dan bersikap menuju kebahagiaan sejati secara kristiani: miskin di hadapan Allah, lemah lembut, lapar dan haus akan kebenaran, murah hati, membawa damai, siap dianiaya oleh sebab kebenaran dan siap dicela dan dianiaya karena Kristus. Semuanya menuju kebahagiaan Kristiani”.
Cinta dan kesetiaan pada pasangan hidup, cinta dan kasih kepada anak serta “cinta tugas”, yang semuanya yang semuanya selaras dengan ajaran iman yang dihayati Pak Kadarisman. Sungguh teladan baik sebagai seorang beriman Katolik maupun sebagai abdi negara, pantas diteladani oleh keluarga-keluarga Katolik. Selamat Pesta Emas Pernikahan Bapak Kadarisman dan Nyonya, semoga panjang umur! (Pormadi Simbolon, hadir juga dalam acara tersebut)
Label:
cinta kasih,
katolik,
pernikahan

Senin, November 24, 2008
BLOGGER: YANG DISUKAI DAN YANG DIBENCI

BLOGGER: YANG DISUKAI DAN YANG DIBENCI
Blog, yang selama ini diremehkan dan dipandang sebelah mata, kini mendapat angin segar dan sorotan publik. Blog yang bermutu akan diajak mempromosikan nilai-nilai kebudayaan dan hal-hal positif yang membawa kebaikan, tetapi blog-blog yang tidak bermutu, berbau SARA (suku, agama, ras dan antar golongan) akan dibenci dan diburu oleh mereka yang menjadi korban.
Blog bermutu dapat menghasilkan banyak peluang positif, seperti menghasilkan buku, tempat iklan produk, sharing resep masakan, pariwisata dan popularitas blogger, sedangkan blog pewarta hal-hal negatif, berbau SARA, kebencian, porno, akan ditinggalkan.
Sejak peristiwa komik nabi di situs blog wordpress yang membangkitkan amarah umat Islam Indonesia, eksistensi para blogger dan blog di tengah masyarakat semakin popular dan disorot. Publik entah apapun agama, pasti tidak setuju dengan pembuatan isi blog berbau SARA itu. Tidak sedikit pemuka agama baik Islam maupun kristiani mengutuk si pembuat blog kartun nabi itu.
Blog, jika digunakan secara bertanggungjawab akan mempunyai kekuatan luar biasa dan manfaat positif bagi blogger dan public, namun jika digunakan untuk merusak kehidupan bersama, maka blogger tersebut akan “dibunuh” atau mati pelan-pelan dengan sendirinya. Mari kita gunakan blog secara bertanggungjawab dan bermoral. (Pormadi)
Blog, yang selama ini diremehkan dan dipandang sebelah mata, kini mendapat angin segar dan sorotan publik. Blog yang bermutu akan diajak mempromosikan nilai-nilai kebudayaan dan hal-hal positif yang membawa kebaikan, tetapi blog-blog yang tidak bermutu, berbau SARA (suku, agama, ras dan antar golongan) akan dibenci dan diburu oleh mereka yang menjadi korban.
Blog bermutu dapat menghasilkan banyak peluang positif, seperti menghasilkan buku, tempat iklan produk, sharing resep masakan, pariwisata dan popularitas blogger, sedangkan blog pewarta hal-hal negatif, berbau SARA, kebencian, porno, akan ditinggalkan.
Sejak peristiwa komik nabi di situs blog wordpress yang membangkitkan amarah umat Islam Indonesia, eksistensi para blogger dan blog di tengah masyarakat semakin popular dan disorot. Publik entah apapun agama, pasti tidak setuju dengan pembuatan isi blog berbau SARA itu. Tidak sedikit pemuka agama baik Islam maupun kristiani mengutuk si pembuat blog kartun nabi itu.
