Trima kasih mengunjungi blog kami!

Para pengunjung yth. semua isi blog ini ditulis atau disusun atas kemauan pribadi. Itu berarti blog ini berisi aneka pendapat, pemahaman, persepsi pribadi, dan pemikiran pribadi atas lingkungan kerja dan hidup sekitarnya. Harapan kami isi blog ini bermanfaat bagi pengunjung yang memerlukannya. Salam, GBU.

Senin, November 12, 2012

Pelatihan Pengawas dulu, kemudian Guru

Para pengawas pendidikan agama Katolik memiliki tugas dan tanggung jawab berat, antara lain membina dan mendampingi para guru pendidikan agama Katolik agar dapat membawa peserta didik menjadi warga Katolik 100% Katolik dan 100% warga negara Pancasilais.
Untuk itu para pengawas agama Katolik perlu dibina antara lain melalui pembinaan para pengawas pendidikan agama Katolik tingkat menengah nasional di Bogor ini. Demikian beberapa hal disampaikan Direktur Jenderal Bimas Katolik Kementerian Agama RI, Jumat (8/11) di Bogor Jawa Barat.
Para Pengawas yang kerap dijuluki "gurunya guru" tersebut berjumlah 65 orang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Aceh sampai dengan Papua. Mereka dengan antusias mengikuti rangkaian acara.
Agustinus Tungga Gempa, Sekretaris Ditjen Bimas Katolik menegaskan para pengawas perlu mengembangkan 6 kompetensi (kepribadian, sosial, supervisi manajerial, supervisi akademik, penelitian dan pengembangan dan evaluasi pendidikan agama) dan profesionalitas antara lain di bidang penelitian dan karya tulis ilmiah agar dapat melatih Guru Pendidikan Agama Katolik menjadi kompeten dan profesional di bidang terebut.
Salman Habeahan yang ikut menjadi narasumber menegaskan para pengawas harus mampu mengembangkan diri di bidang penelitian antara lain penelitian tindakan sekolah. Hal ini amat berguna bagi penjaminan mutu penyelenggaraan mata pelajaran pendidikan agama Katolik (PAK).
Lebih lanjut, Salman Habeahan yang lulus doktoral Universitas Negeri Jakarta, kemampuan melaksanakan evaluasi program kepengawasan penting dikembangkan karena evaluasi merupakan titik tolak menuju perbaikan mutu PAK.
Hadir narasumber lainnya, Nurlena Rifai, dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasionaal membina para pengawas di bidang supervisi manajerial dan akademik.
Masih terkait bidang kompetensi pengawas, Fidelis Waruwu, dosen psikolodi trainer MBTI melatih para pengawas untuk semakin kompeten di bidang kecerdasan kepribadian dan sosial serta pentingnya pendidikan karakter di sekolah. Tiap orang akan cerdas secara sosial bila terlebih dahulu cerdas di bidang kepribadian.
Lanjutnya, pendidikan karakter di sekolah bisa berhasil bila ada komitmen kepala sekolah untuk menerapkan praktek penanaman nilai-nilai di sekolah. Kepala Sekolah harus menciptakan suasana sekolah sebagai tempat observasi peserta didik di bidang praktek nilai-nilai. Hal ini bisa dilaksanakan jika para guru menjadi model/teladan di bidang nilai-nilai tersebut, tegasnya.
A. Harmadi, salah satu pengawas PAK Menengah dari Sumatera Selatan, mengkritisi pembinaan pengawas selama ini. Menurutnya, para pengawas harus lebih banyak mendapat pendidikan dan pelatihan di bidang kompetensinya, dibandingkan para guru PAK.
Pertemuan pembinaan tersebut berlangsung 5 hari dar tanggal 8 sampai dengan 12 November di Hotel Cipayung Asri Bogor.
Powered by Telkomsel BlackBerry®








Selasa, Oktober 30, 2012

Kader Anti Narkoba: Berani Berbeda

Budaya konformitas kaum muda sekarang sangat memprihatinkan. Lihat saja, kehadiran budaya K-Pop yang masuk ke Indonesia begitu gampang merasuki kaum muda. Tidak sedikit, orang dari luar Jakarta rela membeli tiket untuk ikut nonton budaya K-Pop, agar ikut gaul dengan kawula muda lainnya. Itulah budaya konformitas yang ada di tempat kita

Budaya konformitas ini juga merupakan awal banyaknya membuat kaum muda yang menjadi pengguna narkoba di Indonesia.

