Trima kasih mengunjungi blog kami!

Para pengunjung yth. semua isi blog ini ditulis atau disusun atas kemauan pribadi. Itu berarti blog ini berisi aneka pendapat, pemahaman, persepsi pribadi, dan pemikiran pribadi atas lingkungan kerja dan hidup sekitarnya. Harapan kami isi blog ini bermanfaat bagi pengunjung yang memerlukannya. Salam, GBU.

Selasa, April 19, 2016

Harus Responsif

Direktur Jenderal Bimas Katolik Eusabius Binsasi menegaskan bahwa penyuluh agama Katolik baik berstatus PNS maupun Non PNS harus responsif dan mencari solusi atas masalah-masalah yang dihadapi umat atau masyarakat seperti Narkoba, Radaikalisme, LGBT dan tindak intoleransi. Para Penyuluh agama harus kreatif dan inovatif dalam memberikan penyuluhan agar masyarakat sadar dan paham atas bahaya narkoba dan radikalisme. 

Hal ini ditegaskan Eusabius Binsasi  dalam sambutannya ketika membuka pertemuan pembinaan penyuluh agama Katolik PNS dan Non PNS Regio Jawa dan Sumatera yang berlangsung dari Selasa-Jumat (12-15/04/2016) di Yogyakarta.

Pembicara lain, Direktur Urusan Agama Katolik, Sihar Petrus Simbolon, menegaskan keberadaan penyuluh agama Katolik baik PNS maupun Non PNS adalah menghadirkan negara di tengah masyarakat dengan memberikan bimbingan dan  penyuluhan atas masalah-masalah yang dihadapi masyarakat Katolik melalui bahasa agama. 

Bahaya Narkoba dan radikalisme merupakan masalah serius. Indonesia sudah dalam keadaan darurat narkoba dan radikalisme. Jadi tenaga pastoral, dalam hal ini Katekis atau penyuluh agama Katolik PNS maupun Non PNS perlu memberikan penyadaran dan pemahaman kepada umat atau kelompok binaan mereka. 

Hal ini dikatakan Romo Sugiyana,Pr, Direktur Pastoral Sanjaya Muntilan, ketika memberikan paparannya kepada 50 orang Penyuluh Agama Katolik PNS dan Non PNS yang berasal dari Regio Jawa dan Sumatera din Yogyakarta, Kamis(14/4/2016).

Bahaya Narkoba
Berangkat dari informasi seperti yang dikutipnya dari media massa, Peredaran narkoba merasuk ke semua sektor kehidupan (usia, profesi, suku, agama, jenis kelamin). Kebanyakan lulusan SMU (20-30 th). Semula mereka diajak, merasakan dan akhirnya kecanduan. Rata-rata 50 orang meninggal tiap hari karena narkoba (sekitar 12.044 orang per tahun). 

Dampaknya, narkoba mengacaukan kehidupan, merusak kepribadian dan tanggung jawab sosial serta masa depan para penggunanya. Para pengguna mengalami rusak badan dan mentalnya serta hubungan-hubungan sosialnya dengan keluarga dan masyarakat. Hidup mereka makin buruk.

Menyadari bahaya narkoba tersebut, Gereja memiliki tanggung jawab sosial untuk mengambil bagian dalam usaha penanggulangan kejahatan narkoba. Gereja meneguhkan bahwa masih ada harapan untuk sembuh dan pulih bagi para korban dan Gereja siap untuk merawat, mendampingi dan menghidupkan kembali harapan akan masa depan yang lebih baik. 

Radikalisme
Dalam paparannya, Romo Sugiyana menjelaskan bahwa selain masalah bahaya Narkoba, juga makin maraknya fenomena  radikalisme dan kekerasan. Belakangan ini perkembangan pergerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia sangatlah pesat. 

Radikalisme itu nyata melalui alam pemikiran dan gerakan-gerakan untuk melawan yang berbeda keyakinan maupun menghancurkan bangsa melalui peristiwa peledakan bom di berbagai tempat publik.

Menurut Romo Sugiyana, fenomena teroris perlu disadari dan diwaspadai.  Pertama, teror adalah kegiatan orang sesat yang sudah berlangsung sejak awal zaman. Wacana terorisme sekarang diperkeras oleh liputan media, komunikasi internet dan reaksi primordial Amerika. 

Kedua, teror adalah kegiatan biadab, acak yang tidak perlu dibela atas alasan apapun. 