Blog, jika digunakan secara bertanggungjawab akan mempunyai kekuatan luar biasa dan manfaat positif bagi blogger dan public, namun jika digunakan untuk merusak kehidupan bersama, maka blogger tersebut akan “dibunuh” atau mati pelan-pelan dengan sendirinya. Mari kita gunakan blog secara bertanggungjawab dan bermoral. (Pormadi)
Label:
blogger

Senin, September 22, 2008
AGAMA, HAK ASASI MANUSIA DAN TUGAS NEGARA

Beragama adalah salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus ditegakkan dan dilindungi oleh Negara melalui aparaturnya। Dalam menjalankan tugasnya, Negara harus kuat dan tegas menegakkan dan menjamin HAM.
Agama dan HAM merupakan bagian-bagian yang saling mendukung dan menguatkan dalam suatu negara demokrasi।
Agama dan HAM merupakan bagian-bagian yang saling mendukung dan menguatkan dalam suatu negara demokrasi।
Agama
Sebagai sebuah system kepercayaan kepada yang ilahi dan tanggapan iman kepadaNya, agama sangat berperan besar dalam kehidupan manusia। Peran itu bisa positif dan bisa juga negatif. Di satu sisi agama mengajarkan cinta-kasih-sayang kepada Pencipta dan sesama. Agama bisa menjadi rahmat bagi sesama-semesta bila moralitas dan cinta menjadi jantung kehidupan beragama (Yudi Latif, Kompas, 28/09/2006).
Di sisi lain agama dapat mendorong penganutnya untuk melakukan kekerasan, mengedepankan egoism, menampilkan wajah hipokrit dan menyebarkan kebencian terhadap agama lain। Di sini wajah agama menjadi menakutkan dan tidak simpatik.
Ajaran agama yang menekankan cinta-kasih-sayang menampilkan wajah agama yang sejuk, ramah, yang mengajarkan nilai-nilai luhur, menghargai dan menyenangkan sesama di tengah kehidupan bersama। Agama yang berwajah demikian menjadi daya pemikat tersendiri bagi yang memandang dan memeluknya. Itulah sebabnya, Pemerintah dalam hal ini Departemen Agama RI, mencita-citakan agar agama menjadi landasan etis-moral dan spiritual dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Dengan menjadikan agama demikian, Pemerintah sangat menjunjung tinggi peran agama dan berupaya meningkatkan dan memfasilitasi pelayanan, pengamalan dan penghayatan ajaran agama bagi setiap pemeluknya। Departemen Agama merupakan lembaga utama sebagai fasilitator pembangunan kehidupan keagamaan dan kerukunan umat beragama. Dengan demikian diharapkan, warga Negara Indonesia dapat hidup semakin sejahtera, aman, damai dan demokratis.
Meskipun demikian, Pemerintah melihat dan mengakui masih ada persoalan dalam kehidupan beragama di negeri ini yang belum terselesaikan dengan baik। Salah satu persoalan tersebut antara lain kurangnya internalisasi (pembatinan) inti ajaran agama sehingga kehidupan beragama (religiositas) terkesan belum menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Dengan kata lain, masih ada sekelompok orang yang mengatasnamakan agama untuk merugikan hak-hak asasi orang lain. Padahal substansi agama itu dalam sendiri sangat menghargai kemanusiaan alias hak asasi manusia.
Melukai Wajah Agama Sendiri
Kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan manyalahgunakan agama yang terjadi di negeri ini sangat melukai dan merugikan warga masyarakat lainnya। Yang lebih menyedihkan lagi, tindakan tersebut melukai wajah agama yang menyuratkan cinta-kasih-sayang terhadap Sang Pencipta dan sesama.
Sejarah hubungan agama-agama mencatat, kekerasan dan rendahnya toleransi sangat mewarnai kehidupan beragama. Sejarah seperti ini sangat meredupkan image agama yang menampilkan kedamaian, kedalaman hidup, solidaritas dan harapan akan kebahagiaan.
Masuk akal jika Karl Marx mengatakan bahwa agama sebagai candu rakyat। Bahkan agama itu bisa jauh lebih berbahaya dari candu. Agama menjadi tragedy bagi manusia. Agama dapat mendorong orang untuk menganiaya sesamanya untuk mengagungkan perasaan dan pendapat mereka sendiri atas perasaan dan pendapat orang lain untuk mengklaim diri mereka sebagai pemilik kebenaran.