Hal ini diungkapkan oleh E.S. Tyas Suci, Ph.D, dosen psikologi Unika Atmaja Jaya dalam acara Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba dalam rangka implementasi INPRES 12 Tahun 2011 di Jakarta, Selasa,  (30/10).

Untuk itu, lanjut E.S. Tyas Suci, orang tua dan semua pihak berkepentingan agar mengajak kaum muda untuk bersikap kritis dengan berani berbeda dari kebanyakan orang di sekitar, dan tahu kapan harus mengikuti perilaku tertentu. Kaum muda harus berani mengambil sikap untuk mengatakan tidak pada narkoba.

Kepada para peserta, narasumber mengajak untuk melakukan advokasi narkoba yang berguna untuk mencegah penggunaan narkoba dan membantu pengobatan, perawatan dan support pada pengguna narkoba.

Lanjut Tyas, adapun tahapan umum advokasi: tempatkan masalah/situasi di agenda; lalu bangun dukungan untuk melakukan sesuatu pada masalah dan solusinya.

Di sini peran kader anti narkoba untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada para pejabat dan staf lingkungan instansi pemerintah di pusat, mengenai kondisi dan masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dan membangkitkan komitmen kepedulian (aware, care, beware) dalam upaya pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

Acara yang diselenggarakan BNN RI itu diikuti para peserta dari berbagai Instansi Pemerintahan baik Kementerian (seperti Kemenag, KLH, kemendagri, dll) maupun non Kementerian dalam rangka membentuk kader anti narkoba di lingkungan instansi pemerintah.

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Cermati Modus Operandi Peredaran Narkoba

Hati-hati dan cermati aneka modus operandi peredaran gelap narkoba. Perkembangan terakhir, modus operandi peredaran gelap narkoba melalui rekrutmen kurir. Hal ini dikatakan oleh Ali Johardi, Kepela BNN Provinsi DKI Jakarta dalam acara Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba dalam rangka implementasi INPRES 12 Tahun 2011 di Jakarta (30/12).

Perhatikan dan waspadai ada setidaknya 3 macam bentuk modus operandi rekrutmen pengedar narkoba. Pertama, direkrut secara langsung dan is calon kurir secara sadar mau menjadi kurir dengan segala resiko.

Modus kedua, direkrut dengan berbagai cara atau pendekatan yang berupa tipu muslihat, diperdaya, dijebak, seperti: dipacari dan diajak nikah di luar negeri; diajak jalan-jalan gratis ke luar negeri; diajak kerjasama membangun bisnis di luar negeri, dititipi paket berupa kotak doss oleh teman sendiri; dipinjami alamat rumah.
Modus ketiga, sebagian kurir direkrut berasal dari para TKI/TKI yang sedang bekerja di luar negeri dan akan pulang ke Indonesia.

Acara yang diselenggarakan BNN RI itu diikuti para peserta dari berbagai Instansi Pemerintahan baik Kementerian (seperti Kemenag, KLH, kemendagri, dll) maupun non Kementerian dalam rangka membentuk kader anti narkoba di lingkingan instansi pemerintah.

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, September 24, 2012

Anggaran Penelitian Dosen akan Disediakan


“Kami akan menyediakan dana penelitian, kalau Lembaga Perguruan Tinggi Agama katolik Swasta (PTAKS) sudah membentuk lembaga penelitian”, demikian tegas Direktur Jenderal Bimbigan Masyarakat Katolik, Semara Duran Antonius, dalam sambutannya pada pembukaan acara Pertemuan Pelatihan Penelitian Dosen PTAKS (15/9) di Yogyakarta. 