Ketiga, teroris dilakukan orang sedikit dengan dedikasi banyak. Perlawanan terorisme bisa dilakukan oleh orang sedikit juga (ahli kontraterorisme) tapi karena kontra-teroris tidak sebebas teroris, upaya mereka perlu ditambah dengan dukungan orang banyak.  

Keempat, saluran dan mekanisme pelaporan harus dibuat secara fleksibel dan terbuka oleh pemerintah dan lembaga internasional tanpa dibumbui diskriminasi terhadap agama apapun.

Dalam pandangan  Romo Sugiyana, Gereja menerima sikap radikal demi kebaikan umum dan menolak sikap radikal yang menjurus pada kekerasan terhadap pihak lain. 

Gereja menerima sikap radikal. Sikap radikal adalah sikap yang mengungkapkan kesungguhan sampai pada sikap berani mati demi sebuah kebenaran yang diyakini atau keselamatan yang diperjuangkannya. Sikap ini justru menjunjung kebaikan umum.

Namun Gereja  menolak Radikalisme, apalagi kalau sudah menjurus pada kekerasan terhadap pihak lain. Radikalisme atas nama ideologi atau atas nama agama yang menjurus pada kekerasan bertentangan dengan ajaran agama manapun. Radikalisme adalah memaksakan keyakinan tunggal yang didasarkan pada kepentingan pribadi (golongan). Radikalisme cenderung mengorbankan orang lain yang tidak sejalan dengan dirinya.

Untuk itulah Gereja membutuhkan katekis atau penyuluh agama Katolik untuk memberikan penjelasan atas masalah-masalah serius yang dihadapi umat, seperti  bahaya Narkoba dan radikalisme, dalam terang Injili dan sikap Gereja. Ia menegaskan, "Gereja tidak mungkin tanpa Katekis atau penyuluh agama Katolik. ANDA adalah orang yang mengantar seseorang kepada Kristus melalui kesaksian, pengajaran dan pendampingan secara terencana dan terukur. Anda mampu menjumpai orang-orang yang tidak terjangkau oleh paroki atau pelayan Gereja pada umumnya". 

 Acara yang diselenggarakan Direktorat Urusan Agama Katolik Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama ini, juga mengundang pembicara, Asri Ispawati, Widyaiswara dari Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan dan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Agama. Asri Ispawati, lulusan doctoral tentang kompetensi penyuluh agama, memaparkan bahwa penyuluhan terkait masalah actual bisa dilaksanakan melalui karya tulis ilmiah baik berbasis penelitian lapangan maupun berbasis studi kepustakaan. 

Pembicara lain pada hari terakhir adalah Y.B. Margantoro, seorang wartawan senior Harian Bernas Yogya. Para penyuluh agama Katolik, dan kita semua adalah wartawan. Kita dipanggil untuk menjadi pewarta kebenaran, dan menjadi orang yang disiplin terhadap kebenaran. Penyuluh agama Katolik, yang juga sebagai "wartawan" harus belajar terus menerus dan berbagi kepada sesama.

Dalam laporannya, Ketua Panitia, Pormadi Simbolon, mengatakan bahwa kegiatan ini diadakan dengan maksud memberikan pembinaan dan peningkatan kompetensi 50 orang tenaga penyuluh agama Katolik PNS dan Non PNS Regio Jawa dan Sumatera di bidang karya tulis-menulis baik yang murni ilmiah maupun tulisan ilmiah populer di media massa, agar mereka  semakin profesional memberikan penyuluhan terkait masalah-masalah aktual dewasa ini (seperti bahaya Narkoba dan radikalisme) dalam terang kebenaran Injil dan ajaran Gereja Katolik. (Pormadi, dari Yogyakarta)

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Sabtu, Maret 26, 2016

Ideologi Menyimpang Marak, Dimana Penyuluh Agama?

Oleh Pormadi Simbolon

Tugas penyuluhan Agama dan  masalah aktual merupakan dua bidang saling terkait. Masalah aktual seyogianya menjadi bahan pembahasan relevan dan strategis bagi setiap insan yang diangkat dalam jabatan fungsional penyuluh agama berstatus pegawai negeri sipil (PNS) sebagai bahan penyuluhan dan pencerahan kepada umat melalui bahasa agama. 