Hak Asasi Manusia
Pertanyaannya adalah mengapa para penganut agama-agama yang berbeda tidak bisa toleran dan menghargai perbedaan? Jawabannya adalah adanya kesulitan menerima perbedaan। Sulitnya menerima perbedaan ini mendorong terjadinya aksi kekerasan dan penganiayaan terhadap orang lain yang berbeda agama. Sejatinya, perbedaan itu mutlak ada dan merupakan hak asasi manusia sebab perbedaan itu berasal dari Sang Pencipta yang diabdi para pemeluk agama.
Sejarah peradaban manusia mencatat hampir tidak ada salah satu agama yang tidak ikut bertanggung jawab atas berbagai peperangan, tirani, kekerasan dan penindasan (Budhy Munawar Rachman, Kompas, 20/08/2005). Agama dalam hal ini gagal mendorong pemeluknya untuk menghargai kemanusiaan, tetapi malahan merendahkan kemanusiaan itu sendiri.
Warga dunia bersyukur atas inisiatif para pemimpin bangsa-bangsa dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 10 Desember 1948 untuk mendeklarasikan hak-hak asasi manusia yang berlaku universal. Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia yang berlaku seumur hidup sejak awal dilahirkan dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun.
Dalam Deklarasi Universal HAM PBB, terdapat beberapa jenis dan bidang HAM yaitu hak asasi pribadi (personal right); hak asasi politik (political right); hak asasi hokum (legal equality right); hak asasi ekonomi (property right); hak asasi peradilan (procedural rights) dan hak asasi sosial budaya (social cultural right)।
Menurut Adnan Buyung Nasution dalam pengantar bukunya, Instrumen Internasional Pokok Hak-Hak Asasi Manusia (1997) deklarasi HAM PBB 1948 dapat dikatakan sebagai puncak peradaban manusia setelah dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman dan keaiban yang dilakukan Negara fasis dan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II। Tahun ini Deklarasi Universal HAM PBB memasuki usia 60 tahun. Deklarasi ini menjadi kebanggaan warga dunia yang masih harus ditingkatkan penegakannya.
Dengan deklarasi yang tersebut, bangsa-bangsa yang menjadi anggota PBB sepakat bahwa perbedaan setiap individu menurut agama, ras, suku bangsa, warna kulit, ideologi, golongan dan bahasa adalah hak pada diri manusia yang harus dihormati dan dihargai। Perbedaan adalah mutlak ada dan merupakan hak asasi manusia.
Negara Indonesia adalah salah satu anggota PBB yang meratifikasi dan menerima Deklarasi Universal HAM। Pada tahun 2005 lalu, Indonesia juga meratifikasi dua kovenan internasional yang diprakarsai PBB yaitu Kovenan Internasional tentang Hak sipil dan Politik dan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Itu berarti Indonesia menjunjung tinggi dan melindungi hak-hak asasi manusia yang berlaku universal. Dengan demikian tiap-tiap warga Negara Indonesia yang berbeda agama satu sama lain seyogiyanya merangkul kemanusiaan universal yang dimiliki oleh penganut agama lain.
Benarlah apa yang dikatakan oleh Mr। Mohammad Yamin dalam risalah Sidang BPUPKI, (29/5/1945) seperti dikutip oleh William Chang (2006) bahwa “Kedaulatan rakyat Indonesia dan Indonesia merdeka adalah berdasar perikemanusiaan yang universeel berisi humanisme dan internasionalisme bagi segala bangsa”.