Dalam kesempatan itu, ketua penyelenggara menjelaskan bahwa pelatihan penelitian dosen di bidang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan dimaksudkan untuk membina para dosen dalam penelitian karena penelitian merupakan salah satu tugas utama para dosen dalam mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Harapannya para dosen semakin profesional dalam tugas fungsinya sebagai dosen. 

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi DI Yogyakarta, H. Maskul Haji, M.PdI menyambut baik penyelenggaraan acara di Yogyakarta. Ia menyampaikan bahwa Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi adalah ikut mendukung program Kementerian Agama Pusat melalui visi dan misinya. 

Peserta pertemuan tersebut berjumlah 35 orang terdiri dari utusan Perguruan Tinggi Agama Katolik Swasta seluruh Indonesia. Narasumber yang diundang adalah Felix Lengkong, Stanislaus S Uyanto dari Universitas Katolik Atmajaya dan Romo F. Purwanto, SCJ dari Fakultas Teologi Wedabhakti Yogyakarta. Ikut hadir juga Pembimas Katolik Kanwil Kementerian Agama RI, Bapak Suharto Yohanes. 


Jumat, Juli 27, 2012

"Pe-NEGERI-an Sekolah Katolik, Mungkinkah?


Salah satu harapan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama RI terhadap karya pastoral Gereja adalah pimpinan Gereja kiranya membuka peluang adanya Sekolah Agama Katolik Negeri dari jenjang terendah hingga jenjang tertinggi. Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Bimas Katolik, Semara Duran Antonius pada PERTEMUAN PASTORAL IX Pimpinan Gereja Katolik Regio Nusa Tenggara di Hotel T-More, Kupang (18/7) dengan tema Katekese dalam Pelayanan Pastoral Gereja.

Penegerian sekolah Katolik amat berguna bagi pelayanan pendidikan agama dan keagamaan Katolik dalam Gereja Katolik.  Kementerian Agama hanya memfasilitasi, otoritas Gereja tetaplah menjadi miliknya, demikian tambah Semara Duran Antonius. 

Harapan  itu diungkapkan Dirjen Bimas Katolik kepada para Bapa Uskup yang hadir. Sampai dengan sekarang Katolik belum memiliki Sekolah Katolik Negeri. Yang ada adalah 18 Perguruan Tinggi Agama Katolik Swasta yang dimiliki Keuskupan dan difasilitasi oleh Bimas Katolik Kementerian Agama. Kalau melihat Islam, Kristen, Hindu atau Budha, mereka sudah memiliki sekolah negeri dan memperoleh anggaran satuan kerja dari Pemerintah. 

Sekarang, kata Semara Duran Antonius, kami sudah membentuk Tim Penegerian yang menyusun konsep penegerian sekolah Katolik pada Ditjen Bimas Katolik. Konsep itu akan didialogkan dan ditawarkan kepada para Bapak Uskup Gereja Katolik Indonesia sebagai tawaran. "Kalau Bapak Uskup bersedia, terimakasih, kalau tidak juga tidak apa-apa" imbuhnya.

Harapan lain juga disampaikan Direktur Jenderal pada pertemuan yang dimulai dari 16-21 Juli 2012 itu adalah: Gereja harus tetap selalu berpihak pada kaum lemah dan tertindas; Gereja tetap menjalankan fungsi kritik sosial dan menawarkan konsep ideal, humanistik, kebenaran, keadilan, kejujuran; membangun kemitraan dan kolaborasi dengan berbagai pihak dalam konsep-konsep dan perjuangan membangun kehidupan masyarakat/umat; membangun kemandirian umat dan penguatan fungsi/ tugas pelayanan umat, dan  berjuang memotivasi pembangunan.

