Trima kasih mengunjungi blog kami!

Para pengunjung yth. semua isi blog ini ditulis atau disusun atas kemauan pribadi. Itu berarti blog ini berisi aneka pendapat, pemahaman, persepsi pribadi, dan pemikiran pribadi atas lingkungan kerja dan hidup sekitarnya. Harapan kami isi blog ini bermanfaat bagi pengunjung yang memerlukannya. Salam, GBU.

Senin, November 24, 2008

BLOGGER: YANG DISUKAI DAN YANG DIBENCI


BLOGGER: YANG DISUKAI DAN YANG DIBENCI

Blog, yang selama ini diremehkan dan dipandang sebelah mata, kini mendapat angin segar dan sorotan publik. Blog yang bermutu akan diajak mempromosikan nilai-nilai kebudayaan dan hal-hal positif yang membawa kebaikan, tetapi blog-blog yang tidak bermutu, berbau SARA (suku, agama, ras dan antar golongan) akan dibenci dan diburu oleh mereka yang menjadi korban.

Blog bermutu dapat menghasilkan banyak peluang positif, seperti menghasilkan buku, tempat iklan produk, sharing resep masakan, pariwisata dan popularitas blogger, sedangkan blog pewarta hal-hal negatif, berbau SARA, kebencian, porno, akan ditinggalkan.

Sejak peristiwa komik nabi di situs blog wordpress yang membangkitkan amarah umat Islam Indonesia, eksistensi para blogger dan blog di tengah masyarakat semakin popular dan disorot. Publik entah apapun agama, pasti tidak setuju dengan pembuatan isi blog berbau SARA itu. Tidak sedikit pemuka agama baik Islam maupun kristiani mengutuk si pembuat blog kartun nabi itu.

Blog, jika digunakan secara bertanggungjawab akan mempunyai kekuatan luar biasa dan manfaat positif bagi blogger dan public, namun jika digunakan untuk merusak kehidupan bersama, maka blogger tersebut akan “dibunuh” atau mati pelan-pelan dengan sendirinya. Mari kita gunakan blog secara bertanggungjawab dan bermoral. (Pormadi)

Senin, September 22, 2008

AGAMA, HAK ASASI MANUSIA DAN TUGAS NEGARA


Beragama adalah salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus ditegakkan dan dilindungi oleh Negara melalui aparaturnya। Dalam menjalankan tugasnya, Negara harus kuat dan tegas menegakkan dan menjamin HAM.
Agama dan HAM merupakan bagian-bagian yang saling mendukung dan menguatkan dalam suatu negara demokrasi।


Agama
Sebagai sebuah system kepercayaan kepada yang ilahi dan tanggapan iman kepadaNya, agama sangat berperan besar dalam kehidupan manusia। Peran itu bisa positif dan bisa juga negatif. Di satu sisi agama mengajarkan cinta-kasih-sayang kepada Pencipta dan sesama. Agama bisa menjadi rahmat bagi sesama-semesta bila moralitas dan cinta menjadi jantung kehidupan beragama (Yudi Latif, Kompas, 28/09/2006).


Di sisi lain agama dapat mendorong penganutnya untuk melakukan kekerasan, mengedepankan egoism, menampilkan wajah hipokrit dan menyebarkan kebencian terhadap agama lain। Di sini wajah agama menjadi menakutkan dan tidak simpatik.


Ajaran agama yang menekankan cinta-kasih-sayang menampilkan wajah agama yang sejuk, ramah, yang mengajarkan nilai-nilai luhur, menghargai dan menyenangkan sesama di tengah kehidupan bersama। Agama yang berwajah demikian menjadi daya pemikat tersendiri bagi yang memandang dan memeluknya. Itulah sebabnya, Pemerintah dalam hal ini Departemen Agama RI, mencita-citakan agar agama menjadi landasan etis-moral dan spiritual dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.


Dengan menjadikan agama demikian, Pemerintah sangat menjunjung tinggi peran agama dan berupaya meningkatkan dan memfasilitasi pelayanan, pengamalan dan penghayatan ajaran agama bagi setiap pemeluknya। Departemen Agama merupakan lembaga utama sebagai fasilitator pembangunan kehidupan keagamaan dan kerukunan umat beragama. Dengan demikian diharapkan, warga Negara Indonesia dapat hidup semakin sejahtera, aman, damai dan demokratis.


Meskipun demikian, Pemerintah melihat dan mengakui masih ada persoalan dalam kehidupan beragama di negeri ini yang belum terselesaikan dengan baik। Salah satu persoalan tersebut antara lain kurangnya internalisasi (pembatinan) inti ajaran agama sehingga kehidupan beragama (religiositas) terkesan belum menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Dengan kata lain, masih ada sekelompok orang yang mengatasnamakan agama untuk merugikan hak-hak asasi orang lain. Padahal substansi agama itu dalam sendiri sangat menghargai kemanusiaan alias hak asasi manusia.


Melukai Wajah Agama Sendiri
Kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan manyalahgunakan agama yang terjadi di negeri ini sangat melukai dan merugikan warga masyarakat lainnya। Yang lebih menyedihkan lagi, tindakan tersebut melukai wajah agama yang menyuratkan cinta-kasih-sayang terhadap Sang Pencipta dan sesama.


Sejarah hubungan agama-agama mencatat, kekerasan dan rendahnya toleransi sangat mewarnai kehidupan beragama. Sejarah seperti ini sangat meredupkan image agama yang menampilkan kedamaian, kedalaman hidup, solidaritas dan harapan akan kebahagiaan.
Masuk akal jika Karl Marx mengatakan bahwa agama sebagai candu rakyat। Bahkan agama itu bisa jauh lebih berbahaya dari candu. Agama menjadi tragedy bagi manusia. Agama dapat mendorong orang untuk menganiaya sesamanya untuk mengagungkan perasaan dan pendapat mereka sendiri atas perasaan dan pendapat orang lain untuk mengklaim diri mereka sebagai pemilik kebenaran.


Hak Asasi Manusia
Pertanyaannya adalah mengapa para penganut agama-agama yang berbeda tidak bisa toleran dan menghargai perbedaan? Jawabannya adalah adanya kesulitan menerima perbedaan। Sulitnya menerima perbedaan ini mendorong terjadinya aksi kekerasan dan penganiayaan terhadap orang lain yang berbeda agama. Sejatinya, perbedaan itu mutlak ada dan merupakan hak asasi manusia sebab perbedaan itu berasal dari Sang Pencipta yang diabdi para pemeluk agama.


Sejarah peradaban manusia mencatat hampir tidak ada salah satu agama yang tidak ikut bertanggung jawab atas berbagai peperangan, tirani, kekerasan dan penindasan (Budhy Munawar Rachman, Kompas, 20/08/2005). Agama dalam hal ini gagal mendorong pemeluknya untuk menghargai kemanusiaan, tetapi malahan merendahkan kemanusiaan itu sendiri.
Warga dunia bersyukur atas inisiatif para pemimpin bangsa-bangsa dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 10 Desember 1948 untuk mendeklarasikan hak-hak asasi manusia yang berlaku universal. Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia yang berlaku seumur hidup sejak awal dilahirkan dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun.
Dalam Deklarasi Universal HAM PBB, terdapat beberapa jenis dan bidang HAM yaitu hak asasi pribadi (personal right); hak asasi politik (political right); hak asasi hokum (legal equality right); hak asasi ekonomi (property right); hak asasi peradilan (procedural rights) dan hak asasi sosial budaya (social cultural right)।


Menurut Adnan Buyung Nasution dalam pengantar bukunya, Instrumen Internasional Pokok Hak-Hak Asasi Manusia (1997) deklarasi HAM PBB 1948 dapat dikatakan sebagai puncak peradaban manusia setelah dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman dan keaiban yang dilakukan Negara fasis dan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II। Tahun ini Deklarasi Universal HAM PBB memasuki usia 60 tahun. Deklarasi ini menjadi kebanggaan warga dunia yang masih harus ditingkatkan penegakannya.


Dengan deklarasi yang tersebut, bangsa-bangsa yang menjadi anggota PBB sepakat bahwa perbedaan setiap individu menurut agama, ras, suku bangsa, warna kulit, ideologi, golongan dan bahasa adalah hak pada diri manusia yang harus dihormati dan dihargai। Perbedaan adalah mutlak ada dan merupakan hak asasi manusia.


Negara Indonesia adalah salah satu anggota PBB yang meratifikasi dan menerima Deklarasi Universal HAM। Pada tahun 2005 lalu, Indonesia juga meratifikasi dua kovenan internasional yang diprakarsai PBB yaitu Kovenan Internasional tentang Hak sipil dan Politik dan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Itu berarti Indonesia menjunjung tinggi dan melindungi hak-hak asasi manusia yang berlaku universal. Dengan demikian tiap-tiap warga Negara Indonesia yang berbeda agama satu sama lain seyogiyanya merangkul kemanusiaan universal yang dimiliki oleh penganut agama lain.


Benarlah apa yang dikatakan oleh Mr। Mohammad Yamin dalam risalah Sidang BPUPKI, (29/5/1945) seperti dikutip oleh William Chang (2006) bahwa “Kedaulatan rakyat Indonesia dan Indonesia merdeka adalah berdasar perikemanusiaan yang universeel berisi humanisme dan internasionalisme bagi segala bangsa”.


Pertanyaannya sekarang adalah bisakah warga Negara yang menganut agama tertentu menerima dan menghormati warga lain yang berbeda agama sekaligus memegang teguh otentisitas kebenaran agamanya sendiri? Bila para pemeluk agama dapat merangkul hak asasi manusia universal, maka wajah agama yang ditampilkannya adalah wajah agama sejuk, ramah, simpatik, damai dan penuh cinta-kasih-sayang।


Tugas Negara
Pendiri Negara Republik Indonesia (RI) menjamin dan melindungi hak asasi warganya। Hal ini dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Negara RI dibentuk “untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Dalam pasal 28 E UUd 1945 (versi amandemen) dikatakan: “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya” (ayat 1) dan setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya (ayat 2).


Konstitusi Negara menjamin dan melindungi hak-hak asasi warganya। Lebih khusus lagi kebebasan beragama itu difasilitasi pemerintah melalui Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9/8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat sehingga para pemeluk agama yang berbeda satu sama lain dapat menjalankan hak asasinya.


Dengan dasar konstitusi dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan, pemerintah berharap hubungan agama-agama dan kehidupan beragama di Indonesia rukun dan saling menghormati। Dengan demikian para pemeluk agama menampilkan agama yang berwajah kedamaian dan penuh cinta-kasih-sayang.


Dari dirinya sendiri, agama semestinya menjadi rahmat bagi sesama-semesta bila substansi ajaran agama benar-benar menjadi jantung kehidupan beragama.
Di sinilah tugas pemimpin Negara demokrasi yaitu menegakkan hak asasi manusia universal, memfasilitasi dan mendukung kehidupan beragama yang memeluk dan menghargai kemanusiaan. Sebab kebebasan beragama sebagai bagian HAM merupakan salah satu fundasi Negara demokrasi . SEMOGA !!! (Pormadi सिम्बोलों, ह्त्त्प://पोर्मादी.वर्डप्रेस.com)

Senin, September 15, 2008

Agama yang Didasari Ketakutan Tidak Tinggi Nilainya

Zainal Abidin Bagir,Ph.D (42), Direktur Eksekutif Center for Religiousand Cross-Cultural Studies, prog. Pascasarjana UGM Yogyaberkata, "Ketakutan muncul dari ketidaktahuan. Agama yang didasariketakutan nilainya tidak tinggi. kalau mau berani kita harus punyabanyak pengetahuan, diantaranya, mesti mengenal banyak orang dengansegala kompleksitasnya secara lebih baik" (Kompas).

Pendapat Zainal Abidin Bagir tersebut sangat relevan dengan keadaan dimana masih banyak pemimpin agama yang menakuti-nakuti umatnya dalam berdakwah. Pendekatan agama dengan cara menakut-nakuti pemeluknya akan akhirat sudah tidak jamannya lagi, tidak relevan lagi. Pendekatan demikian tidak mendalam dan membatin alias dangkal.

Untuk itu perlu pengetahuan yang diantaranya diberikan oleh cara berpikir filsafat. Cara berfilsafat adalah cara memertanyakan kebenaran segala hal yang dibahas dalam agama itu. Bertanya, berefleksi tentang isi Kitab Suci mendorng setiap orang menyadari eksistensinya di hadapan the Supreme Being. Pada akhirnya kita akan sampai pada kekaguman akan keagungan kasih Tuhan pada kita dan membuat kita semakin bijaksana dalam hidup, bukannya takut akan Tuhan (Pormadi Simbolon)

Selasa, Juli 15, 2008

RELIGION FOR HUMANITY

By Pormadi Simbolon

Witnessing many religious cases in Indonesia, we can see that some people of certain religion has used physical force to defend their interest in the name of religion. Their way to reach their purpose had made people of other religion intimidated. In this point, it is necessary to question, what is the function of religion? Why do a religion destruct humanity?