Pertanyaannya sekarang adalah bisakah warga Negara yang menganut agama tertentu menerima dan menghormati warga lain yang berbeda agama sekaligus memegang teguh otentisitas kebenaran agamanya sendiri? Bila para pemeluk agama dapat merangkul hak asasi manusia universal, maka wajah agama yang ditampilkannya adalah wajah agama sejuk, ramah, simpatik, damai dan penuh cinta-kasih-sayang।
Tugas Negara
Pendiri Negara Republik Indonesia (RI) menjamin dan melindungi hak asasi warganya। Hal ini dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Negara RI dibentuk “untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Dalam pasal 28 E UUd 1945 (versi amandemen) dikatakan: “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya” (ayat 1) dan setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya (ayat 2).
Konstitusi Negara menjamin dan melindungi hak-hak asasi warganya। Lebih khusus lagi kebebasan beragama itu difasilitasi pemerintah melalui Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9/8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat sehingga para pemeluk agama yang berbeda satu sama lain dapat menjalankan hak asasinya.
Dengan dasar konstitusi dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan, pemerintah berharap hubungan agama-agama dan kehidupan beragama di Indonesia rukun dan saling menghormati। Dengan demikian para pemeluk agama menampilkan agama yang berwajah kedamaian dan penuh cinta-kasih-sayang.
Dari dirinya sendiri, agama semestinya menjadi rahmat bagi sesama-semesta bila substansi ajaran agama benar-benar menjadi jantung kehidupan beragama.
Di sinilah tugas pemimpin Negara demokrasi yaitu menegakkan hak asasi manusia universal, memfasilitasi dan mendukung kehidupan beragama yang memeluk dan menghargai kemanusiaan. Sebab kebebasan beragama sebagai bagian HAM merupakan salah satu fundasi Negara demokrasi . SEMOGA !!! (Pormadi सिम्बोलों, ह्त्त्प://पोर्मादी.वर्डप्रेस.com)
Label:
अगम,
रेलिगिओं,
हक़-हक़ अस्सी manusia

Senin, September 15, 2008
Agama yang Didasari Ketakutan Tidak Tinggi Nilainya
Zainal Abidin Bagir,Ph.D (42), Direktur Eksekutif Center for Religiousand Cross-Cultural Studies, prog. Pascasarjana UGM Yogyaberkata, "Ketakutan muncul dari ketidaktahuan. Agama yang didasariketakutan nilainya tidak tinggi. kalau mau berani kita harus punyabanyak pengetahuan, diantaranya, mesti mengenal banyak orang dengansegala kompleksitasnya secara lebih baik" (Kompas).
Pendapat Zainal Abidin Bagir tersebut sangat relevan dengan keadaan dimana masih banyak pemimpin agama yang menakuti-nakuti umatnya dalam berdakwah. Pendekatan agama dengan cara menakut-nakuti pemeluknya akan akhirat sudah tidak jamannya lagi, tidak relevan lagi. Pendekatan demikian tidak mendalam dan membatin alias dangkal.
Untuk itu perlu pengetahuan yang diantaranya diberikan oleh cara berpikir filsafat. Cara berfilsafat adalah cara memertanyakan kebenaran segala hal yang dibahas dalam agama itu. Bertanya, berefleksi tentang isi Kitab Suci mendorng setiap orang menyadari eksistensinya di hadapan the Supreme Being. Pada akhirnya kita akan sampai pada kekaguman akan keagungan kasih Tuhan pada kita dan membuat kita semakin bijaksana dalam hidup, bukannya takut akan Tuhan (Pormadi Simbolon)
Pendapat Zainal Abidin Bagir tersebut sangat relevan dengan keadaan dimana masih banyak pemimpin agama yang menakuti-nakuti umatnya dalam berdakwah. Pendekatan agama dengan cara menakut-nakuti pemeluknya akan akhirat sudah tidak jamannya lagi, tidak relevan lagi. Pendekatan demikian tidak mendalam dan membatin alias dangkal.