Masalah ideologi menyimpang seperti radikalisme, neoliberalisme, LGBT (lesbi, gay, biseksual, transjender) dan intoleransi sedang marak dan menjadi buah bibir publik. Mulai dari bom Sarinah Tamrin Jakarta, doktrin keagamaan yang sempit, ajaran agama sempalan,  propaganga individualisme dan liberalisme, sampai dengan munculnya kecenderungan tampilnya gaya hidup LGBT adalah beberapa masalah aktual terkini yang butuh dijelaskan kepada umat. Lalu, dimana penyuluh agama selama ini?

Penyuluh Agama
Jabatan fungsional penyuluh agama baru lahir sejak tahun 2000-an yang lalu. Keberadan penyuluh agama sangat penting untuk menerangkan masalah-masalah aktual terkini kepada masyarakat melalui bahasa agama. Bagaimana suatu agama menyikapi masalah radikalisme, neoliberalisme, LGBT (lesbi, gay, biseksual, transjender) dan intoleransi. Masalah-masalah tersebut amat tepat  menjadi pokok bahasan untuk dijabarkan oleh para penyuluh agama dalam tugas bimbingan atau penyuluhan agama bagi semua tenaga penyuluh agama dari 6 agama resmi yang diakui negara.

Para penyuluh agama dari 6 agama resmi diakui negara diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama. Oleh karena itu, tidak bisa tidak para penyuluh merupakan ujung tombak dalam melakukan penangkalan ideologi menyimpang dan penyadaran akan bahayanya melalui penerangan bahasa masing-masing agama. 

Menurut data Kementerian Agama tahun 2014, jumlah penyuluh agama berstatus PNS untuk pemeluk agama Islam sebanyak 4.016 orang. Untuk pemeluk agama Kristen jumlah tenaga penyuluh PNS sebanyak 264 orang. Di lingkungan Katolik, penyuluh agama berstatus PNS berjumlah 224 orang,  Saat ini tenaga penyuluh agama Hindu berstatus PNS sebanyak 198 orang. Sementara itu agama Buddha telah memiliki 60 orang penyuluh PNS. Selain itu juga terdapat sebanyak 100 orang penyuluh Non PNS agama Khonghucu. Saat ini Umat Khonghucu belum mempunyai penyuluh agama berstatus PNS.

Melihat perbandingan jumlah penyuluh agama dengan umat masing-masing pemeluk agama, maka jumlah penyuluh agama masih sedikit. Selain itu, jabatan fungsional agama relatif masih muda, baru resmi ditetapkan sejak dikeluarkannya 

Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Apatur Negara Nomor: 54/KEP/MK.WASPAN/9/1999 Tanggal 30 September 1999 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya. Jika ditanya, sudah sampai dimana peran para penyuluh agama? Jawabannya, peran penyuluh agama belum maksimal dan masih terbatas di perkotaan. 

Padahal jabatan fungsional penyuluh agama ditetapkan dengan alasan tugas untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan nasional dan meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta kerukunan hidup beragama.

Menurut hemat Penulis, pelaksanaan tugas dan peran penyuluh agama di lapangan tidak maksimal karena belum mendapat perhatian dan penanganan serius dan bersahaja. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Pusat Diklat dan Balai Diklat Keagamaan di Daerah) dan pihak terkait dengan keterbatasan anggaran yang ada, boleh dikatakan tidak bisa menganggarkan anggaran pendidikan dan pelatihan (diklat) selain  Diklat prajabatan Calon Pegawai Negeri Sipil. Jika ditanya para penyuluh agama, berapa kali sudah pernah mengikuti Diklat di bidang penyuluhan, kebanyakan menjawab hanya 1 kali Diklat, yaitu Diklat prajabatan, yang memang semua CPNS harus mengikutinya sebelum definitif jadi PNS.
Karena alasan itu, bahkan ada sebagian kalangan yang menyebutkan bahwa tugas penyuluh agama tidak jelas dan tidak diberi pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kompetensi. Akibatnya, ada sebagian penyuluh yang beralih ke jabatan struktural atau jabatan fungsional umum. Akibat lain, tidak sedikit penyuluh agama harus diberhentikan karena tida dapat mengumpulkan angka kredit untuk kenaikan pangkat dan jabatan. 
Selain itu, menurut informasi di lapangan,  penyuluh agama kurang dikenal dan kurang dianggap keberadaannya, karena pelaksanaan tugas kurang profesional dan berkualitas, dan mereka kurang diberdayakan. 