As the feeling of reverence which men entertain towards a Supreme Being, religion is should be reject the way of cruelty. Religion is the way to recognize of God as an object of worship, love, obedience and piety. Logically, if a religion is a way to respect God (Supreme Being), it means the people of religion should respect God’s creatures, include human being.

Destruction of religion

Abd A’la, an expert from Religious Reform Project (RePro) said, physical force is contrary to every single of religion, included Islamic values. Harshness which showed by some people of Islamic radicalism is opposed to Islamic teachings (Suara Pembaruan Daily, July 4, 2008). The physical force to other people can not be tolerated.

The main question is, why some people of religion should do cruelty to others who having different faith? I think that most of people of every single religion do not internalized yet the main substance of a religion. In fact, the main substance of every religion is LOVE. The people of religion should be teached to love God and to love neighbours.

It is clearly, substance of loving God also mean accepting any differences of other people in ethnic groups, religion, race, ideology and so on. The destruction of humanity also be the destruction of the face of religion.

Duty of religious leaders

We used to hear that there are some religious leaders who teach their people hatred to other religions. Its results are conflicts in togetherness. The people of this religion are not ready to live together with other people of different religions. Basically, this hatred is opposed to universal values e.g. human rights as United Nation Organisation declared 1948.

It is the main duty of every single leader of religion to build this country as a place for people of different religion can live together. It is the time for religious leaders to realize it in this globalization spirit.

One of the main way is making the substance of religious teachings to be internalised by people of religions. What are the religious values, they should be showed first to the people. According to our positive thinking, any system of faith must be a respect to God and so it should be a respect also to humanity.

The other way is spreading the universal values of every single religion. Religion is not a system of worship only, but also a system of behaviors to other people in daily life as the result of them. I mean, the love to God is not celebrated in a church or in a masjid, and other religious place only, but it should be manifested in daily life’s attitude to others. Hurting other people is also hurting his/her creator.

Besides, the existential principle of Republic Indonesia is Pancasila, the five principles. Pancasila teaches how to live together between people from any cultural background in Indonesia. The values of Pancasila has verified by the founding fathers to be the principles of life for Indonesian people. Pancasila should be the supreme direction to live in peace and tolerance.

And finally, it is a task for religious leaders and for all of religious people to build a pluralistic world civilization where different religious traditions can co-exist and mutually reinforce the cause of peace and human dignity. It is a challenging task for people of religion.

It is the time for people of religions to realize that religion is not for God only, but it is also for humanity too. Destruction of humanity is the destruction of religion too. Franz Magnis Suseno, a philosopher of Dryarkara in Jakarta said, “Do not make faith (religion) to be a cause of harshness!” We hope that people of different religions can live together in peace and tolerance.

The writes is a former student STFT Widyasasana Malang.
He can be reached at: pormadi.simbolon@gmail.com

Jumat, Juli 04, 2008

KERJASAMA SINERGIS BANGUN GEREJA KATOLIK INDONESIA


“Mari kita kembangkan dan kita bangun kerjasama untuk mengabdi dan melayani masyarakat Katolik Indonesia”, demikian ajakan Sekretaris Jenderal KWI, R.D. P. Sigit Pramudji,Pr dalam sambutan pembukaan pertemuan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik dengan para Sekretaris Komisi, Lembaga, Sekretariat dan Departemen (KLSD) Konferensi Waligereja Indonesia yang dilaksanakan menjelang pertengahan Juni 2008 lalu di Bogor.

Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama Pemerintah dalam hal ini Ditjen Bimas Katolik dengan lembaga Gereja Katolik Indonesia antara lain dengan KLSD KWI. Ditjen Bimas Katolik dan KWI sudah lama bekerja sama dalam bentuk penyelenggaraan pertemuan nasional, sosialisasi produk hukum, pemberian bantuan dana dan sarana/prasana keagamaan Katolik, penyelesaian masalah keagamaan dan dalam bentuk kerjasama non-formal.

“Kedua institusi mempunyai keinginan yang sama yakni mengabdi dan melayani umat yang sama dengan itikad yang baik namun dalam lingkup dalam kerja yang berbeda. Harapan saya, kerjasama ini menghasilkan buah berlimpah dan pelayanan prima bagi umat Katolik Indonesia”, tegas Romo Sigit, panggilan akrab Sekretaris jenderal KWI ini.

Pendapat senada diungkapkan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Drs. Stef Agus. “Pada era globalisasi dewasa ini, perubahan di segala bidang berkembang terus dengan kecepatan tinggi, hal ini menuntut suatu kerjasama sinergis dan kesalingtergantungan (interdependensi) antara organisasi yang satu dengan organisasi lainnya dalam mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu Pemerintah dalam hal ini Ditjen Bimas Katolik mengajak lembaga Gereja Katolik Indonesia untuk bekerjasama dalam melayani dan mengabdi umat Katolik sebagai warga Katolik Indonesia seturut otonomitas masing-masing,” jelas Stef Agus pada sambutannya.

Menurut Stef Agus, tuntutan interdependensi dan kerjasama sinergis tersebut akan berhasil optimal bila memperhatikan beberapa hal ini: (1) berpola pikir win-win (saling menguntungkan); (2) sikap menghargai otonomitas atau perbedaan yang ada dan (3) kesediaan untuk saling berbagi. Kurangnya salah satu saja dari hal-hal tadi, akan menggagalkan kerjasama sinergis.

“Untuk itu, Ditjen Bimas Katolik sekali lagi, mengajak lembaga Gereja Katolik Indonesia untuk memperkokoh dan memelihara kerjasama sinergis yang sudah berjalan selama ini dalam memberdayakan masyarakat Katolik Indonesia demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika dan terwujudnya masyarakat Katolik Indonesia yang seratus persen Katolik dan seratus persen Indonesia” lanjutnya. Dengan kerjasama demikian diharapkan peran dan partisipasi aktif warga negara Katolik dalam membangun Indonesia yang hidup sejahtera, adil, aman dan demokratis dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika semakin optimal. Hal ini sejalan dengan tema Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia 2005 yang salah satu penekanannya antara lain: “...pembaharuan diri menuju keterlibatan yang lebih nyata dalam upaya membentuk keadaban publik baru bangsa” (Bangkit dan Bergeraklah, 2005:256).

“Saya sangat senang bila hal-hal yang dapat dikerjasamakan dengan Bimas Katolik dapat berjalan dengan lancar seperti sosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9/8 Tahun 2006 yang dilakukan selama ini bagi masyarakat katolik indonesia” kata Romo Benny Susetyo,Pr , Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan KWI. Peraturan bersama yang dimaksud adalah Peraturan Bersama (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 9 Tahun 2006 Nomor: 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, Dan Pendirian Rumah Ibadat.

Romo Lucas Paliling juga mengamini manfaat kerja sama selama ini. “Bila dalam setahun 1000 orang tenaga Gerejani membutuhkan rekomendasi bebas fiskal dengan harga 1 juta rupiah per orang, maka dana Gereja berhasil dihemat sebesar 1 miliar rupiah” demikian aku pejabat Departemen Tenaga Gerejani KWI ini.

Pertemuan yang dihadiri kurang lebih dari 40 peserta dari Bimas Katolik dan KLSD KWI menghasilakan “Ruang Temua Bersama” yang berisi poin-poin kesepakatan atas hal-hal yang dapat dikerjasamakan dan dikomunikasikan bersama sesuai otonomitas masing-masing. Baik Pemerintah maupun Gereja Katolik mengharapkan kerjasama sinergis ini menghasilkan buah-buah berlimpah bagi warga Katolik Indonesia sekaligus warga Gereja Katolik Indonesia. (Pormadi Simbolon).

Senin, Juni 16, 2008

TANYA JAWAB SEPUTAR HIRARKI, LITURGI, KEBIASAAN PERIBADATAN, TEMPAT IBADAT DALAM GEREJA KATOLIK

I. HIERARKI GEREJA KATOLIK

T. Apa yang dimaksud dengan Paus dalam hierarki Gereja Katolik ?
J. Paus adalah suatu jabatan tertinggi seorang beriman katolik yang menguasai seluruh gereja katolik partikular di semua negara dan himpunannya.

T. Dimanakah kedudukan Paus ?
J. Paus berkedudukan di Roma, Vatikan.

T. Apa tugas Paus ?
J. Paus bertugas menggembalakan umat yang terhimpun dalam gereja-gereja partikular dengan dibantu oleh para Uskup dan mempunyai hak dan wewenang untuk menentukan cara baik personal maupun kolegial sesuai kebutuhan gereja, juga memimpin Ibadat (Ekaristi, Misa)di Katedral setiap hari Minggu dan hari-hari raya wijib.

T. Apa yang dimaksud dengan Uskup ?
J. Uskup adalah jabatan seorang beriman katolik yang dipilih dan dilantik oleh Paus untuk memimpin Keuskupan/Bereja Katolik Partikular di wilayah provinsi gerejawi di negara masing-masing. Uskup juga disebut pengganti para rasul lewat Roh Kudus yang dianugerahkan kepada mereka ditetapkan menjadi gembala dalam gereja dan pelayan dalam kepemimpinan.

T. Apa yang menjadi Tugas dan Fungsi Uskup ?
J. Tugasnya adalah menggembalakan umat Allah yang bekerjasama dengan para Pastor (Imam) yang terhimpun di gereja partikular diwilayahnya. Memberikan perintah kepada Pastor (Imam) untuk memimpin umat di gereja masing-masing/di wilayah gereja partikular masing-masing dan menyampaikan pesan-pesan dari Paus sebagai pimpinan tertinggi gereja Katolik. Ada dua Uskup yaitu Uskup Agung/Uakup Metropolit dan Uskup Sufragan. Uskup Agung/Uskup Metropolit yang memimpin Provinsi Gerejawi berwenang melaporkan kalau ada penyelewengan-penyelewengan kepada Paus.
Fungsinya adalah memimpin para Imam (Pastor) di wilayahnya agar terbentuk gereja partikular dan mewakili pastor/umat menyampaikan ke Paus jika ada masalah.

T. Dimanakah kedudukan Uskup ?
J. Kedudukan Uskup di keuskupan dalam wilayah provinsi gerejawi. Provinsi Gerejawi tidak sama dengan Provinsi dalam pemerintahan suatu negara.

T. Siapakan Pastor itu ?
J. Pastor adalah jabatan seorang beriman katolik yang menyelesaikan sekolah di Seminari dan ditahbiskan / dilantik oleh Uskup menjadi Pastor untuk menggembalakan umat katolik yang terhimpun dalam gereja/kapel/rumah ibadat juga mewartakan sabda Tuhan.
Setiap Keuskupan hendaknya dibentuk Dewan Pastoral dibawah otoritas Uskup yang bertugas meneliti, mempertimbangkan hal-hal yang menyangkut karya-karya pastoral di keuskupan.

T. Apakah Dewan Pastoral Paroki ?
J. Dewan Pastoral Paroki adalah suatu badan yang dibentuk atas dasar keputusan Uskup, yang didalamnya berkumpul para wakil Umat Allah dengan Pastor Paroki sebagai kepada, guna membantu penyelenggaraan dan pengembangan karya pelayanan pastoral di paroki yang bersangkutan.
Dewan Pastoral hendaknya ditugaskan hanya orang-orang beriman kristiani yang teguh imannya baik moral dan unggul kearifannya.
Dewan Pastoral dibentuk untuk jangka waktu, menurut ketentuan-ketentuan statuta yang diberikan oleh Uskup, bila Takhta lowong, dewan pastoral berhenti.