Untuk itu perlu pengetahuan yang diantaranya diberikan oleh cara berpikir filsafat. Cara berfilsafat adalah cara memertanyakan kebenaran segala hal yang dibahas dalam agama itu. Bertanya, berefleksi tentang isi Kitab Suci mendorng setiap orang menyadari eksistensinya di hadapan the Supreme Being. Pada akhirnya kita akan sampai pada kekaguman akan keagungan kasih Tuhan pada kita dan membuat kita semakin bijaksana dalam hidup, bukannya takut akan Tuhan (Pormadi Simbolon)
Label:
agama,
berita,
BIMAS KATOLIK

Selasa, Juli 15, 2008
RELIGION FOR HUMANITY
By Pormadi Simbolon

Witnessing many religious cases in Indonesia, we can see that some people of certain religion has used physical force to defend their interest in the name of religion. Their way to reach their purpose had made people of other religion intimidated. In this point, it is necessary to question, what is the function of religion? Why do a religion destruct humanity?
As the feeling of reverence which men entertain towards a Supreme Being, religion is should be reject the way of cruelty. Religion is the way to recognize of God as an object of worship, love, obedience and piety. Logically, if a religion is a way to respect God (Supreme Being), it means the people of religion should respect God’s creatures, include human being.
Destruction of religion
Abd A’la, an expert from Religious Reform Project (RePro) said, physical force is contrary to every single of religion, included Islamic values. Harshness which showed by some people of Islamic radicalism is opposed to Islamic teachings (Suara Pembaruan Daily, July 4, 2008). The physical force to other people can not be tolerated.
The main question is, why some people of religion should do cruelty to others who having different faith? I think that most of people of every single religion do not internalized yet the main substance of a religion. In fact, the main substance of every religion is LOVE. The people of religion should be teached to love God and to love neighbours.
It is clearly, substance of loving God also mean accepting any differences of other people in ethnic groups, religion, race, ideology and so on. The destruction of humanity also be the destruction of the face of religion.
Duty of religious leaders
We used to hear that there are some religious leaders who teach their people hatred to other religions. Its results are conflicts in togetherness. The people of this religion are not ready to live together with other people of different religions. Basically, this hatred is opposed to universal values e.g. human rights as United Nation Organisation declared 1948.
It is the main duty of every single leader of religion to build this country as a place for people of different religion can live together. It is the time for religious leaders to realize it in this globalization spirit.
One of the main way is making the substance of religious teachings to be internalised by people of religions. What are the religious values, they should be showed first to the people. According to our positive thinking, any system of faith must be a respect to God and so it should be a respect also to humanity.
The other way is spreading the universal values of every single religion. Religion is not a system of worship only, but also a system of behaviors to other people in daily life as the result of them. I mean, the love to God is not celebrated in a church or in a masjid, and other religious place only, but it should be manifested in daily life’s attitude to others. Hurting other people is also hurting his/her creator.
Besides, the existential principle of Republic Indonesia is Pancasila, the five principles. Pancasila teaches how to live together between people from any cultural background in Indonesia. The values of Pancasila has verified by the founding fathers to be the principles of life for Indonesian people. Pancasila should be the supreme direction to live in peace and tolerance.
And finally, it is a task for religious leaders and for all of religious people to build a pluralistic world civilization where different religious traditions can co-exist and mutually reinforce the cause of peace and human dignity. It is a challenging task for people of religion.
It is the time for people of religions to realize that religion is not for God only, but it is also for humanity too. Destruction of humanity is the destruction of religion too. Franz Magnis Suseno, a philosopher of Dryarkara in Jakarta said, “Do not make faith (religion) to be a cause of harshness!” We hope that people of different religions can live together in peace and tolerance.
The writes is a former student STFT Widyasasana Malang.
He can be reached at: pormadi.simbolon@gmail.com

Witnessing many religious cases in Indonesia, we can see that some people of certain religion has used physical force to defend their interest in the name of religion. Their way to reach their purpose had made people of other religion intimidated. In this point, it is necessary to question, what is the function of religion? Why do a religion destruct humanity?
As the feeling of reverence which men entertain towards a Supreme Being, religion is should be reject the way of cruelty. Religion is the way to recognize of God as an object of worship, love, obedience and piety. Logically, if a religion is a way to respect God (Supreme Being), it means the people of religion should respect God’s creatures, include human being.