Masuk akal jika  pelaksanaan tugas dan peran penyuluh agama belum maksimal. Bisa jadi juga, keberadaan penyuluh agama kurang eksis di lapangan karena kualitas kompetensinya kalah dibandingkan dengan tenaga teknis fungsional keagamaan dari lembaga agama di tengah masyarakat. 

Berdayakan Penyuluh Agama
Sudah saatnya Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama dan para stakeholder ikut memberdayakan tenaga penyuluh agama dengan memberikan Diklat, penataran, seminar atau kegiatan lainnya, sehingga kemampuan (skill), sikap/perilaku (attitude) dan pengetahuan (knowledge) semakin lebih baik bagi yang sudah diangkat menjadi penyuluh agama PNS. Bagi mereka yang akan diangkat, maka rekrutmen, pengangkatan, penempatan dan promosi jabatan harus didasarkan pada unsur kompetensi dan kualifikasi.

Adalah kewajiban Pemerintah untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kepada setiap aparatur sipil negara agar mereka mampu memberikan pelayanan publik secara profesional dan berkualitas (Bandingkan Pasal 11, huruf b, UU No. 4 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara)
Dari pihak para penyuluh, dengan kesejahteraan (sekarang ini tunjangan kinerja PNS Penyuluh Agama 60%)  lebih baik saat ini, dibandingkan beberapa tahun lalu, semangat belajar dan mengembangkan diri dan kompetensi penyuluhan agama sudah menjadi keharusan. 

Melihat jumlah umat beragama dan sebarannya yang luas, kuantitas penyuluh agama berstatus PNS, perlu ditambah, khususnya di daerah pelosok, terluar dan perbatasan negara, sehingga dapat melayani lebih banyak umat. 
Regulasi tentang jabatan fungsional penyuluh agama yaitu Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Apatur Negara Nomor: 54/KEP/MK.WASPAN/9/1999 Tanggal 30 September 1999 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya, sudah saatnya direvisi dan diperbaharui dengan mengacu kepada tuntutan reformasi birokrasi dan aturan baru tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (UU No.4 Tahun 2014 tentang ASN dan PP Nomor 53 Tahun 2010). Jenjang pangkat tertinggi penyuluh agama seyogianya tidak berhenti hanya pada golongan ruang IVC (pembina utama muda) tapi seharusnya sampai dengan IVE (pembina utama). 

Yang paling urgen dilaksanakan, para penyuluh agama harus secara serius diberdayakan,  diberi pendidikan dan pelatihan, dibekali ilmu pengetahuan dan pemanfaatan informasi-teknologi, agar ideologi menyimpang, ajaran sempalan,  tidak gampang merasuki pikiran masyarakat, khusunya anak-anak dan generasi muda. Mereka ini adalah penerus eksistensi bangsa dan negara ke depan. Mereka arus dilindungi dari bahaya radikalisme-paham agama yang sempit, neoliberalisme, LGBT dan intoleransi. 

Jika kualitas dan kuantitasnya meningkat, maka keberadaan dan kehadiran pelayanan para penyuluh agama semakin dirasakan oleh masyarakat. Dan memang Keberadaan dan fungsi para penyuluh agama amat berarti untuk menghadirkan negara, terutama di daerah-daerah-daerah yang belum terjangkau lembaga agama yang ada. Semoga

Pormadi Simbolon Bekerja di Kementerian Agama RI. Tulisan ini Pendapat Pribadi.


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Kamis, Maret 24, 2016

Asesmen untuk Pemetaan dan Rotasi


Baru saja saya dan rekan kerja selesai mengikuti Asesmen pegawai. Asesmen meliputi tes tertulis dan Non tertulis. Test itu antara lain tentang psikotes, ada 5 bagian yang ditest dengan jumlah soal bervariasi dari terendah sekitar 40 sampai dengan tertinggi sebanyak 100 soal‎ dengan waktu tiap bagian hanya 6 menit. 

Asesmen yang diselenggarakan Ditjen Bimas Katolik Kemenag RI dengan bekerjasama dengan Tosora Consulting Group yang biasa menangani asessmen berlangsung dari tanggal 21 s.d.23 Maret 
‎ melalui beberapa tahap guna mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu pemetaan kualitas pegawai dan sebagai bahan pertimbangan dalam promosi, dan mutasi.

Pertama, kelima bagian test itu format soalnya berupa memilih pilihan jawaban, dengan rumusan yang bermacam-macam: menghitung, mencocokkan gambar, menebak lipatan seng dalam gambar, memilih suasana hati/jiwa kita. 