T. Apa yang dimaksud dengan Paroki ?
J. Paroki ialah komunitas kaum beriman kristiani tertentu yang dibentuk secara tetap dalam Gereja Partikular yang reksa pastoralnya dibawah otoritas Uskup diosesan dipercayakan kepada Pastor Paroki sebagai gembalanya sendiri.
Yang dapat diangkat secara sah menjadi Pastor Paroki haruslah ia telah ditahbiskan menjadi Imam (Pastor) dan unggul dalam ajaran sehat dan moral, memiliki perhatian pada jiwa-jiwa dan keutamaan lainnya juga mempunyai kualitas hukum universal dan partikular untuk membina Paroki yang bersangkutan. Dan yang mengangkat hanyalah Uskup diwilayahnya.
Setiap Pastor Paroki terikat kewajiban tinggal di pastoran dekat gereja, kecuali dalam kasus-kasus khusus jika ada alasan yang wajar, ordinaris wilayah dapat mengizinkan agar ia tinggal di tempat lain, terutama dirumah bersama beberapa imam asal pelaksanaan tugas paroki diatur dengan baik dan tepat.
Pastor Paroki berhenti dari jabatannya karena pemberhentian atau dipindahkan oleh Uskup yang dilakukan menurut norma hukum.
Pastor Paroki dapat dibantu oleh Pastor Pembantu untuk membantu pelayanan pastoral atau kelompok kaum beriman kristiani tertentu dipelbagai paroki. Pastor Pembantu secara teratur wajib memberikan laporan kepada Pastor Paroki tentang usaha-usaha pastoral yang direncanakan dan dilaksanakan Pastor

T. Siapakah Dewan Paroki ?
J. Adalah suatu badan di mana para gembala dan wakil umat bersama-sama memikirkan, meutuskan, dan melaksanakan apa yang perlu atau bermanfaat untuk mewartakan Sabda Tuhan, mengembangkan Rahmat Allah, dan membimbing umat supaya dapat menghayati, mengungkapkan, merayakan, dan mewujudkan iman.
T. Apa fungsi Dewan Paroki ?
J. Ada 4 fungsi Dewan Paroki yaitu :
1. Fungsi Pelayanan, ini fungsi pokik Dewan Paroki ditengah dan bersama umat. Pelayanan disini bertujuan untuk memajukan perkembangan hidup gereja, sehingga umat makin berkembang dalam iman dan persekutuan;
2. Fungsi Kepemimpinan, dalam hal ini Dewan Paroki yang sebagian besar anggotanya terdiri dari para kaum awam yang menyatu dengan pelayanan dan tugas para Pastor di Paroki. Kedudukannya adalah Team Kerja Pastor ;
3. Fungsi Representasi, Dewan Paroki ikut menentukan wajah umat setempat bukan hanya status tapi juga kerjanya, dedikasinya, dan mekanismenya. Semua ini merupakan cerminan dinamika umat setempat;
4. Fungsi Penggerak, Dewan Paroki sebagai dinamisator kehidupan jemaat, memberikan fasilitas kegiatan-kegiatan yang ada di tengah umat sepanjang kegiatan tersebut membantu memajukan kehidupan umat setempat.
T. Apa Tugas Dewan Paroki ?
J. Dewan Paroki bertugas menyusun dan menjalankan program kerja di tingkat paroki. Sebelum disusun program kerja secara rinci perlu dibuat pedoman pelaksanaan Dewan Paroki yang berisi hal-hal yang praktis dan konkret bagi mereka yang terlibat dalam pelayanan pastoral, pedoman tersebut mencerminkan semangat dasar umat kristiani sebagai murid Kristus.
Dewan Paroki Harian terdiri dari pastor sebagai ketua umum, para ketua (awam), para sekretaris dan para bendahara;
Dewan Paroki Inti terdiri dari Dewan Harian ditambah ketua-ketua seksi;
Dewan Paroki Pleno terdiri dari Dewan Paroki Inti ditambah dengan ketua-ketua lingkungan/kring-stasi dan wakil (sejauh ada) dari organisasi jemaat, biara, karya-karya pastoral profesi dan karya pastoral karitatif.
Dibawah Paroki ada Wilayah dan Lingkungan/Kring.
T. Apa itu Ketua Wilayah ?
J. Jabatan seorang umat kristiani yang dipilih oleh umatnya/jemaatnya di lingkup wilayahnya dan dikukuhkan/dilantik oleh Pastor Paroki.
T. Apa itu Ketua Lingkungan/Kring ?
J. Jabatan seorang umat kristiani yang dipilih oleh umatnya/jemaatnya di lingkup wilayanya dan dikukuhkan/dilantik oleh Pastor Paroki.


II. TAHUN LITURGI GEREJA KATOLIK
T. Apa itu Tahun Liturgi?
J. Tahun Liturgi adalah perayaan Karya Penyelamatan kita dalam Kristus sepanjang periode waktu satu tahun. Karena itu tahun liturgihendaknya dilihat sebagai kumpulan perayaan selama satu tahun.
T. Apakah sama Tahun Liturgi dengan tahun sipil?
J. Tidak, namun demikian kita tetap mengakui kenyataan bahwa Allah dalam berbagai cara menyelamatkan manusia justru di dalam waktu yang menyejarah ini, sehingga tahun sipil pun harus dilihat sebagai tahun penyelamatan oleh Allah.
T. Apa maksudnya perayaan liturgi?
J. Perayaan karya penyelamatan Kristus. Itu artinya kalau liturgi dirayakan berarti Kristus Sang Imam Agung Perjanjian Baru hadir dan menyatukan segenap umat dalam kegiatan bersama yang bertujuan menguduskan mereka dan memuliakan Allah (KL/Konstitusi Liturgi 7).
T. Apa yang menjadi pusat Tahun Liturgi Gereja?
J. Sengsara wafat dan kebangkita Kristus adalah sumber daya yang menghidupkan, pangkal keselamatan kita, sekaligus menjadi pusat Tahun Liturgi Gereja sebab merupakan sumber hakiki bagi kehidupan kaum beriman.
T. Misteri paskah dihadirkan kembali dalam liturgi, apa maksudnya?
J. Misteri Paskah Kristus adalah suatu peristiwa historis yang unik, di satu pihak pernah terjadi di masa lampau tetapi mempunyai pengaruh dan berdaya guna selalu dan berkarya senantiasa dalam diri Kristus yang kini sudah mulia di surga.
T. Apa arti Paskah?
Paskah berarti “melewati”
- Malaikat maut melewati rumah-rumah dalam rangka pembebasan Israel dari penindasan Mesir.
- Bangsa Israel melewati laut Merah dari perhambaan menuju Tanah Terjanji.
- Kristus dengan melewati sengsara dan kematian menuju kebangkitan membuka jalan bagi kita kepada keselamatan.
- Para pengikut Kristus lewat pembaptisan melepaskan cara hidup manusia lama untuk menuju ke persatuan hidup bersama Allah dalam kelimpahan rahmat.
- Dalam hal ini jelaslah bahwa Paskah mengandung arti pembebasan kita penebusan kita, penyelamatan kita dari belenggu dosa menuju hidup bersama Allah.
T. Bagaimana perayaan-perayaan diatur dalam tahun liturgi?
J. Perayaan dalam tahun liturgi diatur menurut tingkatan sebagai berikut: Sollemnitas (Hari Raya), Festum (hari Pesta), Memoria (hari Peringatan). Hari peringatan dibagi dua : Memoria Obligatoria (hari Peringatan Wajib) dan Memoria Facultativa (hari Peringatan Fakultatif). Hanya Hari Raya Paskah dan Hari Raya Natal memiliki oktaf.
T. Bagaimana struktur Tahun Liturgi?
J. Secara singkat dapat dikatakan bahwa awal mula struktur Tahun Liturgi berdasarkan kenyataan bahwa misteri Paskah Kristus adalah sumber dan pusat yang diperingati setiap minggu sejak zaman para rasul. Perlahan-lahan perayaan Paskah tahunan disemarakkan dengan masa persiapan dalam bentuk pantang dan puasa selama 40 hari terhitung sejak Rabu Abu. Kegembiraan Paskah diteruskan selama masa Paskah sampai Pentakosta.
Hal yang sama terjadi pula dengan Perayaan Natal, yang disemarakkan oleh masa persiapan selama 4 minggu sebagai masa Adven, kemudian perayaan Natal dirayakan lebih lanjut dengan berbagai misteri penting hingga Pesta Pembaptisan Tuhan. Jadi dua masa ini merupakan tiang agung bagi Tahun Liturgi. Selanjutnya, 33 atau 34 Minggu dan Pekan disebut “Masa Biasa” terhitung sejak hari Minggu sesudah Pesta Pembaptisan Tuhan sampai menjelang Minggu Adven I.
T. Apa arti adven?
J. Adven adalah masa penantian. Adven adalah masa khusus di dalam lingkaran Tahun Liturgi Gereja.
T. Bagaimana latar belakang masa Adven?
J. Data asli mengenai awal mula masa Penantian tidak ditemukan, akan tetapi sejak abad-abad pertama kenyataan menunjukkan adanya masa persiapan untuk menyongsong perayaan Natal. Corak persiapan adalah berkenaan dengan penghayatan iman akan kedatangan Kristus baik melalui perayaan-perayaan liturgis maupun askese pribadi. Jadi Adven dilihat sebagai masa persiapan untuk menyongsong pesta Natal dan sebagai masa penantian eskatologis/ akan kedatangan Kristus pada akhir zaman.
T. Apakah ada struktur liturgi masa adven?
J. Ada. Masa adven terdiri dari empat minggu. Masa adven secara praktis dibentuk dalam dua periode:
Pertama, dari Minggu I sampai 16 Desember lebih diutamakan penantian eskatologis: umat diajak merenungkan misteri kedatangan mulia Kristus pada akhir zaman.
Kedua, dari tanggal 17 Desember sampai 24 Desember, baik di dalam Ekaristi maupun di dalam ibadat harian, semua rumusan diarahkan lebih jelas kepada persiapan menyongsong perayaan Natal.
T. Apa spiritualitas masa Adven?
J. Masa adven mengajak umat sekalian untuk menghayati beberapa sikap dasar demi pengungkapan semangat injili di dalam kehidupan sehari-hari yaitu siap siaga menanti dengan gembira, optimisme dalam pengharapan, sikap tobat dan berpaling kepada Allah.
T. Bagaimana awal mula perayaan Natal?
J. Sejarah mencatat bahwa pada tahun 336 perayaan Natal diadakan di Roma pada tanggal 25 Desember. Santo Agustinus pun mencatat tanggal yang sama dirayakan di Afrika Utara. DI dalam perkembangan selanjutnya melewati Italai Utara dan Spanyol dan menjadi suatu perayaan besar di dalam Tahun Liturgi Gereja.
T. Mengapa Natal dirayakan tanggal 25 Desember?
J. Terus terang tidak ada yang tahu apakah Yesus dilahirkan pada tanggal tersebut. Gereja mengambil alih tanggal tersebut dari pesta kafir bangsa Romawi yang terkenal dengan ungkapan, “Dies Natalis (Solis) invicti” Hari Raya Kelahiran Dewa Matahari yang Tak Terkalahkan. Pemujaan terhadap dewa Matahari amat kuat di masa itu dan dirayakan secara khusus pada saat-saat titik balik peredaran matahari.
Untuk menjauhkan umat beriman dari gagasan yang kafir itu, Gereja menggantinya dengan misteri kelahiran Kristus Yesus sebaga Sang Matahari sejati yang menerangi setiap insan. Santo Leo Agung meresmikan perayaan Natal sebagai kesempatan emas untuk memperteguh iman akan misteri Allah yang menjelma menjadi manusia.
T. Apa Teologi Perayaan Natal?
J. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Perayaan Natal mau menggarisbawahi Misteri Kedatangan Tuhan Yesus, Putra Allah dalam rupa daging manusia yang secara konkret dilahirkan oleh Santa Perawan maria di Betlehem. Sungguh mau ditekankan di sini data historis misteri Inkarnasi, sehingga peristiwa-peristiwa historis yang mengelilingi kelahiran Sang Penebus pun berperan penting. Data historis ituadalah bukti dasar yang sungguh nyata yang mau diwartakan oleh Gereja.
T. Bagaimana sejarah Masa PRAPASKAH?
J. Sejak pertengahan abad II seperti termuat di dalam “Liber Sacramentorum III” telah direntis suatu masa pertobatan dengan berpantang dan berpuasa sebagai persiapan untuk menyongsong perayaan Paskah. Awal kebiasaan itu justru di masa hidup Santo Yustinus yang aktif berkarya bersama rekan-rekannya. Pada awal abad IV sudah tersebar di Gereja Timur dan akhir abad IV sudah menyebar pula pada Gereja Barat.
T. Mengapa masa berpuasa selama 40 hari?
J. Angka 40 itu diambil atas dasar KS. Di dalam Kitab Suci selama 40 hari Nabi Musa berada di puncak Sinai (Kel34:28), selama 40 hari Nabi Elias berjalan menuju gunung Allah yang suci (1Raj 19:8), semua penduduk kota Ninive berpuasa selama 40 hari (Yn3:1-10), 40 tahun lamanya perjalanan Umat Allah dari perbudakan Mesir menuju Tanah Terjanji, 40 hari lamanya Yesus berpuasa di padang gurun (Mat 4:2).
T. Apa arti dan maksud dari masa prapaskah?
J. Konsili Vatikan II mengatakan bahwa Masa Prapaskah berciri ganda: sebagai peringatan atau persiapan pembaptisan dan sebagai masa pertobatan umat beriman mempersiapkan diri untuk merayakan Misteri Paskah dengan cara lebih tekun mendengarkan Sabda Allah dan meluangkan waktu untuk lebih rajin berdoa (KL 109).
T. Masa Prapaskah terhitung dari sejak kapan?
Sejak Rabu Abu sampai menjelang Perjamuan Tuhan pada Kamis Putih.