Destruction of religion
Abd A’la, an expert from Religious Reform Project (RePro) said, physical force is contrary to every single of religion, included Islamic values. Harshness which showed by some people of Islamic radicalism is opposed to Islamic teachings (Suara Pembaruan Daily, July 4, 2008). The physical force to other people can not be tolerated.
The main question is, why some people of religion should do cruelty to others who having different faith? I think that most of people of every single religion do not internalized yet the main substance of a religion. In fact, the main substance of every religion is LOVE. The people of religion should be teached to love God and to love neighbours.
It is clearly, substance of loving God also mean accepting any differences of other people in ethnic groups, religion, race, ideology and so on. The destruction of humanity also be the destruction of the face of religion.
Duty of religious leaders
We used to hear that there are some religious leaders who teach their people hatred to other religions. Its results are conflicts in togetherness. The people of this religion are not ready to live together with other people of different religions. Basically, this hatred is opposed to universal values e.g. human rights as United Nation Organisation declared 1948.
It is the main duty of every single leader of religion to build this country as a place for people of different religion can live together. It is the time for religious leaders to realize it in this globalization spirit.
One of the main way is making the substance of religious teachings to be internalised by people of religions. What are the religious values, they should be showed first to the people. According to our positive thinking, any system of faith must be a respect to God and so it should be a respect also to humanity.
The other way is spreading the universal values of every single religion. Religion is not a system of worship only, but also a system of behaviors to other people in daily life as the result of them. I mean, the love to God is not celebrated in a church or in a masjid, and other religious place only, but it should be manifested in daily life’s attitude to others. Hurting other people is also hurting his/her creator.
Besides, the existential principle of Republic Indonesia is Pancasila, the five principles. Pancasila teaches how to live together between people from any cultural background in Indonesia. The values of Pancasila has verified by the founding fathers to be the principles of life for Indonesian people. Pancasila should be the supreme direction to live in peace and tolerance.
And finally, it is a task for religious leaders and for all of religious people to build a pluralistic world civilization where different religious traditions can co-exist and mutually reinforce the cause of peace and human dignity. It is a challenging task for people of religion.
It is the time for people of religions to realize that religion is not for God only, but it is also for humanity too. Destruction of humanity is the destruction of religion too. Franz Magnis Suseno, a philosopher of Dryarkara in Jakarta said, “Do not make faith (religion) to be a cause of harshness!” We hope that people of different religions can live together in peace and tolerance.
The writes is a former student STFT Widyasasana Malang.
He can be reached at: pormadi.simbolon@gmail.com
Label:
catholic,
christianity,
news,
religion

Jumat, Juli 04, 2008
KERJASAMA SINERGIS BANGUN GEREJA KATOLIK INDONESIA
“Mari kita kembangkan dan kita bangun kerjasama untuk mengabdi dan melayani masyarakat Katolik Indonesia”, demikian ajakan Sekretaris Jenderal KWI, R.D. P. Sigit Pramudji,Pr dalam sambutan pembukaan pertemuan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik dengan para Sekretaris Komisi, Lembaga, Sekretariat dan Departemen (KLSD) Konferensi Waligereja Indonesia yang dilaksanakan menjelang pertengahan Juni 2008 lalu di Bogor.
Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama Pemerintah dalam hal ini Ditjen Bimas Katolik dengan lembaga Gereja Katolik Indonesia antara lain dengan KLSD KWI. Ditjen Bimas Katolik dan KWI sudah lama bekerja sama dalam bentuk penyelenggaraan pertemuan nasional, sosialisasi produk hukum, pemberian bantuan dana dan sarana/prasana keagamaan Katolik, penyelesaian masalah keagamaan dan dalam bentuk kerjasama non-formal.
“Kedua institusi mempunyai keinginan yang sama yakni mengabdi dan melayani umat yang sama dengan itikad yang baik namun dalam lingkup dalam kerja yang berbeda. Harapan saya, kerjasama ini menghasilkan buah berlimpah dan pelayanan prima bagi umat Katolik Indonesia”, tegas Romo Sigit, panggilan akrab Sekretaris jenderal KWI ini.