Kedua, ada ujian In-Tray‎: Dimana di sana kita dimina mengidentifikasi masalah, mengatasi masalah dengan memilih prioritas, membuat rincian langkah KONKRIT mengatasi masalah hingga tahap monitoring dan evaluasi atas solusi atau program yang kita tetapkan.

Ketiga, ada ujian melalui wawancara dari asesor. Para asesor mewawancarai uraian tugas, apa yang sudah dilakukan, apa yang berhasil, apa gagal, lalu usaha untuk memantapkan pelaksanaan tugas kita ‎sesuai dengan bidang tugas jabatan struktural atau jabatan fungsional umum.

Keempat, mengikuti melaui pengisian questioner. Inti pertanyaan questioner adalah menguji integritas kita, dan tentang kepribadian kita menurut pendapat kita sendiri. 

Kelima, peserta diminta melanjutkan 8 kotak gambar, yang sudah format awal: misalnya: ada gambar titik, gambar garis, setengah bulatan dan lain-lain. Pada gambar tersebut kita diminta pula melukiskan mana gambar yang mudah, sulit, disukai dan tidak disukai.  Tambahan, kita diminta menggambar manusia secara utuh‎, lalu menggambarkan siapa orang yg digambar, sedang ngapain, lalu menyebutkan 3 kelebihan dan 3 kekurangan. 

Dan yang terakhir, ada ujian kompetensi teknis pengetahuan secara tertulis oleh Biro Kepegawaian mengenai tugas dan fungsi sehari-hari yang kita lakukan.

Refleksi:

Ada beberapa hal yang perlu direnungkan. Yang perlu kita cermati sebagai orang yang bekerja:
  1. Kita perlu memegang nilai-nilai hidup dan keyakinan kita sehingga ‎kita bekerja sesuai dengan nilai dan keyakinan itu. Misalnya, kita lebih mengutamakan kejujuran dan tanggung jawab atas hidup dan pekerjaan kita.
  2. Kita harus benar-benar menguasai tugas kita, seluk-beluknya, peta pekerjaan kita, kita sedang dimana dan akan kemana melangkah.‎ Mulai dari hal teknis sampai dengan konsep pemikiran tentang tugas kita.
  3. Kita harus mengembangkan diri kita dengan belajar terus menerus, mengikuti perkembangan jaman, kita harus inisiatif belajar, bukan menunggu.
  4. Bukan saatnya lagi bermentalitas lambat dan ngawur, tetapi bekerja cepat, tepat, kreatif, tanggung jawab, menjadi teladan, profeionalitas, inovatif dan penuh integritas
Semoga bermanfaat
TNG - 23032016

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Sabtu, Februari 20, 2016

Fenomena: Membantah dulu, Kemudian Diam, setelah terbukti

Bila kita ikuti pemberitaan media massa, banyak politisi, penegak hukum, artis dan tokoh lainnya, membantah dulu atas kasus yang dituduhkan kepadanya. Yang penting membantah dulu, kemudian diam seribu bahasa setelah terbukti di pengadilan atau tertangkap basah. 

Akil Muktar, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Nikita Mirjani, Hst, penyanyi dangdut "klepek-klepek" merupakan contoh-contoh yang paling segar diingatan kita.  ‎Jika dipikir lebih dalam, apa yang terjadi dalam kepribadian  mereka sehingga berani membantah duluan?

Dalam pandangan agama, mereka ini adalah orang yang tidak memiliki kepribadian utuh, alias terpecah. Mereka tidak memiliki integritas, sarunya kata dan perbuatan. Bahkan di antara artis tersebut, ada yang pernah mengaku sebagai orang yang baik, tidak terlibat dalam dunia prostitusi.

Integritas memang akan diuji di tengah adanya godaan atas uang, kekuasaan, dan kesenangan dunia lainnya. Nilai-nilai keyakinan pribadi, nilai agama dan norma masyarakat tersingkirkan oleh nilai-nilai sesaat, nikmat sementara.

Integritas menjadi penting dijaga. Kata dan perbuatan harus satu. Jika benar katakan benar, jika salah katakan salah. Malu dan munafiklah orang, bila membantah, kemudian diam tertunduk setelah tertangkap basah atau terbukti.


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

LGBT (Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender) Melawan Kodrat

Salah satu topik hangat sekarang ini adalah LGBT (‎Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender). Di tengah masyarakat terdapat pandangan yang pro dan yang kontra. Kebanyakan masyarakat, teristimewa tokoh lintas agama menolak keras.