Selasa, Juni 26, 2012

Fransiskus Endang menjadi Direktur Urusan Agama Katolik

F. Endang dan SP Simbolon
berbincang-bincang

Menteri Agama RI, Suryadharma Ali melantik melantik dan mengambil sumpah Fransiskus Endang, SH, MM menjadi Direktur Urusan Agama Katolik  bersama Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Anggito Abimanyu dan 7 pejabat elon II Kemenag di auditorium Kemenag Jl.MH.Thamrin No.6, Jakarta, selasa (26/6). Dengan demikian, eselon I dan II di lingkungan Ditjen Bimas Katolik telah lengkap. 


Agustinus Tungga Gempa,
Sekretaris Ditjen Bimas Katolik
Beberapa waktu sebelumnya, bertempat di Auditorium Kementerian Agama Jl. M.H. Thamrin Jakarta pada hari Rabu (25/4), Menteri Agama Suryadharma Aklai melantik dan mengambil sumpah Agustinus Tungga Gempa yang sebelumnya adalah Kepala Bidang Urusan Agama Katolik pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara TImur dilantik menjadi Sekretaris Direktorat Jenderal  Bimas Katolik.


Pada saat yang sama, Sihar Petrus yang sebelumnya adalah Kepala Sub Direktorat Penyuluhan dilantik menjadi Direktur Pendidikan katolik serta Eusebius Binsasi yang sebelumnya adalah Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sikka dilantik menjadi Kepala Kantor Wilayah Kementerian agama Provinsi Nusa Tenggara TImur. Pada bulan 5 Mei tahun lalu, Menteri Agama melantik dan mengambil sumpah jabatan Semara Duran Antonius sebagai Direktur Jenderal Bimas Katolik. 


"Waspadai pelemahan karakter aparatur Kemenag dalam melakukan tugas pelayanan dan fungsi memfasilitasi kehidupan umat beragama yang harus tetap berjalan dan tak boleh berhenti," ucap Menteri Agama dalam sambutannya.


Menag minta, seluruh pejabat kuasa pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen dan para pelaksana, terutama yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa, jangan sekali-sekali bermain dengan aturan. "Jangan sekali-sekali menyiasati untuk mengambil keuntungan dari setiap program yang dilaksanakan," tegasnya.


Pejabat yang dilantik (26/6) adalah Dirjen Penyelanggaraan Haji dan Umrah Anggito Abimayu menggantikan Slamet Riyanto yang memasuki masa pensiun pada bulan mendatang.  Rektor IAIN Ambon Hasbullah Tov Suta, Direktur Urusan Agama Katolik Fransiskus Endang, Kakanwil Kemenag Gorontalo Muhajirin, Kakanwil Kemenag NTB, H. Usman, Kakanwil Kemenag Bali Anak Agung Muliawan, Kakanwil Kemenag Riau Tarmidji Tohor, Karo Administrasi Umum UIN Alaudin Abdul Kadir Ahmad dan Karo AUAK IAIN Sultan Amar Gorontalo Abdul Karim Rouf. (Sumber: kemenag.go.id).



Rabu, Mei 30, 2012

Menguatkan Budaya dan Karakter Bangsa


Pendahuluan
Pohon bertumbuh dengan karakternya 
Persoalan karakter bangsa dewasa ini menjadi sorotan tajam masyarakat. Pendidikan karakter bangsa semakin jauh dari semangat nilai-nilai agama, Pancasila, dan kebangsaan. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan,  tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara di media elektronik.  Persoalan yang muncul di tengah masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif dan sebagainya dinilai sebagai akibat makin ditinggalkannya nilai-nilai agama, budaya dan Pancasila. Persoalan tersebut marak dan menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan. Solusi yang ditawarkan adalah peraturan, undang-undang, peningkatan dan penegakan hukum yang lebih tegas.

Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi masalah karakter bangsa yang dibincangkan itu adalah melalui pendidikan, termasuk pendidikan agama dan pendidikan keagamaan.  Pendidikan agama merupakan salah satu upaya preventif dan dianggap dapat mengembangkan kualitas generasi muda dewasa ini.