Pendapat senada diungkapkan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Drs. Stef Agus. “Pada era globalisasi dewasa ini, perubahan di segala bidang berkembang terus dengan kecepatan tinggi, hal ini menuntut suatu kerjasama sinergis dan kesalingtergantungan (interdependensi) antara organisasi yang satu dengan organisasi lainnya dalam mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu Pemerintah dalam hal ini Ditjen Bimas Katolik mengajak lembaga Gereja Katolik Indonesia untuk bekerjasama dalam melayani dan mengabdi umat Katolik sebagai warga Katolik Indonesia seturut otonomitas masing-masing,” jelas Stef Agus pada sambutannya.
Menurut Stef Agus, tuntutan interdependensi dan kerjasama sinergis tersebut akan berhasil optimal bila memperhatikan beberapa hal ini: (1) berpola pikir win-win (saling menguntungkan); (2) sikap menghargai otonomitas atau perbedaan yang ada dan (3) kesediaan untuk saling berbagi. Kurangnya salah satu saja dari hal-hal tadi, akan menggagalkan kerjasama sinergis.
“Untuk itu, Ditjen Bimas Katolik sekali lagi, mengajak lembaga Gereja Katolik Indonesia untuk memperkokoh dan memelihara kerjasama sinergis yang sudah berjalan selama ini dalam memberdayakan masyarakat Katolik Indonesia demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika dan terwujudnya masyarakat Katolik Indonesia yang seratus persen Katolik dan seratus persen Indonesia” lanjutnya. Dengan kerjasama demikian diharapkan peran dan partisipasi aktif warga negara Katolik dalam membangun Indonesia yang hidup sejahtera, adil, aman dan demokratis dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika semakin optimal. Hal ini sejalan dengan tema Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia 2005 yang salah satu penekanannya antara lain: “...pembaharuan diri menuju keterlibatan yang lebih nyata dalam upaya membentuk keadaban publik baru bangsa” (Bangkit dan Bergeraklah, 2005:256).
“Saya sangat senang bila hal-hal yang dapat dikerjasamakan dengan Bimas Katolik dapat berjalan dengan lancar seperti sosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9/8 Tahun 2006 yang dilakukan selama ini bagi masyarakat katolik indonesia” kata Romo Benny Susetyo,Pr , Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan KWI. Peraturan bersama yang dimaksud adalah Peraturan Bersama (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 9 Tahun 2006 Nomor: 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, Dan Pendirian Rumah Ibadat.
Romo Lucas Paliling juga mengamini manfaat kerja sama selama ini. “Bila dalam setahun 1000 orang tenaga Gerejani membutuhkan rekomendasi bebas fiskal dengan harga 1 juta rupiah per orang, maka dana Gereja berhasil dihemat sebesar 1 miliar rupiah” demikian aku pejabat Departemen Tenaga Gerejani KWI ini.
Pertemuan yang dihadiri kurang lebih dari 40 peserta dari Bimas Katolik dan KLSD KWI menghasilakan “Ruang Temua Bersama” yang berisi poin-poin kesepakatan atas hal-hal yang dapat dikerjasamakan dan dikomunikasikan bersama sesuai otonomitas masing-masing. Baik Pemerintah maupun Gereja Katolik mengharapkan kerjasama sinergis ini menghasilkan buah-buah berlimpah bagi warga Katolik Indonesia sekaligus warga Gereja Katolik Indonesia. (Pormadi Simbolon).
Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama Pemerintah dalam hal ini Ditjen Bimas Katolik dengan lembaga Gereja Katolik Indonesia antara lain dengan KLSD KWI. Ditjen Bimas Katolik dan KWI sudah lama bekerja sama dalam bentuk penyelenggaraan pertemuan nasional, sosialisasi produk hukum, pemberian bantuan dana dan sarana/prasana keagamaan Katolik, penyelesaian masalah keagamaan dan dalam bentuk kerjasama non-formal.