III. TEMPAT IBADAT
T. Apakah yang dimaksud dengan tempat ibadah umat Katolik?
J. Tempat ibadah umat katolik adalah tempat dimana umat katolik dapat melakukan ibadahnya dengan baik sesuai dengan tata aturan resmi liturgi Gereja Katolik. Dalam rumah ibadah itulah umat Katolik dapat berdoa secara khusuk, dapat merayakan perayaan liturgis dan secara istimewa menjadi tempat yang resmi untuk berdoa.
T. Apakah tempat ibadah umat Katolik yang dimaksudkan itu merupakan tempat ibadah resmi yang disetujui Gereja?
J. Secara umum memang harus mendapat ijin resmi dari hirarki Gereja Katolik sebagai tempat ibadah resmi. Tetapi ada juga tempat yang tidak selalu resmi yangdipakai sewaktu-waktu sesuai dengan keperluan.
T. Apa saja yang termasuk tempat ibadah tidak resmi tersebut?
J Tempat ibadah tidak resmi tersebut jarang digunakan dan hanya digunakan pada hari-hari tertentu. Tempat ibadah tersebut misalnya rumah umat/warga katolik yang dipakai untuk berdoa rosario dalam lingkungan masing-masing. Doa rosario tersebut hanya digunakan sepanjang bulan Mei dan bulan Oktober setiap tahun. Umumnya bergiliran dan sangat singkat. Setiap umat mendapatkan gilirannya biasanya satu kali dalam bulan bersangkutan. Acaranya juga sangat singkat, maksimal upacara resmi memakan waktu 45 menit.
T. Apakah masih ada jenis tempat ibadah tidak resmi yang lain?
J. Ada seperti alam terbuka, atau di gunung atau di tepi pantai dan tempat-tempat lain yang biasa digunakan untuk melaksanakan rekoleksi atau retret seperti rumah retret. Tetapi itupun digunakan sangat tentatif. Karena harus ada yang melaksanakan rekoleksi atau retret dan tempat itu sesuai kebutuhan.
T. Pertanyaan yang paling penting mungkin tentang tempat ibadah resmi. Apa saja itu?
J. Memang benar, yang paling penting dan paling sering digunakan adalah tempat ibadah resmi. Tempat ibadah resmi itu adalah gereja yang hampir selalu dibawahi oleh paroki. Selain gereja juga ada sejenis bangunan gereja kecil yang disebut dengan Kapel.
T. Apa bedanya gereja dengan kapel tersebut?
J. Bangunan gereja itu adalah bangunan yang lebih besar dari kapel. Fungsinya juga sangat berbeda. Fungsi gereja adalah untuk umat keseluruhan dalam lingkungan sebuah paroki. Jadi setiap paroki memiliki satu gereja sebagai tempat ibadah resmi. Sementara kapel itu hanya sebuah rumah ibadah kecil, yang diperuntukkan untuk komunitas local yang kecil juga.
T. Apakah Gereja dan Kapel itu selalu di bawah sebuah paroki?
J. Gereja itu selalu berada di bawah sebuah paroki. Tetapi kapel itu tidak selalu berada di bawah paroki, karena keberadaannya hanya untuk lingkungan kecil dan tertentu saja dan bangunannya juga kecil. Kapel boleh saja ada diparoki, tetapi biasanya karena paroki tidak cukup mampu menampung seluruh umat sehingga harus membuat kapel kecil. Kapel juga ada di tempat-tempat umum seperti di rumah sakit, sekolah-sekolah katolik, di tempat-tempat ziarah. Tetapi kapel itu sangat jarang.
T. Sejak tadi cukup banyak disebutkan tentang paroki. Apa yang dimaksud dengan paroki tersebut?
J. Paroki adalah sebuah komunitas dalam Gereja Katolik universal yang masuk dalam garis hirarkis gereja Katolik yang dipimpin oleh pastor paroki. Artinya, setiap paroki pasti dipimpin oleh minimal satu orang pastor/imam katolik.
T. Apakah Paroki memiliki garis hirarki yang lain ke bawah?
J. Ya, paroki memiliki bahagian yang lebih kecil, yakni Wilayah dan di bawah Wilayah disebut dengan Lingkungan. Lingkunganlah organ paling kecil dari sebuah paroki.
T. Apakah ada di atas paroki atau kumpulan para paroki itu?
J. Kumpulan para paroki itu disebut juga dekanat, dimana paroki-paroki saling bekerjasama untuk kepentingan bersamanya. Tetapi seluruh paroki tersebut harus berada dalam naungan sebuah keuskupan, dimana pimpinan dari sebuah keuskupan adalah Uskup.
T. Apakah uskup itu meliputi satu propinsi atau bagaiamana persisnya?
J. Keuskupan itu adalah garis hirarkis ke Vatikan di Roma, Italia dan seturut garis hirarki Gerejawi di daerah bersangkutan. Keuskupan di seluruh Indonesia sekarang berjumlah 38 keuskupan, padahal propinsi Indonesia hanya 34 untu ksaat ini. Kadang di sebuah popinsi ada dua keuskupan, kadang satu propinsi tidak memiliki uskup. Misalnya di Sumatera Utara ada Keuskupan Agung Medan dan Keuskupan Sibolga. Sementara di propinsi NAD tidak ada keuskupan, ia menjadi bahagian dari Keuskupan Agung Medan.
T. Secara ringkas, keuskupan itu kaitannya dengan Vatikan di Roma, Italia bagaimana?
J. Keuslupan itu berciri otonom dan memiliki wewenang penuh untuk mengelola keuskupannya. Tetapi ia selalu harus berkoordinasi dengan Vatikan terkait dengan kebijakan Gereja Katolik universal, dan kemudian diterjemahkan oleh keuskupan masing-masing sesuai dengan konteks local keuskupan tertentu. Setiap lima tahun, para Uskup diundang untuk bertemu di Vatikan dengan paus yang disebut dengan ad limina. Jelasnya, seluruh ajaran resmi gereja universal dari paus di Vatikan menjadi acuan umum untuk setiap keuskupan dan dari keuskupan diterjemahkan untuk konteks lokalnya dan dipraktekkan di setiap paroki di keuskupan yang bersangkutan.
T. Di wilayah Jabotabek itu ada berapa keuskupan?
J. Ada dua keuskpuan di wilayah Jabotabek. Yang paling luas dan paling besar adalah Uskup Agung Jakarta yang meliputi hampir seluruh Jabodetabek. Pimpinannya adalah seorang uskup agung, yang sekarang di tahun 2008 adalah Kardinal Julius Darmaatmadja, SJ. Selain keuskupan Agung Jakarta ada juga keuskupan Bogor yang meliputi sebahagian kecil daerah Jabodetabek, seperti kota Bogor.
T. Apakah jumlah paroki di setiap keuskupan hampir sama jumlahnya dengan jumlah gereja yang ada?
J. Tepat sekali, karena setiap paroki pastilah memiliki satu gereja. Kecuali ada satu atau dua paroki yang memiliki kapel, tapi itu pun tidak banyak. Artinya sejumlah paroki, sejumlah itulah Gereja Katolik ada. Misalnya, di kota Jakarta, jumlah paroki sekitar 67 buah, maka jumlah gereja katolik itu sekitar 67 buah juga di wilayah Jabodetabek. Dan itulah yang resmi dipakai untuk setiap kali acara gereja, termasuk acara gereja setiap minggu yang dilakukan secar arutin. Hanya sedikit paroki yang memiliki kapel karena kebutuhan umat, yakni: misalnya di Paroki Kalvari, pondok Gede memiliki kapel di TMII, paroki St. Antonius Otista, Jakarta timur memiliki kapel bernama Santo Agustinus di kompleks Angkatan Udara RI di Halim Perdanakusumah. Paroki Santa Clara Bekasi Utara memiliki 2 buah kapel karena belum memiliki ijin mendirikan Gereja.
T. Apa yang harus selalu ada dalam perayaan-perayaan atau ibadah katolik?
J Selalu ada lagu-lagu dan proses ibadatnya. Seluruh ibadat tersebut hampir selalu dijaga untuk tidak sampai mengganggu lingkungan sekitar. Karena itulah perayaan ibadat Gereja katolik itu selalu mempertimbangkan toleransi dengan lingkungan sekitar, khususnya bagi masyarakat yang tidak menganut agama katolik.


IV. KEBIASAAN DAN PERIBADATAN GEREJA KATOLIK (Pormadi)
T. Apakah yang dimaksud dengan Gereja ?
J. Gereja mempunyai dua arti. Arti pertama Gereja (dengan “G” besar) adalah perhimpunan umat/ jemaat Allah yang didirikan oleh Yesus Kristus bersama para RasulNya .
Arti kedua gereja (dengan “g” kecil adalah gedung tempat beribadah umat Kristen.
T. Apakah yang dimaksud dengan Gereja Katolik?
J. Gereja Katolik Roma atau Gereja Katolik adalah Gereja Kristen dalam persekutuan penuh dengan Uskup Roma, saat ini dijabat Paus Benediktus XVI. Gereja katolik menurut asal-usulnya dari komunitas Kristiani perdana yang didirikan oleh Yesus Kristus dan dipimpin oleh Keduabelas Rasul, khususnya Santo Petrus.
Gereja Katolik merupakan Gereja Kristen terbesar dan organisasi keagamaan terbesar di dunia. Menurut Buku Tahunan Statistik Gereja katolik, keanggotaannya di seluruh dunia pada akhir tahun 2005 berjumlah 1.114.966.000, meliputi sekitar 60 persen dari semua penganut Kristen atau kira-kira satu dari enam orang di dunia beragama Katolik.
Gereja Katolik merupakan sebuah organisasi sedunia yang terdiri atas satu Gereja Partikular Ritus Latin dan 22 Gereja Partikular Ritus Timur, semuanya mengakui Tahta Suci di Roma sebagai otoritas tertingginya di muka bumi. Gereja Katolik terbagi-bagi dalam wilayah-wilayah yurisdiksi, biasanya atas dasar teritorial. Satu unit teritorial standar disebut diosis (di Indonesia disebut keuskupan) dalam ritus Latin atau eparki dalam ritus-ritus Timur, masing-masing dikepalai seorang uskup. Pada akhir tahun 2005, jumlah total seluruh wilayah yurisdiksi tersebut adalah 2.770.