Menurut logika dan pemikiran sederhana, LGBT itu melawan Kodrat alamiah manusia alias contra naturam (dalam bahasa Latin). Perkawinan LGBT itu tidak sesuai dengan kesejatian manusia ataupun binatang yang diciptakan dengan jenis kelamin pria atau wanita, jantan atau betina, maskulin atau feminin. Dengan dua jenis kelamin tersebut, manusia ataupun hewan bisa berkemban dan bertumbuh sesuai kodratnya. Belum pernah juga dikatakan bahwa perkawinan itu antara kelamin sejenis. Itu namanya "main pentungan".

Namun persoalannya sekarang adalah bagaimana keluarga, masyarakat dan negara menghargai mereka, memperlakukan mereka baik,  membantu mereka agar semakin sadar akan penyimpangan yang melawan Kodrat alamiah manusia tanpa melanggar hak asasinya. Sebab jika LGBT dibiarkan, bisa memengaruhi pemikiran anak-anak dan masa depannya. 

Pandangan bahwa LGBT sama dengan manusia normal/ alamiah  harus dilawan karena melawan kodrat, tapi manusianya harus dihargai karena sama-sama ciptaan Tuhan dan warga negara. Kembalikan mereka ke perilaku hidup normal, sesuai Kodrat manusiawinya. Jangan biarkan anak-anak kita menjadi korban. 

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Senin, Desember 21, 2015

Ketua KWI, Mgr. Ignatius Suharyo: Menjaga Pancasila, Menjaga Kerukunan

Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia, Mgr. Ignatius ‎Suharyo, SJ ikut hadir dan menandatangani Deklarasi Kerukunan Umat Beragama di Jakarta (Senin, 21/12/2015). 

Ignatius Suharyo yang juga merupakan Uskup Agung Jakarta  menekankan bahwa dengan menjaga Pancasila, kita menjaga kerukunan.

Mgr. Ignatius juga menceritakankepada  umat Katolik diajak mengamalkan Pancasila selama 5 tahun ke depan. 

Acara yang dihadiri Menteri Dalam Negeri, Tjahyo Kumolo, Jaksa Agung, M. Praseto, semua majelis agama-agama yang ada di Indonesia dan ormas keagamaan  itu diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri. Para majelis agama berharap agar deklarasi bukan cuma sebuah ceremony, tapi benar-benar diwujudkan ‎dengan sinergi pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan kerukunan.  (Pormadi)

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Rabu, November 04, 2015

Tema Natal Nasional 2015: Hidup Bersama sebagai Keluarga Allah


Ilustrasi: logo PGI dan KWI

Tahun ini Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menetapkan bersama bahwa tema Natal pada tahun 2015 ini adalah “Hidup Bersama sebagai Keluarga Allah” (Kejadian 9:16).

Menurut Pendeta Gomar Gultom, seperti dikutip dari pgi.or.id, Sekretaris Umum PGI mengatakan, “Tema tersebut hendak mengajak kita lebih inklusif. Kelahiran di kandang Betlehem mengindikasikan bukan hanya komunitas manusia yang ada di sana, tapi juga hewan”. Lanjutnya, “Peristiwa Natal mengingatkan kita kembali untuk ‘hidup sebagai keluarga Allah’.

Lebih lanjut, menurut Gomar Gultom, Pesan Natal Bersama 2015 akan dirumuskan oleh PGI dan KWI pada pertengahan November 2015.

Menurut informasi yang beredar, Perayaan Natal Bersama Umat Kristiani Tingkat Nasional direncanakan di Manado pada tanggal 5 Desember. Namun tanggal tersebut masih dibahas, mengingat pada tanggal tersebut, umat Katolik masih dalam masa Advent (penantian kedatangan Yesus Kristus), belum bisa menghayati misteri Natal secara penuh. Harapan umat Katolik, sebagaimana Surat KWI menanggapi beredarnya informasi penetapan Perayaan Natal Nasional pada tanggal 5 Desember, Perayaan Natal Nasional dilaksanakan sesudah tanggal 25 Desember. Perayaan Natal Nasional biasanya dilaksanakan tanggal 27 Desember. Tahun ini, tanggal 27 Desember jatuh pada hari Minggu, maka Natal Nasional diharapkan bisa dimajukan menjadi 26 Desember atau 28 Desember. (Pormadi/pgi.or.id/berbagai sumber)
Powered By Blogger