Pengertian
Apakah karakter itu?  Dalam kamus filsafat (Lorens Bagus, 2002), salah satu pengertian karakter disebutkan sebagai “nama dari sejumlah ciri pribadi yang meliputi hal-hal seperti perilaku, kebiasaan, kesukaan, ketidaksukaan, kemampuan, kecenderungan, potensi, nilai-nilai, dan pola pemikiran.

Pengertian lain, karakter adalah watak, tabiat, akhlak atau kepribadian yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma seperti: jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa.

Ada orang menggambarkan bahwa makna karakter sebagai sikap menunjukkan kejujuran dan berani bicara sesuai kenyataan, menepati janji dan tidak membocorkan rahasia dan bertindak konsisten, satunya kata dan perbuatan. Dengan demikian karakter adalah sebuah pilihan. Kita menciptakan karakter setiap kali kita  membuat pilihan: menghadapi atau menghindari sesuatu yang sulit; membelokkan kebenaran atau teguh mendukungnya, mengambil jalan pintas atau membayar harganya.

Dari pengertian dan gambaran tersebut dapat kita simpulkan bahwa karakter adalah watak pribadi seseorang yang terbentuk dalam lingkungan hidupnya, termasuk budayanya. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter  individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan. Artinya pengembangan budaya dan karakter bangsa  hanya dapat dilakukan dalam suatu proses hidup yang tidak melepaskan individu dari lingkungan sosial, budaya, masyarakat dan budaya bangsa. Lingkungan sosial dan budaya bangsa  kita adalah Pancasila. Jadi, pendidikan budaya dan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mengembangkan budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri individu melalui pendidikan hati, otak fisik.

Landasan Pembangunan Karakter Bangsa
Berangkat dari pengertian karakter di atas, landasan pembangunan karakter bangsa di tegaskan dalam UUD 1945 dan UU Sisdiknas. Hal ini disebutkan bahwa tujuan pembangunan bangsa dan fungsi  utama pendidikan yaitu “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban  bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.    Pendidikan tersebut bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Inilah landasan untuk membangun budaya dan karakter bangsa berdasarkan Pancasila.

Sumber nilai-nilai yang menjadi karakter bangsa
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak atau kepribadian yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.  Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma seperti: jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Nilai-nilai  tersebut dapat diidentifikasi dari berbagai sumber, antara lain:

Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar perimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.

Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas dasar prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Nilai-nilai Pancasila secara global adalah: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah/demokratis dan keadilan sosial. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan individu/peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga yang memiliki kemampuan dan kemauan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.

Budaya: tidak ada manusia yang hidup tanpa budaya dan nilai-nilainya yang mempengaruhi kehidupannya. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakatnya. Posisi budaya demikian penting dalam kehdupan masyarakat dan menjadi sumber bilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Karakter-karakter  bangsa yang harus dikembangkan
Beberapa nilai-nilai yang diidentifikasi (Kemdiknas, 2010) dari berbagai sumber tersebut untuk dijadikan sebagai karakter bangsa adalah: sikap dan perilaku religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.



Nilai-nilai ini harus dikembangkan dan dijadikan karakter tidak hanya di sekolah, namun juga dalam keluarga, lingkungan (Kampung, RT, RW, kelurahan), nasional dan internasional. Perwujudan nilai-nilai ini menjadi tanggung jawab semua, pemerintah, dan masyarakat.

Kita mungkin perlu belajar dari bangsa Korea. Korea menjadi bangsa yang kuat dan makmur karena setiap warga negaranya dididik secara sistematis untuk berppikir ke depan (visioner), memiliki etos kerja keras yang tinggi,, dan selalu berjuang.

Dulu Korea, masih dalam kondisi miskin, terpuruk, dan terjajah. Namun sekarang, negara itu bangkit dan maju menjadi negara maju dan ekspansif karena setiap generasi mudanya diberikan pendidikan karakter  (kerja keras dan pantang menyerah) yang berpijak pada sejarah perjuangan Korea melawan penjajah. Korea adalah bangsa cerdas, unggul dan berdaulat. Indonesia, kapan? Kita menantikan hasil dari upaya yang sedang berjalan yaitu pengembangan pendidikan budaya dan karakter.