T. Apakah ada lambang Gereja?
Ya ada. Gereja kerapkali dilambangkan sebagai :
· Kandang Domba : Yesus adalah Pintu satu-satunya. Orang hanya bisa masuk melalui pintu Yesus.
· Ladang yang Ditumbuhi Zaitun Tua : gereja memiliki akar-akar suci pada Bapa Para Bangsa.
· Kawanan Domba : Yesus Kristus adalah gembala utama. Dia adalah gembala yang menyerahkan hidup-Nya untuk domba-domba-Nya.
· Kebun Anggur : Pokok anggur adalah Yesus Kristus sendiri, kita adalah ranting-rantingnya. Kita hidup di dalam Yesus Kristus
· Bangunan Allah : Kristus adalah batu yang telah dibuang tetapi menjadi batu penjuru, diatas dasar itu dibangunlah gereja oleh Para Rasul.
· Mempelai Kristus : Kristus menjadi gereja-Nya sebagai mempelai utuh dengan memberikan diri-Nya untuk menyucikan gereja.
T. Apa saja yang menjadi kebiasaan umat Katolik
(a) Berhimpun untuk Perayaan Ekaristi/ ibadat Sabda
(b) Membaca Kitab Suci
(c) Melaksanakan Ibadat Harian
(d) Berdoa bersama dalam keluarga
(e) Berdoa secara pribadi
(f) Terlibat dalam kehidupan jemaat
(g) Terlibat dalam masyarakat
(h) Berpuasa dan berpantang
(i) Memeriksa batin
(j) Mengaku dosa di hadapan imam
T. Apa yang dimaksud berhimpun pada hari Minggu?
J. Berhimpun pada hari Minggu maksudnya umat Kristen berkumpul dalam suatu tempat ibadah (gedung gereja, kapel, tempat ibadat sementara) untuk merayakan Ekaristi/ Misa atau perayaan Ibadat Sabda (bdk. KHK 1274-1248). Kebiasaan ini didasarkan pada tradisi para rasul yang berpangkal pada hari Kebangkitan Kristus (Isa Al-Masih) sendiri. Pada hari Minggu umat berkumpul untuk merayakan misteri Paskah, yakni mengenangkan sengsara, wafat, kebangkitan dan kemuliaan Tuhan Yesus. Dalam pengenangan ini, umat mendengarkan Sabda Allah dan berpartisipasi dalam perayaan Ekaristi/ Misa; Gereja juga bersyukur kepada Allah yang telah “melahirkan kembali mereka ke dalam hidup yang penuh pengharapan” (lih. 1 Ptr 1:3; Konstitusi Liturgi , disingkat KL, 106).
T. Apa yang dimaksud dengan membaca Kitab Suci?
Pimpinan Gereja menganjurkan kepada umatNya untuk rajin membaca Kitab Suci, sebab dalam Kitab Suci Allah sendiri bersabda kepada umatNya, dan Kristus mewartakan Kabar Injil (KL 184). Kitab Suci merupakan sumber dan dasar iman Gereja. Dengan membaca Kitab Suci kita mengenal Kristus. Dengan rajin membaca Kitab Suci, banyak orang telah memperoleh pengalaman serta kekuatan iman yang mengagumkan, terutama mereka yang tidak hanya membaca tetapi juga mengamalkannya (lih. Yak 1:22)
T. Apa yang dimaksud dengan melaksanakan Ibadat Harian/ sholat harian dalam Gereja Katolik?
J. Melaksanakan ibadat harian merupakan kebiasaan orang Kristen yang didasarkan pada perintah Kristus. Kristus memerintahkan “Orang harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu” (Luk 18:1). Para Rasul mempunyai kebiasaan berdoa pada jam-jam tertentu baik bersama-sama di Bait Allah (lih. Kis 3:1) maupun secara pribadi di rumah (lih. Kis 10:9.30). Paulus juga menandaskan agar umat berdoa setiap waktu (lih. Ef 6:18). Karena didorong oleh teladan serta nasehat-nasehat itu, Gereja dengan setia dan tak henti-hentinya memanjatkan doa. Gereja menegaskan bahwa “Dengan pengantaraan Yesus Kristus, marilah kita mempersembahkan kurban syukur kepada Allah” (Ibr. 13:15). Gereja telah mengembangkan Ibadat Harian, yakni ibadat pada jam-jam tertentu setiap hari:
§ Ibadat Bacaan
§ Ibadat Pagi
§ Ibadat Siang
§ Ibadat Sore
§ Ibadat Penutup
Atau paling tidak dianjurkan agar melaksanakan Doa Pagi dan Doa Malam untuk mengawali dan menutup hari dalam nama Tuhan. Dengan berdoa seperti ini, Gereja menguduskan seluruh hari dan seluruh kegiatan manusia (Pedoman Ibadat Harian, disingkat PIH 11)
T. Apa yang dimaksud dengan berdoa/ beribadah bersama dalam keluarga?
J. Berdoa bersama dalam keluarga adalah kegiatan ibadah yang dilaksanakan oleh pimpinan dan para anggota keluarga. Keluarga dalam pandangan orang Katolik adalah “Gereja kecil”. Gereja sungguh terwujud dalam keluarga jika anggota berhimpun dalam nama Tuhan. Dalam himpunan ini tergenapilah janji Tuhan kepada umatNya, “Dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (lih. Mat 18:20).
Doa bersama dapat dilakukan dalam dua bentuk: pertama, semua anggota keluarga berkumpul di suatu tempat (bisa di rumah, gedung tempat ibadah, alam terbuka, tempat ziarah, dll) dan pada saat yang sama untuk berdoa bersama. Kedua, mereka berkumpul pada jam yang sama. Bila anggota keluarga tidak mungkin berkumpul (misalnya, anggota keluarga yang sedang bepergian) dapat menentukan jam tertentu untuk berdoa, sehingga berjauhan tempat, mereka merasakan adanya kebersamaan dalam doa.
T. Apa yang dimaksud dengan berdoa secara pribadi?
J. Berdoa secara pribadi maksudnya kegiatan berkomunikasi dengan Tuhan yang dilakukan oleh seseorang. Di damping ibadat harian dan doa bersama , umat Katolik dianjurkan agar selalu berkanjang dalam doa sebagaimana diajarkan oleh Rasul Paulus (Lih. 1Tes 5:17). Gereja menandaskan: selain dipanggil untuk berdoa bersama, pengikut Kristus harus juga masuk ke dalam biliknya untuk berdoa secara pribadi seperti dikatakan Yesus sendiri, “Jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasNya kepadamu” (lih. Mat. 6:6; KL 12).
T. Apa yang dimaksud dengan terlibat dalam kehidupan umat/ jemaat setempat (lingkungan, stasi, paroki)?
J. Maksudnya, setiap anggota Gereja/ umat Allah harus sungguh ambil bagian dalam membangun Kerajaan Allah. Semua umat adalah anggota Gereja yang didirikan Kristus bersama para RasulNya. Kristus adalah kepalanya. Setiap anggota mempunyai tugas dan peran yang khas, yang tak tergantikan (lih. 1Kor 12:12-31). Maka setiap anggota jemaat harus terlibat dalam semua segi kehidupan Gereja (persekutuan, liturgi, pewartaan dan pelayanan) baik dalam lingkup lingkungan, stasi, maupun paroki. Mereka juga terikat dengan kewajiban membantu memenuhi kebutuhan Gereja.
T. Apa yang dimaksud dengan terlibat dengan masyarakat?
J. Maksudnya, setiap anggota umat Allah adalah bagian dari anggota masyarakat dunia juga, yang harus ikut ambil bagian dalam pencapaian kesejahteraan umum. Setiap anggota Gereja harus berpartisipasi dalam kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan masyarakat, terutama yang miskin dan terlantar (bdk. Gaudium et Spes, disingkat GS 1).
T. Apa yang dimaksud dengan berpuasa dan berpantang?
J. Maksudnya, kegiatan bermati raga atau mengurangi porsi makanan atau tidak makan sama sekali sebagai ungkapan tobat dan menggantinya dengan perhatian dan aktivitas berdoa, beribadat dan melaksanakan olah tobat dan karya amal (bdk. KHK 1249).
Dalam tradisi Gereja Katolik, puasa merupakan ibadat penting yang dilaksanakan umat sebagai persiapan untuk perayaan-perayaan besar, khususnya hari Paskah (hari Kebangkitan Isa-Almasih). Masa Puasa secara resmi ditetapkan Gereja adalah pada masa Prapaskah yaitu persiapan diri menjelang hari Kebangkitan Isa Al-Masih, Tetapi selama masa Prapaskah itu hari puasa resmi hanya dua yaitu: Rabu Abu, hari pembukaan Masa Prapaskah dan hari Jumat Agung, hari wafanya Isa Al-Masih. Namun Gereja sangat menghargai warganya yang berpuasa penuh 40 hari menjelang Paskah. Di samping berpuasa, Gereja juga mempunyai kebiasaan berpantang. Pantang dilakukan setiap Jumat sepanjang tahun, kecuali jika hari Jumat itu bertepatan dengan hari besar keagamaan Gereja katolik (bdk. KHK 1252).
T. Apa yang dimaksud dengan memeriksa batin?
J. Maksudnya, aktivitas merenung, mawas diri untuk menyadari dan mengakui kekurangan yang tidak dapat ditutupi di hadapan Allah sehingga membantu seseorang / umat Allah makin sadar akan kebaikan Allah dan membangkitkan penyesalan yang tulus atas dosa. Pemeriksaan batin biasanya dilakukan pada saat-saat khusus: Ekaristi, Ibadat Sabda.
T. Apa yang dimaksud dengan mengaku dosa di hadapan Tuhan?
J. Maksudnya pengucapan pelanggaran-pelanggaran atas perintah Allah dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesama di hadapan imam/ pastor sebagai ungkapan tobat untuk meninggalkan dosa dan kegelapan lalu berdamai dengan Allah dan sesama.
Inti hidup orang pengikut Kristus adalah bertobat. Orang yang bertobat adalah orang yang dengan tulus menyadari kelemahan dan kedosaannya dan dengan rindu mendambakan perdamaian kembali dengan Allah dan dengan sesama warga.
T. Apakah yang dimaksud dengan ibadat (worship) dalam Gereja Katolik?
J. Ibadat adalah kegiatan memberikan penghormatan kepada Allah sebagai Pencipta, Penyelamat dan Pengudus. Ibadat Gereja Katolik pada prinsipnya meliputi seruan dan ungkapan pujian, syukur, penyerahan diri, tobat dan doa-doa permohonan.
Ibadat Katolik dapat dilaksanakan dimanapun dan kapanpun (Yoh. 4:21-24). Ibadat resmi Gereja Katolik berpusat pada Kristus sebagai Imam Agung. Setiap anggota umat Allah yang beribadah berarti ambil bagian dalam imamat Kristus demi kepentingan umatNya (KL 7).
Dalam Gereja Katolik, puncak ibadat adalah perayaan Ekaristi yang merupakan acara perjamuan yang diwariskan Yesus Kristus/ Isa Al-Masih di mana dalam perjamuan itu Dia membagi-bagikan Roti dan Anggur sebagai lambang tubuh dan darahNya yang dikurbankan demi keselamatan umat manusia yang terwujud dalam penyaliban diriNya pada kayu salib di Golgota.
Perayaan Ekaristi sekaligus juga merupakan ibadah syukur dan ungkapan persatuan diri dengan Allah sambil menantikan kedatangan Yesus Kristus untuk kedua kalinya untuk menghakimi orang hidup dan mati.
T. Berapa macamkah atau berapa kalikah umat Katolik berdoa/beribadah dalam sehari?
J. Pada dasarnya Gereja tidak menetapkan berapa kali berdoa dalam sehari. Kegiatan beribadat bagi tiap umat Katolik tidak dibatasi dalam jumlah, namun Gereja telah mengembangkan dan menganjurkan Ibadat Harian, yakni ibadat pada jam-jam tertentu setiap hari:
§ Ibadat Bacaan
§ Ibadat Pagi
§ Ibadat Siang
§ Ibadat Sore
§ Ibadat Penutup
Pada prinsipnya, paling tidak dianjurkan agar melaksanakan Doa Pagi dan Doa Malam untuk mengawali dan menutup hari dalam nama Tuhan. Dengan berdoa seperti ini, Gereja menguduskan seluruh hari dan seluruh kegiatan manusia (Pedoman Ibadat Harian, disingkat PIH 11)
T. Apakah yang dimaksud dengan ibadat resmi Gereja Katolik?
J. Ibadat resmi adalah ibadat yang sifatnya prinsipiil, wajib dan harus diikuti seluruh umat Katolik sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam Gereja Katolik.
Dalam Gereja katolik ibadat resmi disebut juga LITURGI. Contoh ibadat resmi tersebut adalah Perayaan Ekaristi, Perayaan Liturgi Gereja, Perayaan 7 Sakramen, Ibadat Harian.
Di samping ibadat resmi ada pula ibadat tidak resmi yaitu ibadat yang sifatnya dianjurkan dan tidak wajib bagi tiap umat Katolik untuk melaksanakannya, seperti ibadat rosario, ibadat jalan salib, ibadat lingkungan, ziarah, ibadat tirakatan, ibadat pemberkatan benih, dll.
(1) ISTILAH-ISTILAH KHUSUS:
· Ibadat rosario : doa atau sholat kepada Allah melalui Bunda Maria, Ibunda Yesus Kristus melalui benda-benda rohani berbentuk kalung yang berisi manik-manik/ biji (mirip tasbih dalam Islam). Ibadah ini sangat populer di kalangan umat Katolik.
· Jalan salib : ibadat mengenang peristiwa perjalanan sengsara hingga penyaliban Yesus Kristus dan wafatNya di kayu salib di bukit Golgota.
· Awam : Anggota umat Allah yang sudah menjadi warga penuh Gereja melalui baptisan, krisma dan Ekaristi tetapi tidak menerima tahbisan suci.
· Ekaristi/ Misa Kudus : perayaan pengenangan perjamuan Kudus yang diwariskan Yesus kepada Umatnya sebagai kenangan akan pengurbanan dan penyerahan tubuh dan darahNya bagi pengampunan dosa banyak orang melalui Roti dan Anggur yang dibagi-bagikan kepada umatNya. Perayaan ini juga merupakan tanda syukur dan persatuan Yesus Kristus dengan umatNya
· Paroki : Umat beriman kristiani tertentu yang dibentuk secara tetap dalam Gereja partikular dan yang reksa pastoralnya, di bawah ototritas Uskup Diosesan, dipercayakan kepada pastor paroki sebagai gembalanya (bdk. Kan. 515).
· Pastor paroki : Seorang Imam yang diangkat dan di bawah otoritas Uskup menjadi gembala utama umat beriman kristiani di dalam wilayah teritorial Gereja partikular tertentu, menjalankan reksa pastoralnya dengan mengambil bagian dalam pelayanan Kristus; menjalankan tugas-tugas mengajar, menguduskan dan memimpin jemaat, bekerja sama dengan imam lainnya dan bantuan kaum beriman kristiani awam lainnya menurut norma hukum (bdk. LG, 28; Kan 519)
· Lingkungan : Umat beriman Kristiani tertentu yang dibentuk secara tetap dalam Gereja parokial yang dikoordinir oleh seorang umat yang diangkat atas oleh pastor paroki.
· Wilayah : kumpulan lingkungan-lingkungan yang terdapat dalam lingkup paroki.