“Kedua institusi mempunyai keinginan yang sama yakni mengabdi dan melayani umat yang sama dengan itikad yang baik namun dalam lingkup dalam kerja yang berbeda. Harapan saya, kerjasama ini menghasilkan buah berlimpah dan pelayanan prima bagi umat Katolik Indonesia”, tegas Romo Sigit, panggilan akrab Sekretaris jenderal KWI ini.
Pendapat senada diungkapkan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Drs. Stef Agus. “Pada era globalisasi dewasa ini, perubahan di segala bidang berkembang terus dengan kecepatan tinggi, hal ini menuntut suatu kerjasama sinergis dan kesalingtergantungan (interdependensi) antara organisasi yang satu dengan organisasi lainnya dalam mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu Pemerintah dalam hal ini Ditjen Bimas Katolik mengajak lembaga Gereja Katolik Indonesia untuk bekerjasama dalam melayani dan mengabdi umat Katolik sebagai warga Katolik Indonesia seturut otonomitas masing-masing,” jelas Stef Agus pada sambutannya.
Menurut Stef Agus, tuntutan interdependensi dan kerjasama sinergis tersebut akan berhasil optimal bila memperhatikan beberapa hal ini: (1) berpola pikir win-win (saling menguntungkan); (2) sikap menghargai otonomitas atau perbedaan yang ada dan (3) kesediaan untuk saling berbagi. Kurangnya salah satu saja dari hal-hal tadi, akan menggagalkan kerjasama sinergis.
“Untuk itu, Ditjen Bimas Katolik sekali lagi, mengajak lembaga Gereja Katolik Indonesia untuk memperkokoh dan memelihara kerjasama sinergis yang sudah berjalan selama ini dalam memberdayakan masyarakat Katolik Indonesia demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika dan terwujudnya masyarakat Katolik Indonesia yang seratus persen Katolik dan seratus persen Indonesia” lanjutnya. Dengan kerjasama demikian diharapkan peran dan partisipasi aktif warga negara Katolik dalam membangun Indonesia yang hidup sejahtera, adil, aman dan demokratis dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika semakin optimal. Hal ini sejalan dengan tema Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia 2005 yang salah satu penekanannya antara lain: “...pembaharuan diri menuju keterlibatan yang lebih nyata dalam upaya membentuk keadaban publik baru bangsa” (Bangkit dan Bergeraklah, 2005:256).
“Saya sangat senang bila hal-hal yang dapat dikerjasamakan dengan Bimas Katolik dapat berjalan dengan lancar seperti sosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9/8 Tahun 2006 yang dilakukan selama ini bagi masyarakat katolik indonesia” kata Romo Benny Susetyo,Pr , Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan KWI. Peraturan bersama yang dimaksud adalah Peraturan Bersama (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 9 Tahun 2006 Nomor: 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, Dan Pendirian Rumah Ibadat.
Romo Lucas Paliling juga mengamini manfaat kerja sama selama ini. “Bila dalam setahun 1000 orang tenaga Gerejani membutuhkan rekomendasi bebas fiskal dengan harga 1 juta rupiah per orang, maka dana Gereja berhasil dihemat sebesar 1 miliar rupiah” demikian aku pejabat Departemen Tenaga Gerejani KWI ini.
Pertemuan yang dihadiri kurang lebih dari 40 peserta dari Bimas Katolik dan KLSD KWI menghasilakan “Ruang Temua Bersama” yang berisi poin-poin kesepakatan atas hal-hal yang dapat dikerjasamakan dan dikomunikasikan bersama sesuai otonomitas masing-masing. Baik Pemerintah maupun Gereja Katolik mengharapkan kerjasama sinergis ini menghasilkan buah-buah berlimpah bagi warga Katolik Indonesia sekaligus warga Gereja Katolik Indonesia. (Pormadi Simbolon).
Label:
berita,
BIMAS KATOLIK,
gereja katolik Indonesia,
kwi

Langganan:
Postingan (Atom)