Membangun karakter  melalui pendidikan
Dewasa ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang gencarnya menggemakan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Hal ini amat tepat dan sesuai dengan amanat UU RI nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengenai fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Pasal 3 UU Sisdiknas mengatakan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan  bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Rumusan tujuan pendidikan nasional ini merupakan rumusan kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan dalam setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan ini menjadi dasar dalam pengembangan budaya dan karakter bangsa.

Pembangunan budaya dan karakter bangsa melalui pendidikan tidak boleh lepas dari rumusan tujuan pendidikan nasional.  Tujuan pendidikan nasional tersebut harus dikembangkan di berbagai jenjang dan jalur oleh setiap satuan pendidikan, mulai dari tingkat PAUD, TK, SD,  hingga pendidikan tinggi.


Penutup
Pembangunan budaya dan karakter bangsa berdasarkan nilai-nilai agama, Pancasila dan budaya, demikian penting melihat situasi dan kondisi bangsa Indonesia yang masih belum maju di berbagai bidang, khususnya di bidang tata hidup bersama. Hal ini penting untuk mengatasi, atau sekurang-kurangnya untuk mengurangi cacat cela, korupsi, kekerasan berbau SARA, kemunafikan, kemerosotran moral dan kejahatan kolektif.
Semoga.

Rabu, Februari 22, 2012

Membangun Kerjasama Sinergis Demi Umat



Ditjen Bimas Katolik Kementarian Agama RI berangkat dari tugas dan fungsinya sebagai fasilitator, mendukung dan memfasilitasi pembinaan umat Katolik Indonesia dalam berbagai bentuk kerjasama dengan institusi Gereja secara sinergis baik di bidang urusan agama, pendidikan agama dan keagamaan Katolik sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, dalam rangka membangun kesejahteraan umum (bonum commune) dalam bingkai NKRI.


Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Bimas Katolik Kementerian Agama RI, Semara Duran Antonius, dalam sambutannya pada Lustrum II Keuskupan dan Peresmian serta Pemberkatan Gereja Katedral Santan Maria Assumpta Tanjung Selor, Kalimantan Timur (5/2) di Tanjung Selor.

Searah jarum jam: Dirjen Bimas Katolik (Semara Duran Antonius) 
Dubes Vatikan (Antonio Gudo Filipazzi),Bupati Bulungan 
(H. Budiman Arifin),   dan uskup Tanjung Selor  (Mgr. Yustinus Harjosusanto)
Ia berharap, sinergi dalam berbagai bentuk kerjasama antara Direktorat Jenderal Bimas Katolik dengan Keuskupan Tanjung Selor, antara Keuskupan Tanjung Selor dengan mitra kerja lainnya, dapat membuahkan rahmat berlimpah, dalam membangun kesejahteraan umat, serta mendorong kemandirian Gereja.

Dalam kesempatan itu, Semara Duran Antonius mewakili Pemerintah, mengucapkan selamat atas pemberkatan dan peresmian Gedung Gereja Katedral ini. Ia mengharapkan gedung ibadah ini dapat memancarkan kemegahan nurani penghuninya. Dengan demikian, umat Katolik dapat menjadi lilin-lilin yang menerangi di kala kegelapan tiba. Ia juga mengajak umat Katolik ikut berpartisipasi membangun kesejahteraan bersama seluruh warga masyarakat setempat dan menjaga kerukunan umat beragama.

Sementara itu, Duta Besar Takhta Suci Vatikan, Antonio Guido Filipazzi dalam sambutannya mengharapkan kepada Pemerintah Indonesia agar umat Kristiani Indonesia diberi kesempatan beribadah dengan bebas dan damai baik secara individu maupun kelompok. Ia juga mengharapkan gedung gereja Katedral membawa pengaruh positif dan rahmat berlimpah bagi umat dan warga setempat.
Hadir juga, H. Budiman Arifin, Bupati Kabupaten Bulungan dalam peresmian gedung gereja Katedral Tanjung Selor. Dalam sambutannya, Bupat Bulungan mengajak hadirin agar menjadikan nilai-nilai agama sebagai landasan etis spiritual, inspirasi, motivasi, pedoman dalam membangun masyarakat Kalimantan Timur. Ia juga mengajak agar masyarakat Kabupaten Bulungan dan masyarakat Kalimantan Timur membangun toleransi beragama berdasarkan akhlak mulia.