V. ZIARAH DAN DEVOSI (Mery)
T. Apa Makna Ziarah?
J. Ziarah merupakan salah satu aspek penting dalam praktek sebagian besar agama-agama, termasuk agama Katolik. Persembahan rohani Umat Allah Perjanjia Baru adalah Ekaristi, yang dirayakan di segala tempat, khususnya pada Bulan Maria (Mei), dan Bulan Rosario (Oktober). Dengan demikian semua tempat dan waktu yang dianggap suci atau keramat menjadi relatif semata-mata. Akan tetapi, sebagian besar umat Katolik pun merasakan adanya tempat-tempat tertentu yang memudahkan hati terangkat pada Tuhan.
Ziarah melambangkan perjalanan hidup manusia dia atas bumi ini menuju Allah, dengan makin hari makin dekat kepadaNya biarpun melalui kesusahan dan kecapaian. Di tempat ziarah, orang semestinya dengan tenang dapat mengikuti perayaan Ekaristi. Devosi-devosi dan bila perlu atau bermanfaat dapat menerima sakramen pengakuan. Sebab ziarah adalah kesempatan untuk bertobat, meninggalkan jalan salah dan menemupuh jalan benar.
T. Mengapa ada Ziarah?
J. Praktik ziarah sudah ada dalam tradisi Yahudi. Setiap tahun mereka mesti berziarah ke bait Allah di Yerusalem. Yesus sendiri untuk pertama kalinya berziarah pada usia 12 tahun. Pada waktu berziarah, mereka menyanyikan lagu-lagu mazmur (Mzm 120-134). Gambaran indah tentang praktik ziarah terlukis dalam Mzm 122.

Sejak abad I, orang-orang Kristen biasa berziarah ke Tanah Suci (Palestina) untuk napak-tilas kehidupan Yesus, terlebih jalan salib-Nya. Kemudian tujuan ziarah bertambah, ke Roma, yakni di makam St. Petrus dan St. Paulus. Timbulnya Perang Salib pada abad XI-XII juga dipicu oleh gangguan tentara Turki terhadap para peziarah di tanah suci.
Tempat-tempat ziarah untuk Bunda Maria mulai marak pada akhir abad pertengahan. Yang dikunjungi adalah tempat penampakan Maria atau gambar (ikon) Maria. Makam Maria tidak dikenal sebab beliau diangkat Tuhan beserta jiwa-raganya.
T. Mengapa Perlu Ziarah ?
J. Ziarah merupakan ungkapan iman, bukan suatu kewajiban seperti halnya naik haji. Ziaran tidak menunjukan apakah seseorang itu lebih Kristen dari yang lainnya atau tidak, sebab ukuran menjadi murid Kristus adalah mengamalkan kasih (Yoh 15-17). Namun, dengan berziarah kita bisa mengungkapkan iman kita, dalam hal ini devosi kepada Bunda Maria. Tetapi, bukankah di mana pun kita berada, kita juga bisa berdoa? Benar memang. Tetapi, selalu saja ada tempat yang lebih membuat kita merasa nges dan sreg dalam berdoa daripada tempat lainnya. Semakin sering suatu tempat dijadikan tempat doa, semakin suasana nges dan sreg ini terasa.
T. Mengapa perlu Sakramen Tobat dalam peziarahan?
J. Perjalanan ziarah tentu menuntut korban, bahkan dulu sungguh melelahkan (mesti jalan kaki!). kelelahan dan capai yang ditanggung ini merupakan bentuk silih dan ungkapan tobat atas dosa-dosa kita. Ziarah juga menunjukan bahwa kita mau meninggalkan jalan yang salah dan menempuh jalan yang benar (bertobat). Maka, sangatlah ideal pada saat berziarah, kita juga menerima Sakramen Tobat.
T. Apa Makna Devosi dan Ziarah?
J. Pertama, Sikap tetap berupa penyerahan seluruh pribadi kepada Allah dan kehendaknya sebagai perwujudan cinta kasih. Inilah penghormatan Allah secara batiniah. Devosi pada dasarnya adalah sikap dan tekad, walaupun dapat disertai perasaan juga. Kedua, Kebaktian khusus dalam bentuk doa atau perilaku orang atau umat beriman kepada rahasian kehidupan Yesus yang tetap. Misalnya kesengsaraanNya atau HatiNya Yang Mahakudus, atau kepada orang kudus tertentu, yang dihormati secara khusus, devosi juga. Kebaktian ini harus menguatkan iman akan Tuhan dan bersifat sukarela; tidak setiap bentuk devosi diizinkan atau dianjurkan. Devosi kepada Bunda Maria, sangat popular. Misalnya kebaktian pada bulan Mei dan Rosario pada bulan Oktober.
T. Bagaimana Gereja Katolik memandang kegiatan peziarahan?
J. Ketika berziarah kita meninggalkan kesibukan sehari-hari dan berjalan menuju tempat ziarah. Perjalanan fisik ini mengingatkan kita bahwa kita semua (Gereja) sedang berziarah menuju tanah air surgawi. Gerak perjalanan kita adalah maju menuju kepenuhan Kerajaan Allah pada akhir zaman. Dalam Alkitab, waktu tidak dilihat seperti roda kehidupan atau perputaran nasib (pandangan budaya Timur umumnya). Tetapi, waktu dilihat sebagai garis lurus yang bergerak maju, seperti halnya bangsa Israel yang keluar dari perbudakan Mesir dibawah pimpinan Musa. Tantangan selalu menghadang di tengah jalan. Tetapi, mereka juga mengalami menyertaan dan pertolongan Tuhan. Demikian juga Gereja. Di tempat ziarah banyak orang dari berbagai daerah dan (suku) bangsa berhimpun. Di sini nyata bagaimana semua (suku) bangsa dihimpun menjadi satu dalam Gereja. Karena Gereja merupakan kesatuan umat Kristen yang mengimani Kristus.
T. Perlukah Pengesahan dari Uskup ?
J. Supaya ziarah bersama berhasil, harus disiapkan dengan baik dan dijalankan dalam semangat doa. Tempat suci atau tempat ziarah yang resmi perlu pengesahan Uskup diosesan atau konperensi uskup. Di tempat seperti itu hendaknya disediakan sarana-sarana yang mencukupi bagi umat beriman, supaya pewartaan—ibadat dan devosi dapat dilaksanakan dengan tenang dan tertib.
T. Dimana saja tempat-tempat ziarah yang terkenal?
J. Salah satu praktik devosi yang marak dilakukan pada bulan Maria atau waktu-waktu tertentu yang dipilih lainnya, adalah berziarah ke gua Maria, yaitu Gua Maria Sendangsono, Gua Maria Pohsarang-Kediri (Jawa Timur), Gua Maria Klepu (Ponorogo), Gua Maria Kereb – Ambarawa, Gua Maria Padang Bulan dan Fajar Mataram - Lampung, Gua Maria Kaliori – Purwokerto, Gua Maria Ratu Kenyo – Wonogiri, Hati Kudus Yesus – Ganjuran (Jawa Tengah), dan sebagainya.

TIM PENYUSUN:
1. Antonius Sundoro
2. Osbin Samosir, S.Ag, M.Si
3. Maria Loek Nama Masang, S.Sos, M.Si
4. Pormadi Simbolon, SS
5. Adison Adrianus Sihombing, SS

UPAYA MENINGKATKAN KINERJA PNS

Oleh Pormadi Simbolon

Era reformasi dan dampak persaingan globalisasi mendorong percepatan perubahan perbaikan kinerja aparatur pemerintah. Aparatur pemerintah dituntut bekerja lebih professional, bermoral, bersih dan beretika dalam mendukung reformasi birokrasi dan menunjang kelancaran tugas pemerintahan dan pembangunan.

Reformasi birokrasi sudah dan sedang berlangsung di semua lini departemen/ lembaga pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.

Surat Edaran Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara

Sejak menteri Pemberdayaan Aparatur Negara mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE/28/M.PAN/10/2004 Tanggal 10 Oktober 2004 tentang Penataan Pegawai Negeri Sipil (PNS), setiap instansi baik pusat maupun daerah wajib melaksanakan kegiatan berikut, pertama, melakukan penataan PNS di lingkungan unit kerja mengacu pada Keputusan Men.PAN Nomor: Kep/23.2/M.PAN/2004 Tanggal 16 Februari 2004 tentang Pedoman Penataan Pegawai.

Kedua, setiap instansi wajib melaksanakan analisis jabatan yang mengacu pada Keputusan Men. PANNomor: KEP/61/M.PAN/6/2004 Tanggal 21 Juni 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan.

Ketiga, setiap instansi pemerintah harus melaksanakan analisis beban kerja berdasarkan/ mengacu pada Keputusan Men.PAN Nomor: KEP/75/M.PAN/7/2004 Tanggal 23 Juli 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi PNS.

Tujuan dari penataan tersebut adalah memperbaiki komposisi dan distribusi pegawai, sehingga dapat didayakan secara optimal dalam rangka meningkatkan kinerja pemerintah.

Sasaran yang dicapai antara lain, pertama, terjadinya kesesuaian antara jumlah dan komposisi pegawai dengan kebutuhan masing-masing unit kerja yang telah ditata berdasarkan visi-misi sehingga pegawai mempunyai kejelasan tugas dan tanggung jawab. Kedua, terciptanya kesesuaian antara kompetensi yang dimiliki pegawai dengan syarat jabatan. Ketiga, terdistribusinya pegawai secara proporsional di masing-masing unit kerja sesuai dengan beban kerja masing-masing. Keempat, tersusunnya sistem penggajian yang adil, layak dan mendorong peningkatan kinerja. Dan kelima, terlaksananya sistem penilaian kerja yang obyektif.

Output (keluaran) dari penataan aparatur negara tersebut diharapkan berupa (1) profil jabatan bagi setiap jabatan baik jabatan struktural, jabatan fungsional yang berangka kredit maupun tidak berangka kredit; (2) perkiraan beban kerja untuk individu, jabatan dan unit kerja; dan (3) beban kerja dan profil jabatan bersama-sama digunakan untuk menyusun jumlah kebutuhan pegawai per jabatan dan unit kerja.

Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur

Total PNS berjumlah sekitar 3.780.365 (Badan Kepegawaian Negara Juni 2007). Jumlah tersebut belum dapat memberikan informasi bahwa jumlah PNS secara nasional sudah berkecukupan, berkekurangan atau berkelebihan.

Menurut salah seorang Deputi bidang SDM aparatur kementerian pendayagunaan aparatur negara pada rapat koordinasi di Medan, 31 Oktober s.d. 1 November 2007 lalu, distribusi PNS belum sesuai dengan distribusi tugas pemerintah pusat/ provinsi/ kabupaten/ kota. Di tingkat pusat PNS berjumlah 876.537 (23,18%). Di tingkat daerah provinsi 289.680 (7,6%) dan PNS di tingkat daerah kabupaten/ kota 2.614.148 (69,15 %). Daerah-daerah di luar pulau Jawa terjadi kekurangan pegawai (guru, dokter dan tenaga medis).

Dari data komposisi, PNS berpendidikan SLTA ke bawah ada sekitar 41,6%. PNS berpendidikan Diploma I s.d. Diploma III/ Sarjana Muda ada sekitar 25 %. Selanjutnya hanya 31,9 % PNS yang berpendidikan Diploma IV/ S1 s.d. S3.

Melihat kondisi SDM PNS tersebut, tidak jarang kita mendengar opini di tengah masyarakat bahwa kinerja pemerintah kerap kali dipandang belum profesional dan berlum berbasis kinerja (berorientasi output). Untuk itu, banyak kalangan pemerhati birokrasi mendorong pemerintah mengedepankan pengelolaan SDM aparatur pemerintah dengan manajemen kepegawaian berbasis kinerja.

Upaya Pemerintah Meningkatkan Kinerja Aparatur

a. Penetapan Indikator Kerja

Dalam usaha meningkatkan kinerja aparaturnya, pemerintah (c.q. Menpan) menetapkan program manajemen kepegawaian berbasis kinerja. Salah satu peraturan yang dikeluarkan pemerintah untuk tujuan tersebut adalah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah.

Yang dimaksud dengan kinerja instansi pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan rencana strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan.

Dalam pasal 3, peraturan Menpan tersebut, setiap instansi pemerintah wajib menetapkan indikator kinerja utama (Key Performance Indicators). Indikator kinerja utama yang dimaksud adalah ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis organisai. Penetapan indikator kinerja utama di lingkungan instansi pemerintah harus memenuhi karakteristik spesifik, dapat dicapai, relevan, menggambarkan keberhasilan sesuatu yang diukur dan dapat dikuantifikasi dan diukur (pasal 8). Sebagai contoh, tercapainya pengurangan angka pengangguran 1 juta per tahun dengan memberdayakan 50 investor baik investor dalam negeri maupun investor asing setiap tahunnya.

Dalam pasal 5 dikatakan, indikator kinerja utama instansi pemerintah harus selaras antar tingkatan unit organisai. Indikator kinerja utama pada setiap tingkatan unit organisasi meliputi indikator kinerja keluaran (output) dan hasil (outcome).

Kinerja pegawai dijabarkan langsung dari misi organisai. Penilaian kinerja dilakukan secara transparan dan obyektif. Penilaian kinerja menjadi bahan diagnosis dalam upaya peningkatan kinerja organisasi. Selanjutnya kinerja pegawai juga menjadi istrumen utama dalam pemberian reward and punishment termasuk untuk promosi dan rotasi pegawai.

Dengan demikian, peraturan pemerintah tersebut menunjang dan mendukung upaya pengembangan manajemen kepegawaian berbasis kinerja (berorientasi produk).

b. Upaya Lain: Diklat, Disiplin dan Remunerasi

Upaya lain yang diupayakan pemerintah dalam memperbaiki kinerja aparaturnya adalah pendidikan dan pelatihan (Diklat) pegawai), penegakan disiplin PNS dan sistem remunerasi di lingkungan kerja instansi pemerintah.

Dalam upaya peningkatan profesionalitas pegawainya, pemerintah menggalakkan pendidikan dan pelatihan (diklat) pegawai. Diklat dapat berupa diklat prajabatan dan diklat dalam jabatan antara lain diklat kepemimpinan, diklat fungsional dan diklat teknis.

Pemerintah yakin perbaikan kinerja pemerintah dapat terlaksana bila setiap instansi pemerintah menegakkan disiplin PNS. Disiplin tersebut tidak terjadi hanya untuk sementara alias hangat-hangat tahi ayam. Penerapan peraturan disiplin PNS harus tegas dan konsisten. Selain itu diharapkan PNS wajib menjaga dan mengembangkan etika profesinya.

Remunerasi adalah pemberian imbalan kerja yang dapat berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atau prestasi, pesangon dan/ atau pensiun. Dengan remunerasi diharapkan adanya sistem penggajian pegawai yang adil dan layak. Besaran gaji pokok didasarkan pada bobot jabatan. Penggajian PNS juga berdasar pada pola keseimbangan komposisi antara gaji pokok dengan tunjangan dan keseimbangan skala gaji terendah dan tertinggi. Dengan remunerasi pula, peningkatan kesejahteraan pegawai dikaitkan dengan kinerja individu dan kinerja organisasi.

Situasi Sekarang

Sejak digemakannya reformasi birokrasi di lingkungan departemen/ lembaga, pemerintah terus menerus ikut serta mereformasi diri demi menunjang program manajemen aparatur negara berbasis kinerja. Pemerintah menyadari penataan manajemen kepegawaian berbasis kinerja mendesak dilaksanakan mengingat hal itu juga merupakan tuntutan era globalisasi yang penuh tantangan dan persaingan.

Semangat reformasi birokrasi dan perbaikan kinerja aparatur negara selalu dan tetap menaungi departemen/ lembaga pemerintah meskipun ada opini negatif yang mengatakan bahwa belum ada reformasi di lingkungan birokrasi. Upaya perbaikan itu terlihat dari output (keluaran) yang dipegang setiap pegawai berupa buku uraian jabatan dan pekerjaan, profil jabatan dan panorama pekerjaan. Sebagai contoh hal ini dapat dilihat di lingkungan seperti Departemen Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan, dan departemen/ lembaga lainnya sedang berproses meningkatkan kinerja aparaturnya.


Harapan

Para pimpinan di lingkungan departemen/ lembaga pemerintah selalu mengingatkan dan mengajak para pegawainya supaya membekali diri dengan berbagai kecakapan (kompetensi) antara conceptual skill (kemampuan konseptual), social skill (kemampuan bersosial) dan technical skill (kemampuan teknis) terkait dengan tugas dan fungsi masing-masind departemen/ lembaga pemerintah. Bila tidak, siap-siaplah menjadi MPP (alias mati pelan-pelan) atau tidak mendapat promosi jabatan.

Harapan untuk tahun-tahun mendatang, perbaikan kinerja aparatur negara di lingkungan departemen/ lembaga semakin lebih baik. Dengan reformasi birokrasi yang berkesinambungan maka PNS yang profesional dan bermoral, sistem manajemen yang bersifat unified dan berorientasi pada kinerja akan terwujud sehingga tujuan pembangunan nasional dapat tercapai. Semoga. (disadur dari Bulletin Bimas Katolik, Edisi April 2008)

Jumat, Mei 09, 2008

KETIKA ANTAR-UMAT BERAGAMA BERSAHABAT

(ditulis 2005 lalu)

Oleh Pormadi Simbolon

Pada Hari Hari Raya Natal dan Raya Idul Fitri yang lalu, persahabatan sejati terbukti menembus sekat-sekat pembatas relasi di antara warga yang berbeda agama dalam tata hidup bersama bangsa ini. Persahabatan antar-umat beragama (baca: antar umat yang berbeda agama) tidak terpatahkan oleh perbedaan agama, suku, ras dan golongan. Sebab persahabatan adalah relasi manusia dengan sesama manusia yang dilandasi kasih sayang (cinta kasih).

Kehadiran Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono beserta Ibu dan Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni beserta Ibu pada Perayaan Natal Nasional Umat Kristiani Tingkat Nasional (27/12/2005) lalu merupakan salah satu bukti nyata bahwa persahabatan antar-umat beragama dalam tata hidup bersama sangat ampuh melampaui perbedaan yang ada. Persahabatan sejati tidak mengenal pengkotak-kotakan atau pemecahbelahan sesama.
Persahabatan anta-umat beragama memang belum sepenuhnya seperti yang diharapkan dalam landasan idiil bangsa yaitu Pancasila. Namun hubungan persahabatan antar-umat beragama yang sudah berjalan dan sedang diusahakan semakin tampak ke permukaan patut dipuji dan dikemukakan.


Saling Memberi Ucapan Selamat


Bila kita coba mengelilingi jalan-jalan di Ibukota Jakarta, maka kita dapat menyaksikan spanduk berisi ucapan SELAMAT HARI NATAL DAN TAHUN BARU 2006 terpampang di pagar pembatas jalanan maupun pada dinding bangunan kota. Yang lebih menarik, ucapan tersebut tidak hanya datang dari organisasi massa atau partai nasionalis, tetapi juga dari organisasi massa atau kelompok masyarakat bernafaskan Islami seperti Nahdlatul Ulama.
Penulis amat terkejut bercampur bahagia, ketika penulis menerima ucapan Selamat Natal dari sahabat-sahabat beragama Islam melalui SMS, e-mail, milis group dan ucapan langsung saat bertemu. Bila anda bergabung dalam miling list seperti group pluralitas ICRP dan group filsafat, maka di sana anda akan dapat menyaksikan orang-orang yang berbeda latar belakang agama dan suku saling memberi ucapan selamat. Pada Hari Natal yang lalu, mereka yang beragama Islam memberi ucapan Selamat Natal. Demikian juga pada Hari Raya Idul Fitri sebelumnya, mereka yang beragama Kristen/ Katolik memberikan ucapan Selamat Idul Fitri atau Selamat Hari Lebaran.

Sungguh indah, ternyata latar belakang agama ataupun suku tidak dapat mematahkan semangat persahabatan pada kebanyakan warga bangsa ini. Lebih indah lagi, karena dalam ucapan selamat itu disertai permohonan maaf, “doa” dan “harapan” agar damai selalu menyertai persahabatan itu.

Sikap Berempati


Menjelang Natal 25 Desember 2005 lalu, Din Syamsudin, Ketua Umum Muhammadiyah menawarkan gedung sebagai tempat Perayaan Natal kepada umat Kristiani yang tidak lagi memiliki gedung tempat ibadah yang konon digusur atau dirusak karena tidak mempunyai surat ijin pembangunannya dan atau karena umatnya berjumlah sedikit. Sungguh sebuah empati dari seorang tokoh umat Muslim terhadap umat Kristiani.
Demikian pula, ketika Perayaan Natal sedang digerogoti ancaman bom atau gangguan lainnya, pimpinan Banser NU mengerahkan sejumlah besar anggotanya ke tempat-tempat ibadah umat Kristiani untuk ikut menjaga keamanan dan ketenteraman umat dalam merayakan Natal. Berkat bantuan penjagaan keamanan tersebut Perayaan Natal pun dapat berlangsung dengan damai dan hikhmad.


Sikap mau berempati demikian sungguh merupakan cetusan kepedulian dan persahabatan. Banyak Pemimpin Umat Muslim ikut merasakan kecemasan umat Kristiani setiap kali merayakan Natal dalam beberapa tahun belakangan ini.

Perbedaan itu Sendiri Yang Memungkinkan


Konteks dunia hidup manusia (man’s lifeworld) itu sendiri yang memungkinkan setiap orang membangun persahabatan sejati. Dalam persahabatan, hubungan “aku” dan “engkau” menemukan pengungkapan konkritnya. Dalam hubungan semacam ini tidak ada lagi “ia” atau “mereka”. Dengan kata lain, tidak ada lagi orang ketiga, orang lain atau orang yang dipandang di luar hubungan “aku” dan “engkau”.

Dalam persahabatan, “engkau” tidak lagi sebagai pribadi “lain” yang berbeda dari aku, melainkan menjadi “aku yang lain” (alteritas aku) yang berbicara kepadaku. Kesadaran mengenai “aku yang lain” atau pribadi lain sebagai aku yang lain diperlukan justru agar aku semakin menjadi aku sejati. Aku sejati adalah aku yang bukan aku egois melainkan aku subyek. Aku egois adalah aku yang bertindak demi dan untuk aku sendiri. Tindakan semacam ini jelas menyisihkan pribadi lain, menindas kepentingan orang lain, menegasi dan menyangkal keberadaan perbedaan yang dimiliki orang lain (bdk. :Riyanto, 2005:88)


Karena orang lain adalah “aku yang lain”, aneka pengalaman kegembiraan, harapan, penderitaan dan kecemasannya adalah kegembiraan, penderitaan, harapan, dan kecemasanku sendiri. Segala macam bentuk perlakuan kepadanya identik dengan segala macam perlakuan terhadapku.
Di sinilah letak persahabatan sejati yaitu ketika “aku yang lain” justru memperkaya aku, dan menjadi karunia bagiku, bukannya menjadi ancaman bagiku. Artinya “ke-lain-an” orang lain yang berbeda dari aku atau aku yang berbeda dari orang lain justru saling melengkapi dan meneguhkan kesejatian kemanusiaan kita.


Sebenarnya, pluralitas agama, suku, ras dan golongan warga bangsa dan perbedaan yang menyertainya justru sangat mendukung dan memungkinkan terjadinya persahabatan sejati. Bila kita bersahabat hanya dengan orang yang se-agama, se-suku, se-ras, dan se-golongan, apakah kelebihan kita sebagai makhluk berakal budi dari hewan atau binatang? Bukankah hewan atau binatang yang tidak berakal budi mampu juga melakukan hal yang sama?


Bila kita coba lihat, sebenarnya upaya membangun persahabatan itu terus diperjuangkan oleh semua orang yang berkehendak baik demi terciptanya tata hidup bersama yang sehat dan demi masa depan bangsa Indonesia yang damai, sejahtera dan bermartabat.


Teladan persahabatan itu dapat kita saksikan dalam sejarah perjuangan bangsa. Para bapa pendiri bangsa yang berbeda agama, suku, ras dan golongan mampu meletakkan landasan bangsa yaitu Pancasila hanyalah karena ada persahabatan sejati.


Pada hari Raya Idul Fitri yang lalu, sejumlah umat Gereja Katolik/ Kristen di ibu kota menyampaikan ucapan SELAMAT IDUL FITRI lewat spanduk yang dibentangkan di atas jalanan di depan gedung gereja. Para pemimpin Gereja juga menyampaikan ucapan selamat kepada para pemimpin umat muslim entah lewat kartu, SMS, email, milis group maupun telepon. Demikian juga pada Hari Natal Desember lalu, ucapan selamat berdatangan dari umat Muslim kepada umat Kristiani.


Kehadiran Presiden RI dan Menteri Agama RI yang beragama Islam pada perayaan Natal Nasional Umat Kristiani merupakan teladan peneguhan persahabatan antar-umat beragama. Hal ini semakin relevan terlebih karena sejumlah umat yang berbeda agama sempat bingung pasca keluarnya Fatwa MUI beberapa bulan yang lalu, yang mengharamkan mereka yang menghadiri Perayaan Natal Umat Kristiani.


Tahun 2006 adalah tahun harapan bagi kita untuk memupuk persahabatan sejati dan menyebarkan keindahan persahabatan itu di tengah warga bangsa Indonesia yang beraneka ragam. Tentu ajakan ini berlaku bagi semua orang yang berkehendak baik dan untuk menciptakan tata hidup bersama yang sehat, damai dan bermartabat. Amin

Penulis adalah alumnus STFT Widya Sasana Malang,
Tinggal di Jakarta

Rabu, April 23, 2008

UMAT BUTUH GEMBALA BERINTEGRITAS DIRI

Oleh: Pormadi Simbolon

Membaca tulisan seorang biarawati dalam rubrik Antarkita (HIDUP Edisi 26 Desember 2004) kita pasti tersentak dan heran mengapa seorang pastor berkelit dan tidak menepati janjinya? Biarawati tersebut merasa kecewa dan mempertanyakan kesejatian diri seorang pastor alias integritas diri seorang pewarta suara Tuhan.