Dirjen Bimas Katolik ikut meresmikan gedung gereja Katedral mewakili Menteri Agama RI bersama Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Antonio Guido Filipazzi dan Bupati Bulungan, H. Budiman Arifin. Peresmian dan pemberkatan tersebut dihadiri dan disaksikan 14 Uskup dari seluruh Indonesia, selain Uskup Tanjung Selor, Mgr. Yustinus Harjosusanto dan Uskup Agung yang juga Dubes Vatikan tersebut.  

Selain itu, hadir juga Kepala Kantor Wilayah dan Pembimas Katolik dari Kantor Kementerian Agama RI Provinsi Kalimantan Timur yang dikili Kabag TU dan (Pormadi Simbolon)

Selasa, Februari 07, 2012

Saya Menghormati Iman Anda, tapi Hormati jugalah Imanku

Saya mengikuti beberapa milis bernuansa lintas keagamaan, antara lain mailing list "islam-kristen" dan "hakekat_ku". Di sana banyak anggota milis saling menyerang/mendebat. Yang muslim menyerang/mendebat iman kristiani, sebaliknya yang kristiani menyerang/mendebat iman muslim.

Perdebatan itu pastilah tidak menemukan titik temu, karena memang berrbeda pandangan teologisnya. Akhirnya, timbul sikap merendahkan iman yang lain.

Menurut saya, bagi yang beriman kepada Tuhan menurut agama Islam, biarkanlah mereka menghidupi imannya. Demikian juga, bagi yang beriman kristiani, biarkanlah mereka menghidupi imannya.

Jadi prinsipnya, saya menghormati iman anda, tapi hormati jugalah imanku.

Menurut saya, milis baik digunakan berdialog pengalaman hidup iman kita masing-masing dalam hidup sehari-hari, baik menurut Islam maupun kristiani. Kita tidak perlu mendebat, cukup menghormati dan mengapresiasinya.

Dengan demikian, kita makin menemukan hakekat kita sebagai manusia yang manusiawi, menghargai kemanusiaan kita. Semoga. Amin
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kamis, Februari 02, 2012

Kejujuran yang Diuji

Dewasa ini, kejujuran makin langka. Namun bukan berarti kejujuran itu tidak ada. Persoalannya kejujuran itu tidak banyak terpublikasi. Menurut saya kejujuran itu masih perlu diuji.

Umumnya orang jujur itu kebanyakan orang sederhana, orang baru diterima di swasta/ kantor pemerintah. Biasanya orang baru masih penuh idealisme.

Namun setelah beberapa lama dan semakin kenal situasi dan kondisi sehari-hari di tempat kerja, kejujuran itu diuji oleh godaan dan orang2 lama yang sudah biasa tidak jujur. Jika kuat prinsip atau idealisme awalnya, maka ia menjadi orang berkarakter, namun bila tidak, ia akan ikut sistem, terkontaminasi oleh orang2 lama yang tidak jujur itu.

Maka kejujuran yang sejati adalah kejujuran yang tidak tergoyahkan oleh godaan apapun, melainkan kejujuran karena memang kejujuran itu untuk sesuatu nilai yang lebih tinggi yaitu demi kebaikan bersama, ada jiwa empatik dan karena takut akan Tuhannya.

Kejujuran sejati itu sulit ditemukan pada jaman sekarang, terlebih di tengah jaman dimana godaan akan kekayaan dan kesuksesan dengan cara instan masih mengemuka di maindset publik.

Salam

Powered by Telkomsel BlackBerry®
Powered By Blogger