Barangkali kejadian yang sama banyak terjadi dalam bentuk lain pada para gembala kita yang tidak muncul ke permukaan umum. Sikap seorang gembala yang “pembohong” akan membawa citra buruk bagi para gembala kita. Tegakah kita mempunyai gembala demikian?

Pastor, imam atau gembala dalam benak umat adalah tokoh penting, pewarta suara Tuhan dan pemimpin umat? Umat sangat menghormati mereka. Bahkan hampir semua semua umat melihat imam atau pastor sebagai sosok yang mengetahui banyak hal teristimewa pengetahuan tentang Kitab Suci atau Sabda Tuhan, sehingga bila umat mengalami berbagai masalah dalam kehidupan langsung mendatangi pastornya.

Yang lebih dalam lagi, pastor atau gembala adalah alter Kristus, man of God dan pakar rohani dalam pikiran umat. Umat sangat simpatik dan respek kepada para imam justru karena tahbisan imamat yang diterimanya dan karena mereka adalah orang-orang terpilih yang sanggup menjadi imam. Setiap kali umat mengalami percekcokan, keretakan, perceraian, dan kekerasan dalam rumah tangga dan lain sebagainya mereka langsung meminta nasehat dan petunjuk dari pastornya di paroki.

Bila banyak pastor atau gembala kita berperilaku seperti yang dialami oleh biarawati tersebut di atas, berapa banyak umat yang akan dikecewakan dan terkelabui?

Tulisan ini tidak untuk mengurangi rasa hormat kepada para pastor yang adalah gembala, nabi dan imam kami. Para pastor juga manusia biasa seperti umat. Pastor bukan malaikat. Bedanya dengan umat adalah tahbisan imamat atau panggilan khusus kepada para imam untuk melaksanakan tugas kegembalaan bagi umat. Kita mau mengatakan bahwa umat membutuhkan teladan dari gembala dengan memiliki integritas diri dan kredibilitas. Umat butuh imam yang memberi kesaksian harmonisnya antara kata-kata dan teladan hidupnya.

Integritas diri adalah kesatuan dan keseimbangan kualitas pribadi yaitu cinta (love), ketegasan (assertion), kelemahan (weakness), dan strength (kekuatan). Kita memiliki integritas diri bila kualitas love, assertion, weakness dan strength beroperasi secara seimbang dalam diri individu. Dengan integritas diri yang dimilikinya, seseorang niscaya mampu mencintai sesama dengan cinta universal (agape). Ia juga pasti tegas pada nilai dan prinsip sebagai insan beriman. Ia berani mengakui kelemahan dan kekuatan yang dimilikinya.

Menurut Dr. Dan Montgomery, praktisi konseling pastoral dalam bukunya Practical Counselling Tools for Pastoral Workers (Paulines, 1997: 11-15) menyebut Yesus Kristus sebagai model berkepribadian yang seimbang dan integral.

Kristus diutus ke dunia untuk menyelamatkan dunia, bukan membinasakannya (bdk. Yoh 3:17). Yesus Kristus adalah pengasih jiwa umatNya, sumber kebaikan dan Pengampun. Karena kasihNya, Dia mengampuni wanita yang ketahuan berzinah dan menyelamatkan wanita itu dari ancaman lemparan batu oleh orang banyak. Inilah kasih Yesus.

Dalam karyaNya, Yesus tidak gampang condong ke dalam situasi dan kondisi sosial politik jamannya. Yesus justru berada di garda depan dalam menentang ketidakadilan penguasa yang menimpa umatNya. Dengan tegas, Dia melawan semua kebohongan atau hipokrisi yang ditunjukkan orang-orang Farisi. Dia mengusir para penukar uang dan pedagang yang menyalahgunakan Bait Suci. Yesus tegas pada nilai kebenaran Allah.

Di samping cinta dan ketegasanNya, Yesus adalah sama seperti kita umatNya yang memiliki kelemahan dan kekuatan. Yesus juga mengalami kengerian dan ketakutan ketika akan menghadapi penderitaan di kayu salib. Tetapi melalui kelemahanNya, Dia menjadi kurban hidup bagi umatNya. Yesus mati dalam kelemahanNya agar bangkit sebagai Pangeran Perdamaian yang mendamaikan umatNya dengan Allah. Sebagai kekuatanNya, segala kuasa sebagai Raja, Imam, dan Nabi diberikan kepadaNya. Dia adalah Nabi yang mewartakan Kebenaran Allah, Raja yang menggembalakan umat dan imam yang merayakan Ekaristi bagi umat. Dengan kuasaNya, Dia bangkit dari maut untuk memberikan kekuatan kehidupan bagi orang-orang percaya.

Model Kristus juga merupakan model dan teladan bagi para gembala kita, yang menggembalakan umat menuju keserupaan dengan Kristus. Dalam keseluruhan hidup idealnya, para imam menjadi teladan Kristus di tengah umatnya.

Alangkah ironisnya bila banyak imam atau gembala mulai menjauh dari kesejatian tugasnya sebagai imam, raja dan imam bagi umatnya. Para imam adalah andalan umat satu-satunya yang paling dipercaya ketika ada masalah-masalah berat di tengah hidupnya. Bahkan umat dengan jujur dan terus terang menumpahkan segala isi hati dan kesulitannya kepada para imam justru karena kepakaran rohani, kepemimpinan dan keteladanannya.

Kita patut mengacungkan jempol kepada para gembala yang setia pada tugasnya sebagai gembala, imam dan nabi. Mereka rela meninggalkan segala tugasnya demi mengabdi Kerajaan Allah. Sebaliknya, kita akan kecewa bila kita mendengar para gembala yang menyimpang dari natura panggilannya. Kami, umat Allah sangat membutuhkan imam yang bertintegritas diri dan kredibel di tengah semakin kompleksnya tantangan dan permasalahan hidup umat di era teknologi dan informasi canggih ini.

*Pormadi Simbolon,
pemerhati masalah umat, tinggal di Jakarta

Selasa, April 01, 2008

BILA RAKYAT HIDUP TANPA NEGARA

Oleh Pormadi Simbolon

Baru-baru ini, rakyat memunculkan dan menggelar pengadilan versi mereka di Desa Keboromo, Jawa Tengah. Saat rakyaT desa mengetahui sejumlah pamong desa korupsi dengan “menggelapkan” hasil penjualan tanah desa untuk pelebaran jalan, rakyat membawa mereka ke meja hijau hasil buatan mereka sendiri.


Proses sidang rakyat tersebut berlangsung sembilan jam, pertanda seriusnya pelaksanaan pengadilan. Para pamong pun menyerah dan bersedia mengembalikan uang korupsi ke kas desa. Sidang berlangsung tanpa hukum acara, tanpa hukum pidana, tanpa jaksa penuntut umum, tanpa hakim negara, di luar pengadilan, dan syukurlah dapat berhasil baik.

Ada fenomena bahwa rakyat dapat hidup tanpa negara. Rakyat memproses dan memperbaiki ketidakberesan yang mengganggu kesejahteraan bersama. Apakah mungkin rakyat dapat hidup sekurang-kurangnya berkecukupan tanpa negara?

Fenomena Hidup Tanpa Negara

Para petani di Kabupaten Banyuasin dan Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan tidak bisa menikmati kenaikan harga beberapa komoditas seperti harga karet di pasar internasional. Harga karet pada Maret ini malahan turun lebih rendah daripada sebelumnya di atas Rp 12.000,- per kilogram menjadi Rp 11.000,-. (Kompas 24/03).

Nasib kebanyakan korban bencana alam di negeri ini kerap kali kurang mendapat perhatian serius dari negara seperti mereka yang menjadi korban lumpur Lapindo di Jawa Timur.

Kalau pendapat para pakar ekonomi seperti diberitakan media massa, pertumbuhan perekonomian nasional cukup baik, 6,3 persen. Namun realitas perikehidupan rakyat semakin digerogoti ancaman gizi buruk dan kelaparan karena kenaikan harga-harga kebutuhan pokok berlomba-lomba melonjak tinggi. Selain kenaikan harga kebutuhan pokok, kelangkaan beberapa bahan pokok seperti minyak tanah dan kedelai ikut menambah stres rakyat banyak.

Di tengah kehidupan rakyat yang demikian pemerintah dan DPR masih belum menemukan kesepakatan siapa calon gubernur Bank Indonesia yang disepakati bersama, yang konon turut menentukan kebijakan ekonomi negara. Padahal rakyat sudah mendesak untuk diperhatikan dan diperbaiki nasibnya.

Negara Ada karena Rakyat

Dalam sistem dan kehidupan demokrasi seperti Indonesia sekarang, kesejahteraan dan perbaikan kehidupan bersama menjadi prioritas kebijakan pengelola negara. Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan hasil pilihan alias kesepakatan rakyat banyak. Itu artinya kepemimpinan mereka atas negara menjadi legitim.

Bisa dikatakan, negara sebagai entitas politik itu sendiri ada karena rakyat ada. Oleh karena itu otoritas negara atas warganya berlaku sejauh otoritas itu meningkatkan kesejahteraan umum.

Thomas Hobbes (1588-1679) dalam bukunya Leviathan mengatakan bahwa kodrat manusia-manusia yang utama adalah sama alias sederajat. Oleh karena itu sang pemimpin negara hanya menjadi mungkin apabila ada persetujuan (consent) dari manusia-manusia yang bersangkutan. Instansi yang memerintah hanya terjadi apabila masing-masing individu melakukan konvensi. Konvensi bisa tercapai apabila pemerintah tersebut mampu mencapai tujuan bersama yaitu mengatasi the state of nature atau keterancaman hidup manusia karena manusia menjadi serigala bagi sesamanya (homo homini lupus).

Untuk itu, pemerintah yang disepakati individu-individu untuk memerintah seyogiyanya memperhatikan nasib dan kehidupan mereka yang semakin terancam dari “serigala-serigala” yang semakin merajalela.

Gagalkah Pengelola Negara kita?

Melihat realitas kehidupan rakyat banyak dalam sistem dan kehidupan demokrasi Indonesia saat ini, apakah pengelola negara sudah berkompeten mengatur dan memperjuangkan kehidupan rakyat yang sejahtera, damai, adil dan makmur?

Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah mengatakan bahwa pengelola negara baik nasional maupun lokal sebaiknya berlatar belakang pebisnis (Kompas 22/11/2006). Butet Kartarejasa mengajukan bahwa pemimpin negara itu sebaiknya berlatar belakang seniman. Para Filosof seperti Plato dan Aristoteles mengajukan bahwa pemimpin negara yang baik adalah mereka yang memiliki kebijaksanaan alias para filosof. Lain lagi dengan Machiavellian, seorang pemimpin sejati adalah adalah politikus sejati yang tahu merengkuh dan mempertahankan takhta kekuasaannya.
Siapapun pemerintah yang tepat dan berkompeten serta berlatar belakang apa pun dia, yang paling utama adalah mengenal raison d’être-nya negara Indonesia yang sudah digagas the founding fathers terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: “membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Apapun alasannya, rakyat tidak bisa mencapai kesejahteraan bersama bila tidak ada otoritas negara yang mengatur kehidupan mereka entah secara eksekutif, legislatif maupun judikatif. Bila tidak, maka “serigala-serigala” akan memangsa manusia-manusia lainnya.

Bila kita melihat ada fenomena negara tidak memperhatikan dan mengutamakan kebaikan rakyat banyak, maka saat itulah terjadi pelalaiaan raison d’être sekaligus visi dan misi pembentukan negara Indonesia. Bukan tidak mungkin, terpicu oleh keterancaman dan menderitanya kehidupan harian, rakyat akan “mencabut” kesepakatan atau pelegitimasian terhadap mereka mengelola negara.


Penulis adalah pemerihati sosial, alumnus STFT Widya Sasana Malang, tinggal di Jakarta.

Jumat, Maret 14, 2008

PRAYER IS NOT SOMETHING ACCESSORY

On Zenit.org (March 4, 2007), Pope Benedict XVI explained that “prayer is not something accessory, it is not ‘optional’, but rather a question of life or death.

Shortly for Christian, the Holy Father said “to pray is not to evade reality and responsibilities it entails, but to assume them to end, trusting in the faithful and inexhaustible love of the Lord”

Prayer is something important in someone’s life, including me. Praying make me my deepheart in peace. I feel strong to face the reality of my life. Prayer also make my life more profoundly. I think prayer also give me a awareness of myself and and take me to view everything in my life more wisely. If I forget praying, I feel empty. (Pormadi Simbolon)
Powered By Blogger